Inginku melukis cerita indah
Lalu dijalin dalam bingkai penuh kisah
Engganku membuat hati menjadi resah
Anganku membawa janji tapi kugasah
Namun akhir semuanya terlihat absah
Agar semua ini tak mencipta Rasa
.
Frasa dalam lingkung sunyi
Aminkan rasa dalam alunan nyanyi
Jangan pergi lalu bersembunyi
Ajarkan saja dunia tentang makna tersembunyi
Rasakan sajaknya hingga dia kembali berbunyi
.
***
Kembali ke masa lalu, bayangan dalam Empat belas tahun kebelakang.
*Flash Back On*
"Cyra, kau tahu ... aku menyukai laki-laki itu, dia sangat tampan ... tapi dia sangat jauh untuk digapai." Ucapnya dengan nada riang menghampiri Cyra yang masih malas-malasan ada diatas tempat tidurnya padahal matahari sudah tinggi menggantung di langit.
"Kalau terlalu tinggi untuk digapai kenapa juga kau harus menyukainya, sadarkan dirimu Ileana!" ucapnya parau karena semalam habis begadang menyelesaikan tugas sekolahnya.
"Dia seorang anak dari keluarga kaya raya, dan ... dia benar-benar membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama dan yang pasti dia jauh lebih tampan dari Aaron Carter!" Ucapnya pada Cyra dengan manik mata yang berbinar dan Cyra paham sekali kalau sudah seperti jelas dia benar-benar menginginkannya.
"Dia bukan barang, Kau tak bisa membelinya." Sahut Cyra masih dengan malas-malasan.
"Jelas saja aku tak bisa membelinya, kau tahu kenapa? Karena dia adalah orang yang kaya raya dia terlahir dengan sendok emas untuk menyuapinya makan, orang seperti kita hanya bisa mengaguminya saja, tapi apa kau tahu? dia benar-benar seperti seorang malaikat. Sangat tampan dan ... ah aku tak bisa lagi membayangkannya." Dia berkata dengan sangat antusias, tangannya dikatupkan didepan d**a sambil membayangkan laki-laki itu.
"Halaaah... udah berhenti ngayalnya. Urusin sekolah dulu biar Ibu sama Bapak gak kecewa sama kita." Ucapnya lagi.
"Sombong banget kamu mentang jawara kelas." dia berkata lalu mencoret-coret sesuatu di sebuah kertas yang kemudian dilempar di kotak sampah.
"Na, Kamu pernah bayangin gak kalo kita lahir dari keluarga kaya raya, pasti kita sekarang gak capek mikirin berapa biaya untuk masuk sekolah bagus." Cyra membuka kesunyian diantara khusuknya mereka dengan kegiatan masing-masing.
"Ehm ... yang pasti kita akan sibuk dengan dunia bisnis, seperti yang laki-laki itu pikirkan dan ... lagian hidup itu pasti ada masalah masing-masing Ra." Jawabnya dengan santai lalu Cyra memajukan bibirnya mendengar jawaban masuk akal dari Ileana.
"Tapi Na, siapa anak laki-laki yang kau maksud? Anak pengusaha timah yang mana?" lagi Cyra bertanya penasaran.
"Ehm ..." Sejenak dia tampak berpikir, "sepertinya dia bukan asli orang sini hanya saja keluarganya kaya raya, Nenek biasanya kerja disana kalau keluarga mereka sedang liburan kemari. Aku pertama kali melihatnya waktu diajak Nenek kesana, dia tampan sekali apalagi saat membaca buku di balkon kamarnya." Ileana berkata dengan mata berbinar penuh kekaguman.
"Sebentar ... coba uraikan dulu perlahan. Nenek bekerja disana? Oh ... anak pengusaha Timah dan yang punya hotel-hotel itu? Pak Saki Santosa?" Tanya Cyra lagi.
Jelas saja yang kaya akan sangat terpandang ditempat ini dan terkenal. Saki Santosa adalah salah satu jajaran orang kaya raya daerah ini dan anaknya semua bersekolah diluar negeri, sekarang, anak-anaknya tak menetap disini, melainkan di ibu kota negara dan luar negeri. Sejak kematian Saki Santosa mereka bahkan lebih jarang mengunjunjungi tempat ini. Hanya untuk berlibur sejenak dan menikmati suasana lingkungan asri yang jarang ditemui di kota yang padat.
"Ah ... benar! Mungkin dia adalah malaikat yang turun ke bumi tanpa dibekali sayap." Ileana berkata kembali dengan penuh semangat.
"Jangan berlebihan! Dia pasti sudah punya pacar, orang kaya itu biasanya dijodohkan dengan sesama mereka." Cyra tersenyum saat melihat perubahan raut wajah Ileana.
"Iya juga sih, Aku tak berharap banyak, tapi apa kau tahu?" dia berbalik dari kursi itu dan mendekati Cyra yang santai sekali berada diatas tempat tidur.
Cyra menggeleng.
"Dia pindah sementara kemari, katanya selama satu tahun dia akan tinggal disini. Artinya kemungkinan aku ada harapan untuk bisa mendekatinya." Ucapnya lagi.
"Dasar mengkhayal saja kerjaanmu! Udah balik belajar saja. Besok sekolah udah masuk." Cyra memukul perlahan lengan Ileana.
*Flash Back Off*
Pemikiran yang datang secara tiba-tiba inilah yang akhirnya mengurungkan niat Cyra untuk terbang keluar pulau ini. Dia merasa hal dari masa lalu perlu diluruskan dan pastinya harus diselesaikan. Setelah jernih berpikir beberapa saat dia baru menyadari hal yang terlewatkan sejak kehadiran Varen yang mengusik ketenangan hidupnya.
Laut memang tempat dirinya meluapkan segala keluh kesah dan membuang rasa kesal dalam d**a, namun sepertinya takdir benar membawanya pada laki-laki itu. Varen Alsaki, mungkin dia adalah anak laki-laki yang dulu sempat mereka bicarakan. Begitu berbinar ileana menceritakan tentang laki-laki yang tak pernah diberitahu label namanya. Sekarang Cyra ada digaris takdir yang mempertemukan mereka.
***
Cyra berada di sebuah kamar mewah resort ini. Disana sudah ada Varen yang duduk berhadapan dengannya. Cyra hanya memandang lekat ke arah laki-laki itu, tatapan dingin ini membuat Varen untuk sekejap teringat akan sesuatu, tapi entah yang dia juga tak mengetahuinya.
“Kenapa?” Tanya Varen karena risi mendapatkan perlakuan dari Cyra.
Wanita ini hanya menggeleng perlahan lalu membuang pandang, melihat ke luar kaca yang diseberangnya sudah ada pemandangan laut lepas.
“Tunggu sebentar lagi, nanti mereka akan membawakan kesepakatannya.” Varen berkata dengan tidak santai.
“Kau … apa kau pernah tinggal di pulau ini untuk waktu yang lama?” Pertanyaan tiba-tiba dari Cyra membuat Varen terhenyak lalu mengawasi lekat wajah Cyra yang masih terlihat sembab.
“Kenapa juga kau harus tahu urusanku?” Varen menyembunyikan sesuatu dari pernyataannya barusan.
“Kau apa kau ada hubungan dengan dengan Saki Santosa?” Benar kali in pertanyaan ini membuat Varen beranjak mendekati Cyra.
“Katakan darimana kau mengetahui nama itu.” Varen berkata dingin sambil menatap lekat Cyra dan hal ini menghalangi Cyra untuk melihat ke arah luar.
Untuk sesaat laki-laki ini membuatnya gugup, dia terlihat sangat tampan sekali, mungkin benar dia adalah orang yang dimaksud, laki-laki tampan itu, seseorang yang dikagumi tapi terlalu mustahil untuk dimiliki oleh Ileana.
TOK …
TOK …
TOK …
Suara ketukan membuyarkan kesunyian seram diantara mereka, tanpa mendengar aba-aba masuk pintu tetap terbuka, seakan memberi tanda bahwa orang itu akan segera masuk.
“Cyra … ternyata benar kau tak jadi pergi.” Suara itu yang dikenal oleh Cyra, dia langsung melihat kearahnya.
“Ah … si Guardian dan si …” Cyra lalu menunjuk ke arah Varen dengan tatapan penuh arti, “Devil,” sambung Cyra lagi.
“Apa kau bilang?!” Varen merasa sangat kesal sekali mendengar kata terakhir yang diucapkan wanita ini.
“Sudahlah Varen, kau sudah dikenalnya dengan sebutan devil, kenapa juga kau mau marah.” Farras lalu duduk di sofa itu dengan santainya, dia tak peduli dengan apa saja yang baru menimpa dirinya dan Varen.
“Kenapa kau masih ada disini?!” Varen makin kesal karena Farras tak lari saja dari pandangannya.
“Tenang, aku sudah mengobati luka ini, aku tak mungkin melaporkan kakakku ke polisi atas tuduhan penganiayaan.” jawabnya lagi kemudian melihat ke arah Cyra dengan senyuman lebar, sedangkan Cyra berusaha untuk mengerti situasi ini.
“Cyra, kau kemari untuk membersihkan namamu, kan?” Farras menebaknya, Cyra tak menjawab.
“Kau diam artinya benar!” Ucapnya lagi.
“Sudah kau tak perlu ikut campur! Cepat keluar dari tempat ini atau kau …”
“Atau kau harus menghajarku lagi?” Ucapnya seolah menantang.
“Kau benar-benar keterlaluan! Pergi dari sini sekarang juga!” Varen berkata dengan suara yang mulai meninggi dan membuat Cyra terhentak karena melihat laki-laki ini yang begitu tak santai menghadapi saudaranya sendiri.
“Baiklah, tapi kau harus tahu wanita ini tak mencontek milik si Rany mu itu, atau jangan-jangan …”
Varen segera bergegas ke arah Farras, tapi Cyra segera menghalanginya sehingga badan besar itu membuat badan Cyra yang ramping ini terjatuh.
“CYRA!” Mereka berdua terkejut dengan keadaan Cyra yang saat ini terjembab ke lantai.
“Aku tak tahu apa sebenarnya masalah kalian berdua, tapi setidaknya kalian bisa menahan diri didepan orang luar! Apa keluarga orang kaya memang selalu bertengkar dan tak ada kedamaian?” Varen dengan cepat menghampiri Cyra dan membantunya berdiri, tapi tanganya segera ditepis oleh Cyra, dia berdiri dengan tenaganya sendiri.
“Aku sedang membuat kesepakatan dengan laki-laki ini, membuktikan kalau aku tak menjiplak karya siapapun, dan kau apa kau mau membantuku mendapatkan buktinya?” Tanya Cyra dengan tersenyum pada Farras dan laki-laki ini mengamininya.
“Yaaaa … karena aku memang harus melakukan hal itu, agar kakakku ini tahu kalau …” Dia menghentikan ucapannya saat melihat wajah Varen yang memerah dan matanya sangat tajam seolah ingin mencabik-cabik dirinya sekarang juga.
“Okay, tak perlu, biar aku membuktikannya sendiri. Namun sebelumnya, kau harus memenuhi permintaanku ini.” Cyra berkata dengan jelas lalu melihat ke arah Varen dan mendekatinya hingga dia merasakan nafas Varen yang iramanya tak beraturan, mungkin karena dia menahan rasa marahnya pada laki-laki bernama Farras ini.
“Katakan saja, kalau masuk akal akan aku penuhi.” ucapnya dengan suara rendah.
“Pertemukan aku dengan wanita yang bernama Rany sekarang juga.” Ucap Cyra.
Lalu tak lama setelah itu, Farras terkekeh.
“Dia tak akan pernah mau mempertemukanmu dengan wanita yang bernama Rany Arago itu, karena dia sudah mati! Dan laki-laki ini dengan bodohnya masih mencintai wanita yang sudah mati, padahal wanita itu penuh dengan banyak kebohongan!” Ucap Farras terdengar jelas ditelinga Cyra, sembari otaknya mencerna ucapan Farras ini, Varen yang tak bisa menahan amaranya ini akhirnya kembali menghajar laki-laki ini tanpa ampun, Farras dia tak melawan sediktpun, Cyra yang melihat hal ini terjadi didepan matanya, akhirnya memeluk Varen dengan sekuat tenaganya agar kekerasan itu segera terhenti.
“Berhenti Varen!” Teriak Cyra, namun sayangnya Varen tak menghiraukan hal itu, dengan kekuatan yang masih sangat besar itu dia terus menghajar Farras sampai akhirnya tubuh Cyra terpental mengenai kaki meja, dan membuat Vas bunga di atas meja bergoyang kemudian terjatuh menimpa kepala Cyra dan berguling ke lantai kemudian pecah!
“PRAAANGGGG!!” Suara ini yang kemudian menyadarkan Varen, dia kemudian melihat sumber suara dan Cyra sudah terguling disana sambil meringis memegang keningnya yang sepertinya terkena benturan.
“Cyra!” Farras langsung mendorong tubuh Varen dengan kuat lalu berlari mendekati Cyra.
“Cyra Kau tidak apa-apa?” Tanya Farras langsung membantu Cyra untuk duduk.
“Apa kau bilang?!” Cyra berkata dengan nada suara yang mulai meninggi.
“Maaf …” Ucap Farras pada wanita itu lalu dia ingin membantunya berdiri, tapi sama seperti yang dia lakukan pada Varen tadi, dia menepis tangan laki-laki itu dan memegang dahinya yang ternyata mengeluarkan darah, mungkin terkena vas bunga itu, dan lengan kirinya berdarah karena pecahan vas bunga yang mengenainya.
“Tak perlu minta maaf.” Cyra berkata kesal lalu berdiri dengan kekuatannya sendiri, sedangkan Varen dia masih terpaku disana, menatap Cyra dan merasa bersalah karena sepertinya dia yang sudah mendorong wanita itu sampai akhirnya dia mendapatkan luka di keningnya.
“Sekarang, kalau kalian ingin baku hantam silakan saja, tunggu sebentar.” Cyra lalu berjalan ke arah dapur tempat ini dimana tak jauh dari mereka berada, disana dia mengambil dua buah pisau.
“Ini kau pegang!” Dia mengambil tangan Varen yang masih terperangah dengan apa yang barusan saja dia saksikan terhadap wanita itu, lalu Cyra kembali berjalan mendekati Farras kemudian memberikan pisau satunya pada laki-laki itu.
Sambil melipat tangan didepan dadanya, Cyra memandang kedua laki-laki ini secara bergantian.
“Sudah ada alatnya untuk saling baku hantam, sekarang silakan lakukan dan aku akan menjadi jurinya! Tak akan selesai kalau tak ada yang mati!” Ucap Cyra sinis.
“Cyra jangan berlebihan ini karena kami sudah …” kali ini Varen mulai angkat bicara, dan saat itu entah kenapa Cyra melihat ada hal lain dari mata Varen yang disembunyikannya dengan sangat rapat.
“Sudah … aku tak tahu dengan urusan pribadi kalian berdua dan aku juga tak mau tahu, sekarang kau yang berurusan denganku,” tunjuk Cyra pada Varen, lalu kemudian dia melihat ke arah Farras, “dan aku saat ini belum ada urusan denganmu.” Ucapnya pada Farras.
“Aku harus membuat masalah ini jadi jelas! Kau … Varen, aku akan membuat kesepakatan denganmu, syaratnya seperti yang kukatakan tadi, tapi sepertinya kau tak bisa membuatnya menjadi nyata karena wanita itu sudah tak bisa lagi ditemui.” Cyra kemudian menarik nafas panjangnya.
“Tapi bukan berarti kau mau menggagalkan kesepatakan kita kan?” Varen langsung menyela saat Cyra mulai kembali berpikir tentang sesuatu.
“Tidak, artinya aku harus berjuang sendiri, dan aku baru tahu kalau Rany adalah wanita yang kau cintai. Boleh juga bisa setia, boleh kutanya sudah berapa lama dia …”
“Tak ada kaitannya dengan semua ini, kau … “ Varen mulai kembali terlihat kesal.
Farras mengamati pergerakan Varen, apalagi kali ini sangat riskan dengan pisau yang masih dia pegang dengan sangat erat.
“Baiklah, aku tak akan mengungkit itu, tapi kau harus tahu Varen, aku mengetahui semua makna dibalik sajak-sajak itu, saat aku membuatnya aku bisa merasakan setiap kata yang aku tulis.” Ucap Cyra lagi.
“Terserah, yang terpenting kau buktikan saja." Lalu Varen berjalan ke arah dapur dan meletakkan pisaunya.
Cyra melihat Farras yang memerhatikan kakaknya.
"Kau ... bukankah kau tak ada kepentingan disini?" Cyra berkata pada Farras.
"Baiklah aku akan pergi dan jika kau perlu bantuan bisa menghubungiku." Ucapnya ramah lalu segera berjalan ke arah pintu keluar.
"Jangan lupa obati lebammu itu." Pesan Cyra sebelum Farras melangkahkan kakinya keluar.
"Tidak bisakah kau saja yang membantuku mengobatinya?" Goda Farras pada Cyra.
"Aku bukan dokter, bukan perawat dan juga bukan asistenmu." Tolak Cyra.
"Kalau kau menjadi pacarku apa kau mau?" Farras bertanya langsung pada Cyra.
"Jangan gila! Ini bukan kisah romance!" Umpat Cyra lalu Farras tertawa dan menutup pintu dari luar.
"Dua penulis yang songong!" Ucapan Varen barusan membuat senyum diwajahnya langsung menghilang dan berganti dengan kerenyitan dahinya.
"Penulis?" Ulang Cyra.
"Yah ... dia itu Alkhilendra, yang jiplak sajaknya kamu, wajar sih dia berempati padamu karena kalian sama-sama menjiplak!" Ucap Varen terdengar sinis.
"Sudah kukatakan aku tak menjiplak Varen!" Kesal sekali Cyra saat ini.
"Lalu apa sebutan yang lebih elegan? Plagiator?" Senyum miring meremehkan itu benar membuat Cyra ingin memukulnya.
"Aku Mencintamu! Sajak terakhir yang membuat heboh itu adalah sajak yang kubuat atas permintaan kakakku untuk keturunan keluarga Saki Santosa." Ucapan Cyra ini membuat Varen yang tadinya menuangkan air minum ke dalam gelasnya terhenti.
"Apa kau bilang?!" Ucapnya lagi.
"Kau harus dengar baik-baik. Itu adalah sajak yang diminta kakakku untuk seseorang yang sepertinya mustahil untuk dia dapatkan." Ulang Cyra lagi.
"Rany apa dia kakakmu?" Kali ini Varen mendekati Cyra dengan wajah yang penuh dengan tanda tanya.
"Aku bahkan tak tahu siapa Rany, karena itu aku ingin bertanya siapa Rany sebenarnya?" Pandangan Cyra yang menatap lurus ke mata Varen ini mencari jawaban.
"Dia wanita yang aku cintai dan itu masih sampai detik ini." Tegasnya.
"Kakakku sudah meninggal saat menyelamatkanku setelah kematian Ayah dan Ibu." Ungkapnya lagi. Entah kenapa Cyra memang sangat ingin bercerita tentang ini.
"Tidak mungkin." Varen mulai menyangkal banyak kemungkinan yang ada dalam kepalanya sekarang.
"Yaaah ... sajak itu judulnya aku Mencintamu, ada dalam dua belas baris dengan dua alenia. Tiap awal kalimatnya melambangkan judulnya ..."
"Apa kau punya gambar kakakmu?" Potongnya cepat.
"Rumah kami mengalami kebakaran besar tak menyisakan satu gambarpun, aku hanya memeluk tulisanku saat melihat apinya menjilat habis seluruh rumah dan dia juga mengambil kakakku. Aku kehilangan Ayah, Ibu, Saudara dan tempat tinggal. Aku dan Nenek akhirnya untuk beberapa waktu hidup dari rasa empati orang lain. Kau tahu rasanya bagaimana Varen? Kurasa kau tak akan pernah mengalaminya, karena sejak kecil mulutmu selalu disuap oleh sendok emas." Jawabnya cepat, entahlah rasa kembali kebelakang saat ini membuat Cyra merasakan kesakitan yang luar biasa dahsyatnya, setelah kehilangan orang-orang yang dicintai dalam waktu yang nyaris bersamaan.
"Aku tak perlu ceritamu. Jangan coba-coba menarik rasa simpatiku. Kau salah orang." Varen berkata dengan tatapan tajamnya itu.
"Aku mencintamu, sajak itu aku yang membuatnya, dia menyukai cerita tapi aku menyukai sajak. Ileana Ghania Eshal dan dia sering menyatakan dirinya dengan nama Ileana Fajar, dia menyukai warna jingga tapi bukan jingga disore hari, dia sangat menyukai melihat matahari terbit karena baginya setelah kegelapan akan datang sebuah cahaya baru. Dia Ileana adalah Saudaraku. Namanya kupakai karena aku merindukan kehangatan seorang saudara." Cyra berkata dengan sedikit menunduk mencoba untuk menahan kesedihannya.
"Sudah kukatakan jangan menarik simpatiku karena itu tak akan pernah bisa berhasil." Varen berkata dengan dingin.
Cyra lalu tersenyum getir, kemudian tangannya memegang dahi yang tadi sempat berdarah tapi untungnya darahnya tak banyak keluar.
"Ya ... aku tak akan menarik simpatimu." Cyra berkata seperti seseorang yang sedang berputus asa, lalu berjalan dan mengambil sesuatu didalam tasnya.
"Ini kau baca saja! Semua itu adalah sesuatu yang kutulis dulu! Kita lihat saja siapa yang mencontek siapa." Cyra melempar buku itu pada Varen dan laki-laki ini sedikit terkejut.
Kemudian dia membuka halaman pertama puisi itu berjudul Ileana Fajar sajak indah dan ... tulisan itu sepertinya dia sudah membacanya. Merasa ada hal ganjil dia lalu masuk ke dalam kamarnya dengan membawa buku itu.
Varen terlihat buru-buru mencari buku jurnal milik Rany yang baru saja dikembalikan oleh Malken padanya sebelum dia dan Cyra kembali jalan ketempat ini.
"Ah ... ini dia." Varen bermonolog lalu dengan jantung yang memompa cepat dia membuka buku jurnal itu.
Benar! Dia menemukan sajak yang sama persis dengan judul Bertahan tertulis disana.
"Apa arti dari judul ini?" Varen segera keluar menemui Cyra yang saat ini sedang memandang lepas ke arah laut dari kaca besar yang ada diresort ini, dia kemudian membalikkan badannya dan menatap Varen penuh dengan kemenangan.
"Ileana Fajar, seperti yang kukatakan sebelumnya. Aku membuat itu karena dia meminta padaku kalau dia ingin namanya dijadikan sajak dengan perasaan bagaimana cara dia bertahan untuk tak berharap mendapatkan seseorang yang dia kagumi." Pernyataan Cyra barusan membuat desir darah ditubuh Varen makin deras dan menciptakan kebimbangan serta kebingungan disana.
"Dulu aku suka menulis dengan awalan huruf yang merangkai nama seseorang, karenanya-lah dia memintaku untuk membuatkannya dan entah kenapa aku sangat yakin, laki-laki yang sering dia bicarakan padaku adalah kau. Bukan begitu Tuan Varen Alsaki? Kau adalah garis keturunan dari Saki Santosa kan?"
Seketika itu juga keringat dingin keluar dari tubuh Varen.
***