Bertarung sekali lagi

1040 Kata
Di tempat yang diselimuti cahaya putih, Zian sadar. Mata coklatnya terbelalak kaget saat bertemu dengan seorang pria yang berpakaian futuristik serba berwarna hijau. "Siapa kamu?" tanya Zian yang berhadapan dengan pria berambut hitam itu. "Aku adalah Kaisar yang memimpin negeri Sembilan Planet itu," jawab pria itu. "Kaisar yang tewas dibunuh Kaisar Gibraltar itu?" "Iya." "Apa yang terjadi sehingga negeri ini diambil ahli oleh Kaisar Gibraltar?" "Ceritanya sangat panjang. Aku tidak bisa menceritakannya padamu sekarang. Tapi, nanti ada orang yang akan menjelaskannya padamu, Zian." "Padahal aku penasaran ... aaah. Ya sudahlah, tidak apa-apa." Zian menghelakan napas kecewa, menunjukkan senyum terbaik. Frink juga tersenyum. "Kamu sudah besar sekarang, ya?" "Hm. Ya. Umurku sudah menginjak enam belas tahun sekarang." "Tidak sia-sia kamu diamankan ke sana." "Diamankan? Maksudnya, Paman?" "Ah, bukan apa-apa. Lupakan saja." "Eh? Kenapa dilupakan?" "Sudahlah. Aku datang ke sini hanya sebentar saja dan menitipkan pedang itu untukmu." Zian tersentak karena menyadari tangan kanannya yang menggenggam pedang. Ia menatap pedang itu. Terukir sebuah nama di bilah pedang itu. Nama Alzian Ekadanta. "Ada namaku di bilahnya." Zian terkesiap lalu memandang Frink lagi. "Pedang itu mengakuimu sebagai pemiliknya." "Apa? Aku pemilik pedang ini?" "Ya. Pedang yang bernama Sied Genesia, kini menjadi milikmu. Kamu bisa menggunakannya dengan bebas sekarang." "Begitu." Zian mengangguk mengerti. Ia memperhatikan pedang hijau itu sekali lagi. Terpancar aura kehangatan bagaikan mentari di pedang tersebut. "Pedang itu mampu menghidupkan pohon Matahari yang sudah kering. Syaratnya, kamu harus bisa mengalahkan Gibraltar. Penuhilah permintaanku, wahai ksatria terpilih," titah Frink. Zian mengangguk sekali lagi. "Baiklah, Paman." "Terima kasih. Aku serahkan semuanya padamu, Alzian Ekadanta." "Iya, Paman." Senyum kembar hadir di wajah mereka berdua. Zian menyadari adanya kesamaan antara dirinya dengan Frink. Tapi, ia tidak berani mengungkapkannya karena takut akan salah menilai. Sebelum pergi ke dunia yang sebenarnya, Frink menyampaikan pesan terakhirnya. "Kamu akan bertemu dengan robot legendaris yang terkuat di dunia ini. Karena itu, bersiaplah menghadapi pertempuran besar. Alzian, kamulah satu-satunya harapanku. Tolong, selamatkan negeri ini dari kekuasaan jahat." Usai itu, tubuh Frink perlahan-lahan menipis seperti kabut. Zian tertegun saat menyaksikan fenomena itu. Sejurus kemudian, matanya silau karena ditutup dengan cahaya hijau. Zian menyingkirkan tangannya dari wajah. Ia tiba di luar, jauh dari istana, tepatnya di tepi perbukitan. "Eh? Di mana ini?" Matanya terbelalak. Kepalanya pun berputar untuk menyusuri tempat itu. Di sekelilingnya hutan, dan di hadapannya kini adalah jurang yang cukup dalam, menampilkan pemandangan kota di bawah. Frink telah menyelamatkannya dari ancaman maut. Zian bersyukur sekali. "Aku selamat. Terima kasih, Tuhan." Zian menghelakan napas seraya memandang langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang. Angin semilir berhembus. Menerpa Zian yang terpaku lama. Ia mengingat kejadian waktu itu. *** Tiba-tiba, Zian bisa melihat dalam kegelapan. Ia mengambil bayi itu, yang ditemukan tergeletak di atas tempat tidur. Bayi perempuan berambut merah yang dibedung dengan kain putih. Ia berwajah cantik, mirip seperti ibunya. Ledakan masih terjadi. Zian tersentak dan baru menyadari dirinya tiba di suatu tempat yang asing. Suara yang mengejutkannya lagi, membuatnya tidak asing dengan suara itu. "Ah, kenapa kamu tiba-tiba muncul di sini, Zian?" Itu suara Kiku. Gadis itu mengintip dari balik bangku yang didudukinya. Ia berpakaian besi berbentuk Rubah putih. Mulut Zian terkunci rapat. Ia syok karena bingung mengapa ia bisa tiba-tiba muncul di sini -- di dalam robot tempur yang dikendarai Kiku. *** Ya, Zian mengerti sekarang. Pasti Frink yang membantunya untuk menyelamatkan bayi perempuan itu. Terima kasih, Paman Frink, batin Zian. Sayup-sayup di keheningan malam, terdengar suara yang memanggil. Lamunan Zian tersentak. "Zian!" Senyuman terukir di wajah Zian tatkala melihat gadis berambut putih yang berlari ke arahnya. "Kiku!" Kiku langsung memeluk Zian. Laki-laki itu membeku. Isakan tangis terdengar dari gadis Rubah putih itu. Kiku menyembunyikan wajahnya di d**a Zian. Ia merangkul pinggang Zian dengan erat. Betapa ia mengkhawatirkan laki-laki yang dicintainya itu. "Kiku ... kamu menangis?" "Dasar bodoh! Kamu itu menyebalkan!" Tiba-tiba, Kiku mendorong tubuh Zian hingga Zian nyaris terjatuh ke jurang. Untung, Zian mampu menyeimbangkan tubuhnya. Ia menghelakan napas lega yang bercampur bingung. Kiku yang masih menangis, melototi Zian. Netranya penuh emosi. Kedua tangannya terkepal kuat. Zian mengerti itu, meredupkan sinar matanya. "Maaf." "Tidak ada maaf bagimu!" "Eh?" "Seharusnya aku melarangmu agar tidak pergi dengan Daisy, tapi entah mengapa aku hanya terdiam dan membiarkanmu pergi. Kini kusesali semua itu, dan akhirnya kamu benar-benar terjebak di sini." Kiku mengeluarkan semua isi hatinya dengan nada yang rendah. Giliran matanya yang meredup. Zian terdiam saat mendengarkan Kiku. Gadis itu sudah berjuang mati-matian untuk menyelamatkan Zian, hingga muncul seseorang yang memberitahukannya untuk menemui Zian di sini. "Kita sudah terkepung. Kita penyusup di kota ini. Sebaiknya kita pergi dari sini!" Mengabaikan rasa penyesalan itu, Kiku menarik tangan Zian. Mereka berlari menuju ke hutan. Mendadak, muncul sesuatu yang terbang menuju arah mereka. Sesuatu yang bersinar. Itu adalah bom. Ledakan dahsyat menimpa tempat itu. Kiku melindungi dirinya dan Zian dengan sihir perisai. Robot tempur musuh berhasil mendeteksi keberadaan mereka. "Gawat! Kita terlambat! Tidak ada cara lain lagi, kita harus bertempur lagi!" Kiku berteriak memanggil robot tempur. "Izsaukt, Centauri!" Centauri muncul dari langit. Ia melepaskan missil ke arah robot tempur yang menyerang Zian dan Kiku tadi. Missil tersebut berhasil mengenai robot tempur musuh. Ledakan besar terjadi di langit. Zian dan Kiku berteleportasi langsung ke Centauri. Dengan Mana yang tersisa, Kiku mengendalikan Centauri. Pakaian armor lengkap membalut tubuh Kiku. Terjadi pertarungan lagi. Banyak robot tempur Yupiter Alliance yang dikerahkan untuk menyerang Centauri. Centauri menghabisi mereka dengan missil dan tombak laser. Gabungan serangan jarak dekat dan jarak jauh, mampu menghancurkan beberapa musuh dalam hitungan detik. Ledakan menyebar luas bagaikan kembang api. Zian yang duduk di bangku penumpang, berpegangan erat pada sabuk pengaman yang mengikat tubuhnya. Guncangan kuat terjadi saat Kiku menggerakkan Centauri. Entah sampai kapan mereka bertahan untuk menghadapi ribuan musuh. Missil-missil berukuran raksasa tidak pernah berhenti untuk menabrak musuh-musuh. Ledakan menjalar sangat cepat, menerangi langit seperti siang hari. Dari segala arah, pasukan tentara Yupiter Alliance menembaki Centauri. Sihir perisai melindungi Centauri agar tidak terkena semua serangan yang menerjangnya. Sungguh dahsyat. Pertempuran udara ini menarik perhatian para penduduk. Mereka was-was dan takut akan terjadi penyerangan dari Venus yang sangat membenci Yupiter. Meskipun ada Yupiter Alliance yang melindungi mereka, tapi tetap saja mereka tidak aman jika tinggal di rumah. Mereka berkumpul dengan keluarga masing-masing. Saling memberikan peringatan antara satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN