Tali yang mengikat tangan sudah tidak ada lagi. Alan juga meninggalkan kamar. Sebuah kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Sari pun menuju pintu dan mengikuti lorong yang ada di depannya. "Aku harus segeta lari." Meski aneh, karena pintu tidak dikunci tapi Sari tidak perduli. Dia berjalan sambil berpegang tembok. Beruntung lorong tidak gelap karena cahaya lampu. "Pasti Alan mengira aku tidak akan lari karena bersedia bekerja sama dengannya, " guman Sari. Langkah kakinya ia pacu untuk mencari jalan keluar dari bangunan yang ia sendiri tidak tahu apakah ada di bawah tanah atau di atas bukit. Yang pasti lorong ini tertutup. Dinding, dan atap sama - sama terbuat dari batu merah yang berbentuk melengkung dan tidak terlalu tinggi. 'Sabar Sayang, kamu harus kuat,' ucap Sari untuk mene

