1. Tak Nyaman

2326 Kata
Hyun Soo ternyata adalah sosok pria yang gigih, aku sudah menolaknya tetapi pria itu tetap ingin mengantarku. Hyun Soo rela meninggalkan mobilnya hanya untuk mengantarku kembali ke restoran. Hal seperti ini sebenarnya membuatku tidak nyaman, aku tidak terbiasa dilingkupi oleh sebuah perhatian seperti ini, membuatku menyesali keputusanku untuk memberinya kesempatan. Aku tidak bisa mengubah keputusanku terlalu cepat karena aku juga masih belum mengenal dengan baik dirinya, maka untuk sekarang aku lebih memilih untuk diam. Aku mencoba untuk menikmati kisahku yang baru dengan sosok Hyun Soo yang aku pikir adalah tipe pria yang keras kepala. "Apa aku membuatmu tak nyaman?" Aku menoleh ke arahnya, dia nampak fokus pada jalanan di depan. Bertanya tanpa menatapku? Tidakkah itu sopan? "Iya," jawabku dengan jujur. Aku tidak suka berbasa-basi apalagi bersikap seolah aku wanita paling baik. "Apa yang membuatmu tak nyaman denganku?" Kini barulah Hyun Soo menoleh ke arahku. "Aku tidak menyukai sikapmu yang tergolong berlebihan. Aku sudah lama tidak mendapatkan bentuk perhatian apa pun dari seorang pria, aku sudah lupa rasanya menjalin hubungan. Lalu ketika melihat sikapmu ini, aku sedikit tidak nyaman." Hyun Soo tak terlihat tersinggung sama sekali, pria ini justru tampak menganggukkan kepalanya. "Aku akan membuatmu kembali terbiasa dengan perhatian. Mungkin kamu kesepian dan terbiasa untuk mengandalkan dirimu sendiri. Tapi perlu di ingat, jika sekarang ada aku dan aku akan selalu ada untukmu." Hyun Soo meraih jemariku lalu menggenggamnya. Tapi aku dengan refleks langsung menarik tanganku darinya. Aku masih belum nyaman untuk melakukan skinship dengannya. "Maaf." "Tidak masalah, aku hanya belum merasa nyaman." Aku memilih menatap ke arah luar jendela, mengabaikan Hyun Soo yang tengah menatapku. -o0o- Sesampainya di restoran, Eomma terlihat bahagia melihat aku yang datang dengan Hyun Soo. Ditambah dengan dalih menunggu mobil jemputannya, membuat Hyun Soo memiliki lebih banyak waktu di sini. Eomma menyuruhku untuk menemaninya, tetapi aku menolak dengan keras. Ini sudah bukan lagi jam istirahatku, sehingga aku tidak ada waktu untuk main-main. Jadi di sinilah kami, di ruang kerjaku dengan Hyun Soo yang sedang menatapku bekerja. Aku tentu saja merasa tidak nyaman, tetapi belajar dari kejadian sebelumnya hal itu pasti tidak berefek padanya. "Sampai kapan kamu masih akan tetap di sini?" tanyaku dengan menatapnya serius. "Aku masih ingin menghabiskan waktu bersamamu," jawab Hyun Soo dengan santai. Pria ini terlampau santai untuk seorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab akan ribuan karyawannya, melihat hal itu aku merasa tidak suka. "Umur memang tidak selalu mendewasakan seseorang." Meskipun aku jelas sedang menyindirnya, tetapi Hyun Soo justru hanya tertawa. "Aku tidak bisa jauh darimu, apa itu salah?" jawabnya masih dengan tersenyum lebar. ‘’Salah. Kita masih baru pertama kali bertemu, terlihat sangat berlebihan jika kamu mengatakan hal semacam itu,’’ jawabku dengan tersenyum miring. Hyun Soo terlihat seperti seorang perayu ulung. ‘’Meskipun kita baru pertama kali bertemu, tapi aku sudah merasa sangat nyaman bersamamu.’’ ‘’Tapi kamu juga harus tetap kembali ke realita kehidupan meskipun akalmu sekarang ini sedang buntu.’’ Hyun Soo kembali tertawa. ‘’Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud,’’ jawab Hyun Soo yang membuatku mendengus mendengarnya. "Karena kamu masih harus bekerja dan menghasilkan banyak uang. Tidak seharusnya kamu bermalas-malasan seperti ini. Jam istirahat telah berakhir, maka ini waktunya kamu kembali bekerja. Haruskah aku mengingatkanmu tentang hal sepele seperti ini?" "Aku cukup memiliki banyak uang." "Seharusnya kamu lebih berambisi pada karirmu meskipun aku tau jika kamu sudah terlahir kaya sekalipun." "Bahkan jika aku ingin tidur tanpa bekerja, aku masih sanggup mencukupi anak cucu kita." Aku semakin kesal menghadapi Hyun Soo yang kekanakan, maka aku memilih mengabaikannya dan fokus menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda. Memang seharusnya kita tidak terlalu cepat menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya. Yang aku lihat Hyun Soo tipe pria yang gagah dan arogan, tapi nyatanya pria ini justru terlalu ramah dan banyak bicara. Untuk aku yang malas untuk banyak bicara, sebenarnya Hyun Soo cukup menggangguku tapi aku memilih untuk membiarkannya. Berharap jika dia akan lelah berbicara karena aku tak kunjung menanggapinya. Seperti yang aku katakan sebelumnya, dia memang tidak mudah menyerah. Masih terus berceloteh tentang banyak hal termasuk kebiasaanya, sedangkan aku lebih memilih untuk tetap fokus mengerjakan laporan sembari sesekali mendengarkannya. Tak selang beberapa lama, Eomma memasuki ruanganku dengan membawa beberapa camilan dan buah. Aku berharap jika Eomma akan segera mengusir Hyun Soo pergi. "Seharusnya Eomma tidak perlu repot, karena Hyun Soo akan segera pergi," ucapku tanpa menoleh ke arah mereka. "Tidak masalah, kita memang seharusnya menjamu tamu dengan baik." Eomma tersenyum dengan sangat manis di hadapan Hyun Soo. "Terima kasih, Bibi." Aku mengabaikan Eomma yang sedang berbasa-basi dengan Hyun Soo karena laporanku lebih penting dari pada menanggapi obrolan mereka. "Kamu tidak makan?" Aku mendongakkan kepalaku, ternyata Eomma sudah pergi tanpa aku menyadarinya. Mungkin karena aku terlalu fokus mengerjakan laporan. "Tidak." Jawabanku teryata tidak berpengaruh pada Hyun Soo karena dia tetap bersikeras berjalan ke arahku dengan menyuapkan sepotong apel. Aku hanya menatapnya dengan datar tanpa membuka mulutku. "Sampai kapan kamu akan mengacau di sini." Kali ini aku tidak main-main, aku benar-benar tidak nyaman dengan keberadaanya di sini. Hyun Soo lalu menyuapkan potongan apel itu ke mulutnya sendiri. "Aku tidak mengganggumu," jawabnya dengan tanpa rasa bersalah. "Kamu mengganggu, aku tidak suka keramaian dan kamu terus berisik sejak tadi! Pergi dan selesaikan pekerjaanmu!" ucapku dengan menatapnya tajam. "Kamu memang wanita gigih." "Berhenti membuang-buang waktu dengan omong kosong. Ingat Hyun Soo, tidak ada ikatan yang sah diantara kita. Aku masih berhak untuk memutuskan sekarang juga. Jika kamu terus berbuat sesuatu yang membautku tidak nyaman, maka aku dengan terpaksa menyesal telah memberikan kesempatan untukmu!" Hyun Soo terdiam sejenak lalu tersenyum. "Baiklah, maaf jika aku sudah mengganggumu." Dari yang aku lihat, tidak ada amarah di matanya. Hyun Soo memang tipe lelaki yang tebal muka. Setelah berbasa-basi untuk berpamitan, pria itu akhirnya pergi. Sebenarnya Hyun Soo memang tidak terlalu mengganggu, tetapi aku memang masih belum merasakan kenyamanan untuk berada di sekitarnya. Bagiku Hyun Soo masihlah orang baru, hanya menghabiskan waktu berdua di dalam ruangan membuatku tidak nyaman. Terlebih dia terlalu banyak bicara, sedangkan aku tidak. -o0o- Aku memang terbiasa untuk makan bersama Eomma, jika Eomma akan selalu makan siang di restoran bersamaku maka berbanding terbalik dengan makan malam. Aku selalu makan malam di rumah bersama Eomma. Tapi ketika aku pulang, aku menatap aneh ke arah Eomma yang terlihat sedang menyiapkan makan malam. Makanan malam ini terlalu banyak dari biasanya di mana hanya untuk kami berdua, tidak seperti biasanya. "Kenapa banyak sekali?" tanyaku dengan heran, Eomma justru tengah tersenyum bahagia. "Kita akan makan malam dengan calon menantu," jawab Eomma dengan tersenyum. "Jangan bilang jika Hyun Soo akan makan malam di sini!" tanyaku dengan sewot. "Tentu saja, memang siapa lagi calon menantu eomma." Aku memilih menghela nafas lalu naik untuk segera mandi. Aku tau jika Eomma pasti senang karena aku sudah mau dekat dengan seorang pria, tapi haruskah dia seantusias ini? Setelah selesai mandi, aku melihat Eomma yang sudah duduk di kursinya menungguku, sedangkan Hyun Soo masih belum terlihat. "Kenapa kamu tidak merapikan penampilanmu, Sayang?" tanya Eomma menatapku dengan heran. "Untuk apa? Aku juga biasanya seperti ini," jawabku dengan acuh. "Penampilan seorang wanita itu penting. Jangan sampai Hyun Soo menyesal sudah memilihmu." Aku ingin mengabaikan Eomma, tapi aku tau jika dia akan terus berbicara. "Yang ada justru aku yang menyesal karena memilihnya. Belum menjadi siapa-siapa tapi dia sudah merepotkan dengan meminta makan malam." Eomma lalu memukul lenganku dengan keras. "Sakit, Eomma!" Aku merengek karena pukulannya. "Kamu harus mulai berubah. Jadilah wanita yang anggun dan sopan. Eomma mungkin sudah terbiasa menghadapimu, tapi belum tentu orang lain juga bisa memahamimu. Lagi pula bukan Hyun Soo yang meminta, tapi Eomma yang mengundangnya," omel Eomma sedangkan kau hanya memutar bola mataku malas. "Lalu sekarang di mana dirinya? Ternyata dia memang selalu terlambat. Tidak menghargai waktu." Aku yang tak kalah kesal juga ikut mengomel. "Selamat malam." Aku dan Eomma dengan kompak menoleh ke belakang di mana Hyun Soo sudah berdiri di sana dengan Bibi Da Som. Penampilan Hyun Soo sangat berbeda ketika menggunakan pakaian santai seperti ini. Eomma tampak kembali antusias ketika melihat kehadiran Hyun Soo. "Hyun Soo, duduklah." Eomma meminta Hyun Soo untuk duduk di sampingku, tetapi aku memilih bungkam. "Maaf jika aku terlambat," ucap Hyun Soo sembari menundukkan kepalanya. "Tidak masalah, kami juga belum memulai," jawab Eomma sembari tertawa. Jika saat pertama kali bertemu dengan Hyun Soo pria itu mengajakku berbicara ketika sedang makan, kali ini hal itu tidak terjadi. Hyun Soo makan dengan diam, yang tanpa sadar membuatku tersenyum. Aku memang lebih suka pria rapi dan sopan. "Apa aku membuatmu terpesona?" Aku menoleh dan melihat Hyun Soo yang tengah tersenyum ke arahku. Bahkan makanan dia juga telah habis, apakah aku melamun selama itu? Bodoh sekali! "Kenapa aku harus terpesona padamu?" Aku jelas mengelak, aku tak ingin harga diriku jatuh di hadapan Hyun Soo. "Beberapa kali kamu melirik ke arahku, lalu sesekali tersenyum. Aku beranggapan jika kamu tengah terpesona padaku." Hyun Soo menjelaskan dengan sangat santai. Tidak taukan jika aku sangat malu! "Itu hanya perasanmu saja!" jawabku dengan ketus, aku melirik Eomma sekilas yang sedang menertawakanku. "Apakah kamu mau mengobrol denganku sebentar setelah makan?" tanya Hyun Soo yang aku jawab dengan anggukan tidak rela. Sebenarnya aku malas, tapi aku tidak ingin membuat Eomma kembali mengomel jika aku sampai menolak ajakan Hyun Soo. Sudah menjadi kebiasaanku jika aku akan membantu Eomma untuk membereskan meja makan, tapi kali ini Eomma menolak bantuanku. Dengan alasan jika aku harus segera berbincang dengan Hyun Soo. Sepertinya Eomma memang benar-benar mengharapkan jika Hyun Soo akan menjadi menantunya. Aku membawa Hyun Soo ke gazebo yang berada di halaman belakang. "Aku melihat, jika kamu tampak enggan bersamaku." Hyun Soo mulai membuka pembicaraan setelah kami saling diam. "Aku bukan enggan, aku hanya merasa tidak nyaman," jawabku jujur. "Apa aku bukan termasuk tipe idamanmu?" "Sejujurnya iya." "Lalu kenapa kamu mau memilihku?" Aku menoleh ke arah Hyun Soo, sekarang ini sosoknya nampak berbeda dari yang aku temui tadi siang. Kini dia tampak lebih serius dan dewasa. "Aku lelah menghadapi banyak pria yang Eomma pilihkan untukku. Tapi dari sekian banyak itu hanya kamu yang aku anggap lebih baik dari mereka semua." "Jadi kamu terpaksa?" Aku bisa melihat jika Hyun Soo nampak kecewa. "Tidak juga merasa terpaksa, aku hanya butuh beradaptasi denganmu. Aku bukan tipe orang yang mudah bergaul dengan orang yang baru. Butuh waktu yang cukup lama untuk aku mempercayai temanku, karena kejadian di masa lalu. Kini berlaku juga untukmu, aku melihat jika kamu tipe orang yang mudah bergaul dengan orang lain, sedangkan aku tidak." "Aku terus berusaha untuk membuatmu nyaman denganku, kamu sangat sedikit berbicara itu sebabnya aku banyak berbicara untuk mencairkan suasana karena sejujurnya aku juga bukan orang yang secerewet itu. Tapi kini aku sadar jika itu justru membuatmu tidak nyaman." Hyun Soo tersenyum yang entah kenapa membuatku juga ikut tersenyum. "Cukup menjadi dirimu sendiri," jawabku dengan tersenyum tulus. Aku tidak tau jika hal yang aku nilai sebagai pengganggu nyatanya dia tengah berjuang untukku. "Lalu apa lagi yang tidak kamu sukai dariku?" Aku menoleh ke arahnya lalu tersenyum. Aku tidak berniat untuk membuatnya merasa rendah diri, aku ingin membuat rasa percaya diri Hyun Soo kembali. Karena sejujurnya aku bukan merasa tidak cocok atau berniat menolaknya, aku hanya merasa tidak nyaman ketika dia terlihat banyak bicara dan bersikap tidak tanggung jawab seperti yang terjadi tadi siang di mana dia mengabaikan pekerjaanya hanya untuk menghabiskan waktunya bersamaku, yang nyatanya aku tidak menemaninya melainkan meninggalkannya berbicara sendirian. "Sejauh ini hanya itu," jawabku dengan jujur. Karena aku belum benar-benar mengenal Hyun Soo sehingga aku tidak bisa menilainya semudah itu. "Mengapa kamu tidak suka bersosialisasi dengan orang lain?" "Malas saja." "Aku ingin lebih mengenalmu, memahami dirimu  tapi jika kamu seperti ini bagaimana aku melakukannya?" Hyun Soo tertawa kecil yang membuatku menatapnya dengan aneh. "Kenapa kamu tertawa?" tanyaku bingung. "Aku hanya membayangkan tentang kita, kamu sosok yang pendiam sedangkan aku lebih banyak bicara, kamu suka kesunyian sedangkan aku suka keramaian. Pasti akan sangat menyenangkan jika kita dipersatukan." "Apakah semua mantan kekasihmu tipe wanita aktif yang banyak bicara?" tanyaku penasaran. "Iya. Karena keadaan berbanding terbalik saat ini, jika biasanya mereka yang mengejarku, tapi kini aku berbalik yang mengejarmu. Takdir Tuhan memang tidak ada yang tau." "Apa maksudnya?" tanyaku tidak mengerti. "Aku ingin memperjuangkanmu." "Apakah kamu tidak pernah memperjuangkan wanita sebelumnya?" Bukankah dia punya beberapa mantan kekasih? Apakah mungkin dari semuanya tidak ada satu orang pun yang dia perjuangkan? "Tidak." "Lalu kenapa kamu memilih berkencan dengan para mantan kekasihmu jika tidak ada yang kamu perjuangkan seorang pun dari mereka?" "Aku hanya menghargai perjuangan mereka untuk mendapatkanku. Makanya sekarang aku paham bagaimana rasanya berjuang.’’ Aku menatap Hyun Soo dengan aneh? Apakah dia seorang pemain wanita? "Jangan bilang jika kamu menjalin hubungan tanpa cinta?" tebakku dengan menatap Hyun Soo serius. "Tidak bisa dikatakan seperti itu, aku juga mencintai mantan kekasihku. Tetapi dia yang berjuang untukku. Aku sebenarnya sama sepertimu, aku acuh dalam hubungan. Tetapi mereka berusaha untuk mencairkanku. Karena rasa nyaman, secara perlahan aku juga mulai mencintai mereka." "Kamu memiliki banyak mantan kekasih?" Hyun Soo justru tersenyum menatapku. Apakah dia berpikir jika aku cemburu? "Tidak juga, tapi tidak sedikit sepertimu." "Lalu kenapa hubungan kalian berakhir?" "Kamu mulai ingin tau tentangku?" tanya Hyun Soo sembari terkekeh. "Bukankah ini yang kamu mau?" jawabku sembari memutar bola mata. "Mungkin kami memang belum berjodoh," jawab Hyun Soo dengan santai. "Lalu apa yang membuatmu ingin berjuang untukku? Padahal kamu menilai jika aku seolah tak tertarik padamu." "Aku sudah tertarik sejak dulu. Tapi kamu hanya belum tau." "Aku?" jawabku sembari menunjuk diriku sendiri. "Ya, kita pernah bertemu saat kecil. Kamu hanya tidak mengingatnya." "Kapan?" Aku mulai sedikit antusias untuk mengobrol dengan Hyun Soo. "Bukankah asyik jika ketika kita berbicara akan ada yang menjawabnya? Itulah percakapan." Aku menatap bingung ke arah Hyun Soo. "Apa maksudnya?" "Aku melihat antusiasmu jika kamu ingin tau, begitulah yang aku rasakan. Aku ingin tau tentangmu, tetapi kamu lebih banyak diam seolah tak ingin orang lain menjangkau lebih banyak tentangmu." "Aku akan mencoba," jawabku sembari menatap Hyun Soo dalam. "Baiklah, kita sepakat untuk mengenal lebih jauh." Aku melihat senyum Hyun Soo yang lebar, sejak aku pertama kali melihatnya, aku selalu nyaman dan senang saat melihatnya tersenyum. Apakah ini adalah tanda, jika sejak awal aku memang sudah tertarik dengannya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN