IKYWT - 10

1085 Kata
"Believe me, she's so perfect." Zakato Oda berbisik riuh di telinga Rain selepas mereka tampil bagus di atas panggung. Masing-masing dari penampil hanya diberi waktu lima belas menit untuk tampil. Karena performance yang dikhususkan sebagai penarik acara akan diberi waktu lebih. Contohnya, Magna Latisha. Saat Latisha berganti pakaian di atas panggung dengan konsep sentuhan magic yang mengesankan, begitu pula dengan para penari pria yang rupanya berbadan kekar dan memiliki bisep luar biasa bagus, semua mata tertuju ke arah panggung. Latisha memang tidak terlalu sering atau mau jika dia bernyanyi di atas panggung penghargaan bergengsi. Kalau hanya sekadar diundang, dia akan datang dan duduk. Menikmati acara membosankan itu sampai selesai. Semua orang terkagum-kagum melihat penampilannya. Terlebih berita bocor Dispass yang mengatakan bahwa Magna Latisha hamil itu tidak benar. Agensi Latisha, Red Maroon Entertainment langsung memberi klarifikasi di situs resmi mereka. Bahwa pernyataan Dispass sama sekali tidak berdasar. Terutama hanya dari satu sumber yang tidak jelas asal-usulnya. "Now the saddest fear, comes creepin' in ..." Mata kelam Jerome beralih pada Lana yang duduk dengan muram di wajahnya. Gadis itu terlihat cemberut karena dia tampil setelah Latisha. Lalu, memperebutkan siapa Song Of The Year terbaik setelah Latisha mengeluarkan single Safe and Sound yang nangkring di tangga musik internasional nyaris selama empat bulan. Wow! "That you never loved me, or her, or anyone, or anything." Dan rupanya kabar yang berhembus kalau Magna Latisha tengah berbadan dua hanya isapan jempol belaka. Lihat saja. Dia masih mengenakan pakaian ketat dan sepatu tinggi di atas panggung. Masih menari dan berjalan kesana-kemari untuk menguaZaka panggung. Tidak ada tanda-tanda kebenaran tentang dirinya hamil muda. Jerome menghela napas. Abe Zaka menutup mulutnya sendiri saat high notes itu meluncur bebas. Dia sempat menjadi penggemar Latisha di kala dirinya masih menjadi bocah ingusan berusia sepuluh tahun. Lagu-lagu Latisha saat itu tentang anak-anak, sekolah dan teman. Serta beberapa kali iklan dan tawaran bermain dalam drama anak-anak juga sempat Latisha lakoni sebelum keluarganya menarik diri dari dunia hiburan untuk fokus pada pendidikan sang anak. "Trouble, trouble, trouble." Dan diiringi sorak tepuk tangan serta lautan lepas jeritan dari penggemar dibelakang sana menambah riuh. Latisha menarik napas, terengah-engah saat dia menurunkan mic bergambar ular miliknya dan tersenyum. Oda memberi siulan sebagai penyemangat. Bersama Rain yang bertepuk tangan dan melirik pada rekannya yang ikut bereaksi sama kecuali Hiroito Jerome yang sangat amat datar. *** Shimizu Tara berjalan menelusuri koridor rumah sakit saat dia ingin menghampiri Kairo di jam makan siang. Bersiap menyeret pria itu untuk ikut makan bersamanya. Area gedung tempatnya bekerja tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat Kairo. Karena semua karyawan di sana rata-rata penjilat kaki bos, Tara lebih baik merapat pada manusia macam Regan Kairo yang tidak berbobot, tapi lebih manusiawi. "Sudah aku bilang Tutankhammun, kau berdiam diri dulu di sini sampai perbannya aku lepas. Kau ini mengerti bahasa manusia atau tidak?" Tara mengangkat alis. Mengintip dari kamar inap bernomor sepuluh saat mendengar suara Kairo dari dalam. Pasien yang berlumuran perban itu hanya bisa mendesah. Dengan bantuan tali yang tersangkut pada tiang dan kepala ranjang, Tara asumsikan dia adalah pasien yang baru saja terlibat kecelakaan. Tulang kakinya patah bersama lengan. Pasien itu hanya mendelik. Dan Kairo dengan sabar membantunya untuk menggeser kakinya yang patah. Setelah mengusir perawat untuk pergi, dia baru mencelos masam pada pasien muda yang amat keras kepala ini. "Baru empat hari di rumah sakit, tingkahmu sudah seperti cacing kepanasan. Jangan sampai aku menyirammu dengan air suci yang telah didoakan agar kau tidak banyak bergerak!" "Aku tidak kesurupan." "Memang tidak. Tapi orang lain akan melihatnya begitu. Kau kesurupan penunggu pohon asem yang kau tabrak kemarin. Makanya kalau mengemudi pakai mata, jangan pakai mata batin." Cerocosnya bertubi-tubi. Membuat si pasien malang itu harus menelan ludah takut dan hanya mengangguk tegang. "Yasudah. Tidur lagi." Kairo menepuk bahunya. Dan meninggalkan kamar itu dengan delikan tajam. "Awas. Mataku mengawasimu, Aslan." "Singa?" Kairo mencecar Shimizu Tara hampir dengan kalimat u*****n saat dia melihat si pirang itu tersenyum jahil ke arahnya. "Aslan. Singa di Narnia." "Singa apaan? Lemah modelan seperti dia." Kairo berjalan menyusuri koridor. Ini jamnya dia untuk istirahat selama satu jam. Dia punya jam kosong sebelum kembali berkeliling. Dia bukan dokter spesialis, melainkan hanya dokter umum. Kairo masih malas mengejar sarjana lain untuk membuatnya menjadi dokter spesialis. Di dalam keluarga, dia memang paling lelet. Tapi tak apa. Dia tidak peduli. Kalau ditanya, balasannya sederhana; "yang penting aku sudah menjadi dokter. Memiliki lisensi dan gelar. Bukan dokter gadungan yang asal main terojos suntikan ke paha anak orang sembarangan." "Latisha tidak ikut bergabung?" Tara menggeleng setelah mereka sampai di kedai pasta seberang rumah sakit. Banyak dari kalangan pekerja rumah sakit menganggap Kairo dan Tara berkencan. Terlebih dokter tampan satu itu tidak terdengar punya kekasih karena mulut petasannya telah tercemar sampai ke seluruh penjuru rumah sakit. Tidak hanya petugas kebersihan, penunggu rumah sakit pun hapal kalau dokter satu ini memang bermulut bon cabe ekstra hot level tiga puluh. Sebelumnya, hanya level lima belas. Naik tingkatan menjadi tiga puluh. Dokter Kairo tidak ubahnya seperti macan hamil yang sekali sentuh, akan mencakar sampai mati. "Eey, lihat ini." Kairo menunjuk ponselnya pada Tara. "Lihat, si Sugus berwajah kecut semalam. Kenapa? Karena Latisha menjadi trending. Terakhir kali dia bernyanyi di Academy Music Awards adalah empat tahun lalu. Dan sekarang? Lagian bernyanyi di atas panggung cuma aa aaa aa. Ya, jelas penonton mengantuk semua. Mau seriosa suara zonk, halah. Semua yang ada di diri dia palsu." Bola mata itu bergulir bosan. "Dia sepertinya gondok mampus karena Latisha berhasil merebut perhatian semua penonton yang hadir." "Latisha bukan lawannya." Kairo menahan lidahnya yang julid sebentar setelah minuman dan roti panggangnya datang. "Latisha dan Sugus itu seperti dua dunia yang berbeda. Latisha adalah langit dan Sugus adalah amoeba yang hidup di dalam air tawar." Tara mendelik dengan tawa saat dia tanpa sengaja menendang kaki Kairo dan dibalas pria itu. Terus balas-membalas sampai dering ponselnya berbunyi nyaring dan Tara tersedak. "Heh, siapa yang meneleponmu, belut?" "Latisha." Tara menggeser facetime miliknya dan tersenyum lebar. Tahu kalau mereka sedang menghabiskan waktu makan siang bersama. "Here! Datang kesini. Cepat!" Latisha terkekeh di balik layar. Dia masih bermalas-malasan di atas tempat tidur dengan gaun tidurnya yang seksi. Membuat Kairo mengerutkan alis. "Latisha, sejak kapan memakai gaun tidur? Kau terbiasa memakai piyama kartun, kan?" Tara membelalak tak percaya. Baru sadar setelah Latisha memakai gaun tipis berwarna merah hati yang mencolok. "Sialan. Apa kau kepanasan semalam menonton Black Death manggung?" "Dude, itu seharusnya aku. Semalam mereka sangat keren dan aku belingsatan sendiri di atas sofaku." Tara menggeleng. Miris karena tidak membiarkan Latisha bicara dan malah mengoceh tidak jelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN