Sepertinya pertanyaan sederhana yang bisa dijawab dengan satu kali tarikan napas tak berlaku bagi Amar. Pertanyaan mudah itu tak ubahnya pertanyaan dari seorang guru matematika yang menanyakan rumus aljabar. Dia memilih kembali mengatupkan kembali bibirnya setelah sebelumnya kulihat dia hendak membuka mulutnya. Lelaki itu kembali menundukkan wajahnya- berfokus pada kelinci sembelihannya. Sikap Amar membuat sensor seorang wanita untuk menjadi detektif dadakan kembali aktif. Seperti mengumpulkan serpihan fazel, aku menyusun segala kemungkinan yang ada. Praduga pertama mengatakan bahwa dia mengalami kebangkrutan, tapi sepertinya si hitam dalam otakku tak membiarkan pikiran baik muncul dari otakku. “Dia pemain perempuan. Wajar jika usahanya habis. Pasti wanita itu sudah berhasil memoroti Ama

