"Tipe Jerome seperti apa?"
"Lemah gemulai. Laki-laki setengah matang, mungkin? Yang kalau menjerit bukannya teriak Aaaa, tapi malah aaaw! Aduuuuh!"
Hiroito Tamara pucat. Begitu juga dengan kepala keluarga yang mendadak merah padam. Dan Asha yang mendesah, mendengar kekeh kecil dari putri cantiknya yang sudah berbaikan dengan sang kakak. Lalu menendang tulang kering suaminya di bawah meja karena baru saja berbicara aneh.
***
Academy Music Awards diadakan setiap dua tahun sekali di aula besar bernama Balai Melati. Mereka yang datang biasanya mendapat undangan secara khusus dari panitia penyelenggara. Begitu juga dengan wartawan yang meliput untuk bahan berita mereka di keesokan harinya. Berlomba-lomba mendapatkan gambar terbaik demi menarik perhatian penggemar dan pubik. Bisa saling menyikut hanya demi keuntungan dan mandi uang.
Termasuk juga penonton yang diberi tiket gratis melalui pendaftaran super sulit oleh panitia. Mereka datang dan duduk di kursi belakang, kursi tribun yang memang ditempatkan untuk penonton atau penggemar yang hadir guna melihat idola mereka di atas punggung dan mendapatkan piala atas menang penghargaan. Secara khusus disiapkan sebagai ramai atau riuh yang menambah kesan kalau gedung itu benar-benar diisi penuh oleh sekumpulan manusia yang berkerumun penuh aturan.
Jeritan histeris bergaung keras. Kala sekumpulan penggemar melihat idola mereka turun dari van, berjalan di karpet merah dengan setelan jas mahal dan tampil sempurna. Lain halnya saat mereka sudah ada di atas panggung. Pakaian dalam acara resmi-resmi ini mengundang perhatian penuh awak media dengan memberi gelar pakaian terbaik dan pakaian terburuk untuk trending majalah mereka besok pagi.
Zakato Oda melambai saat lautan jeritan itu menggema seperti ombak lepas di lautan. Senyumnya melebar. Terlebih saat dia dengan sengaja memamerkan tato baru berlambang salib di leher kanannya. Dia menyeringai, memamerkan senyum sekaligus wajah tampannya dan membuat semua orang beralih memuja, histeris karena melihat dirinya. Benar-benar tipikal penghancur hati perempuan.
"Aaaaak! Aaaak!"
Zaka tidak yakin ini teriakan atau suara burung gagak terjepit. Tapi yang jelas jeritan itu membuatnya tersenyum. Mendapat banyak cinta sekaligus ujaran kebencian membuat hidupnya yang abu-abu semakin terlihat balance.
Ikeda Rain melambai. Pada jajaran para gadis yang memegang kamera dan spanduk kecil-kecilan bertuliskan nama mereka. Tidak lupa memberikan kedipan mata saat kilatan kamera itu berusaha mendapat fokus terbaik untuk kenangan mereka malam ini.
Black Death menjadi performance malam ini. Mereka akan tampil kedua setelah pembuka. Dengan Oda yang naik ke atas panggung sebagai pembaca nominasi, tentu saja hal ini tidak akan dilewatkan para penggemar. Mereka berlomba-lomba memanggil nama pria itu, mencari perhatiannya dari balik kursi dan Oda akan melambai, memberi mereka senyum maut yang mematikan. Membunuh hati para gadis dan jantung yang berdebar tidak sehat. Jatuh pada pesona pria itu adalah yang terbaik.
Nyaris dua tahun Black Death sibuk menggelar konser tur mereka keliling dunia. Mampir di berbagai benua dan sempat singgah untuk liburan singkat sebelum kembali tampil di atas panggung.
Hiroito Jerome hanya mengangguk kecil. Saat presenter menyapa mereka di depan banner besar bertuliskan Academy Music Awards dalam cat emas. Bersamaan dengan lampu flash kamera wartawan menyapa wajah keempatnya untuk diabadikan.
Lonjakan signifikan jeritan penggemar juga kembali bergema kala Magna Latisha turun dari limusin yang membawanya datang untuk menghadiri acara akbar ini. Saat seseorang membantunya berjalan menaiki tangga melewati karpet merah dan dia tersenyum tipis menyapa para penggemar. Melambai dan terus berjalan sampai para anggota Black Death bergeser dan pergi masuk ke dalam aula.
"Gaunnya terlihat bagus," bisik Zaka pada Rain yang berjalan bersamanya. Tidak bisa menahan diri untuk tidak menatapnya lagi dan lagi. Benar-benar tampil sempurna dan mengagumkan.
"Kau belum melihat dandanan heboh Lana kalau begitu," kata Rain masam dan Zaka ikut mengangguk. Mengangkat bahu acuh saat dia mengejar langkah Jerome dan Oda yang lebih dulu masuk. Mencari dimana tempat duduk mereka dan menempatinya.
Oda membelalak tak percaya. Terlebih saat Magna Latisha berlalu masuk, menatapnya sekilas dan melempar senyum tipis. Hanya senyum sekedar formalitas dan terkesan basa-basi karena gadis itu duduk di sebelahnya.
"Latisha—uhuk, dia di sebelahku," bisik Oda pada Rain yang duduk di sisi kirinya.
"Ha?"
Mata biru itu menangkap jelas bagaimana sosok yang sedang mengobrol hangat dengan salah satu produser musik kenamaan. Maley Maleho.
Sedangkan Hiroito Jerome yang sejak tadi menatap panggung harus terusik dengan sikutan Zaka di perutnya. Pria itu melirik malas, dan mulai berbisik heboh layaknya ibu-ibu membeli sayur. "Sebelah Oda ada Latisha. Dia sedari tadi mencuri pandang terus-menerus. Apa ada keinginan menyeret Latisha untuk berkencan?"
"Lalu?"
"Yaudah. Hanya mau bicara itu saja," dan kembali meluruskan punggung.
Senyum Latisha mendadak lenyap tatkala matanya menatap permen Sugus lewat di depannya dengan angkuh. Dan dengan gaun berwarna silver aksen bulu-bulu domba Afrika yang mahal, dan sayangnya terlihat norak kalau Sulana Gusi yang memakainya membuat Latisha mendesis.
Oda yang melirik takut hanya bisa menahan napas. Latisha benar-benar menatap Sulana seperti hendak mengajaknya bergulat di atas lantai.
"Kau terlihat membencinya," ucap Oda tiba-tiba. Membuat mata hijau itu meliriknya dingin, dan Latisha berdeham kecil. "Pardon?"
"Kau membenci Lana, kan?"
"Tidak," balasnya datar. "Biasa saja. Apa kau melihatnya begitu? Aku membencinya?"
"Jujur itu baik meski menyakitkan," ujarnya lagi. Memberi nasihat dan Latisha kembali membuang muka. Seratus persen mengacuhkan vokalis tampan itu.
Rain menahan tawa. Membekap mulutnya sendiri saat Latisha menoleh, memilih untuk bersalaman dengan artis pendatang baru lain yang duduk di barisan belakang bangku mereka. Terkesan ramah dan sangat merendah meski dirinya sudah populer dan luar biasa terkenal.
"Sekedar basa-basi boleh saja, tapi lihat dulu siapa lawan bicaramu."
Saat semua tamu undangan yang didominasi artis senior dan pendatang baru sudah memenuhi tempat, pembawa acara baru masuk. Melangkah jalan ke tengah panggung dengan sapaan ramah. Memegang mic dan tampil sempurna. Diiringi tepuk tangan setelah salam pembuka dan perkenalan masing-masing host.
Lima menit dan penampil pertama sudah bersiap di belakang panggung. Juga para personil Black Death yang bersiap-siap hendak turun, dan Lana yang mulai berisik. Memberi semangat Hiroito Jerome yang menuruni tangga dan memainkan kalung salibnya selepas bebas dari barisan kursi.
"Semangat sayangku! Aku melihatmu dari sini!"
Latisha melihat bagaimana tawa itu meluncur dari ketiga personil Black Death yang terang-terangan meledek Hiroito Jerome. Dia dan Lana sudah lama bubar, tapi bagaimana gadis itu masih tergila-gila adalah hal konyol yang pernah ada. Lucu sekali. Mencari perhatian di tempat umum.