Legenda yang hidup

1781 Kata
Jika kau bertanya apa arti hidup pada ku, maka jadi yang ter kuat adalah jawabannya. Namaku adalah Varen asthopelle, anak tunggal dari keluarga bangsawan asthopelle. Mungkin dulunya aku adalah bangsawan namun itu berubah setelah Raja naga legendaris yang bernama Tiamat menyerang seluruh daerah kerajaan Royaley. Hampir semua penduduk tewas karena invasi dari naga itu yang dimana terjadi saat festival memperingati hari lahirnya Sang pahlawan dalam legenda. Rumah-rumah penduduk berubah menjadi abu dikarenakan semburan api biru yang di keluarkan oleh naga itu, prajurit, penyihir bahkan orang yang di akui sebagai petualang terhebat saat itu tak dapat di bandingkan dengan naga tersebut. Aku bisa selamat karena pada saat itu aku sedang berlatih di bukit yang agak jauh dari kerajaan, dari kejauhan aku melihat kobaran api yang melahap seluruh daerah kerajaan. Api biru membumbung tinggi yang bahkan panasnya dapat membakar pohon yang berjarak seratus meter dari api itu. “Apa-apaan api biru itu, bahkan panasnya terasa sampai kesini” ucap ku sambil berlindung di balik batu besar yang ada di bukit. “Tidaak... ayah.... ibu, mereka masih berada di dalam rumah” Aku mengkhawatirkan keluargaku yang masih ada di dalam rumah, aku bertanya-tanya bagaimana kondisi mereka saat ini, aku berharap mereka selamat karena aku tak bisa berbuat apa-apa saat ini. Masuk ke dalam kobaran api itu adalah tindakan yang gila, jangankan masuk mendekatinya saja aku akan terbakar sama dengan pohon-pohon itu. Yang kulakukan hanyalah menunggu dan berdoa supaya mereka selamat. Bahkan saat malam hari api itu belum saja padam meskipun naga yang menyerang kerajaan telah pergi dari sana, api itu baru padam di keesokan harinya. Aku mulai berlari dari bukit menuju ke kerajaan Royaley, gerbang kerjaan Royaley yang terbuat dari mitrhil terlihat meleleh karena tak kuasa menahan panas dari api tersebut, “Ibuuuuuu........ Ayaaaaaaaahh” aku berteriak ketika sampai di rumah ku yang sudah hancur hampir tak tersisa. Aku menangis se jadi-jadinya di sana karena tak percaya dengan apa yang kualami bahkan di usia ku yang belum genap sepuluh tahun. (Huaaaaa) Saat masih dalam keadaan menangis perasaan aneh mulai muncul dari lubuk hatiku. Keputusasan, kebencian, kepedihan, kemarahan, kesalahan dan kesedihan, semua perasaan itu bercampur aduk di dalam diri ku. Pada saat di kuasai semua perasaan itu tangan ku terasa panas sekali bahkan lebih panas dari hawa api biru yang aku rasakan di bukit waktu itu. Tanganku tiba-tiba mengeluarkan api hitam pekat yang serasa membakar bahkan hanya untuk dilihat. “Aaarrggh..... api apa ini, padamlah” ujar ku sambil mengibas-ngibaskan tangan. Sesaat setelah aku berkata api hitam itu mulai padam dan diri ku mulai tenang kembali, aku melihat sekitar hanya ada beberapa orang yang mungkin selamat dari kejadian itu, mereka saat ini sama keadaannya dengan ku, menangisi keluarga yang sudah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Aku kehilangan tempat tinggal, kehilangan keluarga, yang tersisa hanyalah sebuah pedang yang biasa aku gunakan untuk berlatih. Aku meninggalkan kerajaan dan pergi berkelana tanpa tujuan dengan rasa putus asa yang menumpuk di pundak ku. Setelah beberapa hari berjalan tanpa tujuan, pandangan ku mulai kabur, perut ku kelaparan dari beberapa hari yang lalu masih tak terisi sampai sekarang. Aku roboh di tengah hutan dalam gunung yang aku tak pernah aku masuki sebelumnya, aku samar-samar melihat seseorang pria berlari ke arah ku di tengah kesadaran ku yang masih sedikit tersisa. “Hey nak.... kau baik-baik saja” itu ucapannya yang terakhir aku dengar sampai akhirnya aku pingsan. (Ctak... tak.. tak... cshhhh) bunyi orang memasak Langit-langit dan dindingnya yang keseluruhannya terbuat dari kayu, itulah hal pertama yang aku lihat setelah membuka mata. “Ughh.... dimana ini?” tanyaku sambil memegangi kepalaku yang masih pusing. Seorang pria menghampiri ku sambil membawa nampan yang di atasnya ada mangkuk dan gelas. “Akhirnya kau sadar bocah, kau pingsan hampir dua hari dari saat aku menemukanmu” jawabnya dan duduk di samping ku. Pria itu mungkin berumur sama seperti ayah ku, dengan rambut hitam yang terlihat ada sedikit uban dan jenggotnya yang membuat dia terlihat sangat bijaksana. Tubuhnya sangat tinggi mungkin hampir dua meter dengan otot-otot yang kekar terlihat berteriak di baju yang di pakai. “Siapa dan dari mana kau berasal bocah?” “A-aku tidak saya bernama Varen Asthopelle, dari kerajaan Royaley” ucap ku berusaha bersikap sopan dan mulai makan bubur yang beliau berikan. “Hmm... Asthopelle??? Royaley???” dia berkata dengan setengah berteriak aambil memegangi ku. “I-iya Tuan” aku agak gugup menjawabnya karena kaget. “Kau adalah keturunan ku, bocah” ucapnya setelah melepaskan pegangannya pada ku. “Astaga aku sudah lama tidak mendengar tentang kerajaan itu,, bagaimana keadaan disana sekarang” tambahnya sambil mengepalkan tangannya dengan penuh antusias. “Kerajaan itu sekarang sudah musnah setelah penyerangan yang di lakukan Raja naga Tiamat” ucap ku sambil menundukkan kepala. “Begitukah” dia melepaskan kepalan tangannya dan memperlihatkan wajah yang sedikit sedih. “Anoo... Tuan kenapa bilang kalau saya adalah keturunan tuan” tanya ku karena heran. Dia menunjukkan sedikit senyumannya dan berkata “Namaku adalah Dragonar Asthopelle, aku adalah pahlawan yang kalian puja-puja dan aku adalah asal mula dari keluarga Asthopelle” “Jangan bercanda tuan, Pahlawan Dragonar sudah menghilang sejak pertempurannya melawan malaikat jatuh” jawab ku dengan tenang sambil memakan bubur yang beliau berikan. “Dan juga beliau sudah berumur hampir 1000 tahun, sedangkan Tuan mungkin seumuran dengan ayah ku” tambah ku. “Kau benar bocah, aku sudah berumur hampir seribu tahun, aku bisa membuktikan padamu bahwa aku adalah pahlawan Dragonar” (Blaaaaar) Dia mengeluarkan api hitam pekat yang sama dengan aku keluarkan pada saat aku di kerajaan Royaley. Aku jadi ingat kembali pada legenda dahulu bahwa api hitam pekat ini adalah api yang tak bisa padam dan hanya bisa di padamkan oleh dua cara, yaitu kehendak sang pemilik api hitam itu dan pemilik api hitam itu mati. Konon katanya hanya pahlawan Dragonar Astopelle saja yang dapat menguasainya. “Api itu... sama seperti yang aku keluarkan waktu itu, jadi anda benar-benar pahlawan Dragonar” aku berkata sambil menangis “Mengapa anda tak menyelamatkan kami waktu itu, jika saja anda mengalahkan naga itu maka orang tua ku tak akan” aku tak kuasa menahan tangis sehingga tak bisa melanjutkan kata-kata ku. “Tenanglah bocah, bahkan jika aku ada disana tak akan ada yang berubah” jawabnya sambil duduk dan menundukkan wajah. “Kenapa?? “ sambil mengusap air mata aku bertanya. “Hmmm.... sebenarnya aku kehilangan sebagian besar kekuatan ku saat mengalahkan Lucifer dulu, aku mengasingkan diri di gunung terkutuk ini karena hanya disini aku bisa merawat luka yang ku peroleh dari pertempuran ku dengan Lucifer” ucapnya sambil menunjukkan luka yang cukup besar di bagian ulu hati. “Bahkan aku tak bisa hidup lebih lama lagi, mungkin aku tak bertahan selama 5 tahun kedepan” tambahnya Aku hanya menundukkan kepala ku karena merasa bersalah telah mengatakan hal yang sangat egois. “Maaf Tuan... aku sudah bersikap tak sopan” “Hei sudahlah... bersikaplah layaknya bocah yang berumur 12 tahun” dia mengatakannya sambil berjalan menuju dapur. Aku tiba-tiba teringat soal api hitam. “Anoo.... Tuan sebenarnya saya juga pernah mengeluarkan api hitam yang sama seperti milik Tuan tadi” “Jika Tuan berkenan, tolong angkat aku sebagai muridmu” tambah ku. Dengan tersenyum kecil dia berkata. “Aku sudah menunggu kau akan mengatakan itu, dari sorot mata yang menunjukkan keinginan balas dendam yang meluap-luap” “Aku sudah tau kau bisa menggunakan api hitam karena kau adalah penerus ku yang telah di takdir kan, asal kau tau saja Raja naga Tiamat itu adalah lucifer.” tambahnya Aku terdiam kaget akan hal itu. “Dia menggunakan kekuatan terakhirnya saat sekarat dan berubah menjadi naga, efek sampingnya dia tak dapat mengubah wujudnya menjadi semula lagi” “Akan kuturunkan seluruh pengetahuan ku dan kekuatan ku padamu satu-satunya murid dan penerus ku, Varen Asthopelle” dia berkata dengan suara yang menggelegar namun aku mendengarkannya dengan sangat serius. “Kalahkanlah Tiamat” tambahnya “Baik, Guru” jawab ku dengan tegas. Pelatihan yang bahkan lebih buruk dari neraka aku laksanakan setelah aku pulih. Sihir, penguatan fisik, pengobatan dan seni bersenjata. Namun sayangnya aku tak memiliki bakat dalam sihir jadi aku tak dapat mempelajari nya. “Temukanlah kecanduan dalam rasa sakit yang kau derita, semakin sedikit jeda latihanmu dengan istirahat maka akan semakin cepat kau menjadi kuat” Guru memotivasi saat mengawasi ku berlatih. Dari semua pelatihan yang aku dapat hanya di seni berpedang aku dapat seimbang bahkan mengalahkannya setelah 2 tahun mendapatkan pelatihan di bawah Guru. Aku menemukan cara mengendalikan api hitam dan memanfaatkannya menjadi zirah yang menyelubungi seluruh bagian tubuhku. Suatu hari guru jatuh sakit dan mengatakan bahwa akhirnya akan segera tiba, “Varen aku mohon kalahkanlah Lucifer” ucapnya sambil memegang erat tangan ku. “Baik Guru, aku pasti akan melakukannya” jawab ku Setelah aku menjawab permohonan dari Guru, tak lama kemudian beliau meninggal dengan senyum yang biasa aku lihat setiap hari. Bahkan Guru tidak menua sedikitpun sejak aku bertemu dengannya beberapa tahun silam. ****** Aku berkelana mencari keberadaan Tiamat dengan tujuan memusnahkannya dari dunia ini. Sepanjang perjalanan aku mencari Tiamat, aku selalu bertemu bawahannya yang tidak bisa di bilang lemah namun aku terus-menerus berhasil mengalahkan semua bawahannya. Fenrir, Griffin, Hydra, Fafnir, Leviathan, Jormunand dan banyak lagi yang bahkan aku tak ingat lagi namanya. Hingga akhirnya aku bertempur melawan Tiamat, api birunya tak dapat menembus zirah api hitam ku. Kami bertarung dengan seimbang selama 5 hari 5 malam tanpa istirahat. Gunung-gunung terbelah, air laut mengering, bahkan matahari tak terlihat selama lima hari itu, seluruh negeri tenggelam dalam kegelapan akibat pertarungan kami. Akhirnya Tiamat lengah dan aku berhasil menghancurkan jantung terakhirnya dari kelima jantung sebelumnya. “A-apa..... ini tidak mungkin, aku tak mungkin kalah” dia berteriak tak percaya. Dia akhirnya tergelepar dan mati, mayat dari tubuhnya terbakar oleh api hitam ku. Aku menangis haru karena telah berhasil mengalahkan naga itu untuk menepati janji pada Guru dan membalaskan dendam kedua Orang tuaku. Disaat aku akan melangkah, aku terbatuk dan mengeluarkan darah yang cukup banyak dari mulut ku. “Uhuk uhuk... jarum ini mungkinkah? Beracun??” Aku teringat saat Tiamat berhasil menyerang ku saat zirah api ku sedikit terbuka. “Dia sangat licik” ucap ku sambil memegangi d**a bagian kiri yang mulai terasa sakit. Kesadaran ku mulai pudar dan aku pun mati karena racun yang di tanamkan di tubuh ku oleh Tiamat. Dingin, sangat dingin bahkan aku tak bisa merasakan tubuh ku. Hanya terasa terombang ambing-ambing, apakah seperti ini ketika orang sudah mati. “Hahhh.... setidaknya aku berhasil membalaskan dendam” ucap ku pasrah Tiba-tiba aku tersadar dengan posisi berdiri diatas padang rumput yang sangat luas, tak ada yang lain selain padang rumput yang aku tak bisa melihat ujungnya. Kemudian cahaya putih nan menyilaukan muncul di hadapan ku dan mulai muncul suara. “Selamat datang wahai anak manusia” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN