Mana

1764 Kata
Dengan menunjukkan wajah sumringahnya Rodney menatap ku sambil memanggul sebuah pedang kayu. “Ayo berlatih dengan kedua kakak mu Arvin” ucapnya sambil mengangkat dan menggendong ku keluar dari ruangan belajar. Tak sampai beberapa langkah Casey memukulnya sambil berkata. “Apa yang ingin ajarkan pada anak kita yang baru berumur 2 tahun” “Sayang, mungkin saja anak kita ini berbakat seperti kedua kakaknya” jawab Rodney sambil cengengesan. “Bahkan bakat Delwyn dan Elan muncul saat mereka berumur 4 tahun, dan kau ingin Arvin mulai latihan saat masih berumur 2 tahun” ucap Casey memarahi Rodney. Dengan memasang muka yang menunjukkan rasa kecewa Rodney berkata “Baiklah... setidaknya biarkan dia melihat ku melatih kedua kakaknya”. “Boleh tapi aku akan menjaga Arvin” jawab Casey. Dengan berakhirnya perdebatan kecil mereka, aku di bawa ke halaman belakang rumah untuk melihat kedua kakakku berlatih bersama ayah. Aku sesungguhnya merasa enggan untuk mengikuti kemauan mereka namun dengan tubuhku yang sekarang aku tak dapat berbuat apa-apa. ******* Sesampainya di halaman belakang, ayah mulai berlatih tanding dengan Delwyn terlebih dahulu. Keduanya memulai latihan dengan beradu pedang yang terbuat dari kayu, Delwyn sedikit terpental ke belakang karena dorongan yang terlalu kuat dari Rodney, Delwyn mencoba menyerang titik vital dari Rodney namun karena perbedaan pengalaman dan kemampuan semua serangan dari Delwyn sangat mudah dihindari oleh Rodney sehingga dengan memanfaatkan serangan dari Delwyn, Rodney mengeluarkan sedikit serangan pada kaki Delwyn sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Saat Rodney akan menyerang Delwyn entah kenapa aku dapat melihat seperti gambaran bagaimana Delwyn akan kalah dan hal itu benar-benar terjadi. “Delwyn seranganmu bagus namun terlalu kaku hingga mudah di baca, cobalah lebih santai lagi agar kau bisa menguasai pertarungan” kata ayah pada Delwyn. “Baik ayah!” jawabnya sambil membersihkan rumput dan tanah yang menempel di bajunya. “Selanjutnya!! Elan!!” kata ayah sambil sedikit berteriak. “Baik!!” jawab Elan sambil memasang kuda-kuda. Elan dan ayah mulai beradu pedang dan saling memberikan serangan satu sama lain. Berbeda dengan Delwyn, Elan menggunakan tubuhnya untuk memberi keuntungan dalam pertarungan, dia menyatukan seni berpedang dengan bela diri yang dia kuasai. Elan meluncurkan serang yang ditujukan ke bahu kanan ayah saat dia melompat menghindari serangan dari ayah. Namun karena terlalu percaya diri Elan terkena tipuan serangan dari ayah dan berakhir menjadi kekalahan untuk Elan. Hal yang sama terjadi lagi dimana aku bisa melihat bayangan bagaimana Elan akan dikalahkan, dimana saat dia melompat, ayah dengan cepat memutar tubuhnya dan membuat serangan ke punggung Elan. Mata ku berbinar-binar penuh semangat saat mengetahui aku punya kemampuan yang luar biasa seperti ini. “Elan kau sangat berbakat menggabungkan pedang dan bela diri namun kau terlalu ceroboh, amatilah musuhmu dengan seksama” kata ayah pada Elan. “Baik ayah” jawab elan. “Selanjutnya latihlah mana kalian di sini, duduk dan coba padatkan inti mana kalian” ucap ayah pada Delwyn dan Elan. “Baik ayah” ucap mereka serentak. Mereka mulai duduk membelakangi satu sama lain sambil menutup mata. Tiba-tiba ibu berdiri dan berkata “Arvin kau di sini bersama ayah dan kakak-kakakmu terlebih dahulu ya, ibu akan memasak untuk makan malam” Aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan permintaannya. Aku mulai ikut duduk mengikuti kedua saudara ku dan ikut latihan memadatkan mana bersama mereka. Sedangkan ayah berlatih pedang di belakang kami. Saat itu aku mengerti tentang apa itu mana dari buku yang aku baca, yaitu mana adalah kekuatan di tubuh kita yang menjadi layaknya bahan bakar atau lebih simpelnya aku menggambarkannya seperti kolam yang berisi kekuatan kita sendiri. Tahapan-tahapan inti mana dibagi menjadi yaitu Scorch, bravery, encourage, talisman, afflicition, spellbreaker, resonance dan calamty. Masing-masing tahapan dibagi menjadi 2 tahapan yaitu valor dan defiance. Ayahku saat ini ada di tahap Encourage valor di mana ia menguasai sihir elemen angin dan tanah. Sedangkan ibu ada di tahap Bravery defiance ia hanya menguasai sihi jenis bless yang sangat berguna untuk membantu penyerang utama di pertempuran. Kedua orang tua ku dahulu adalah petualang jadi tidak heran mereka memiliki kekuatan seperti itu. Aku mengumpulkan inti mana di seluruh tubuh ku agar bersatu sempurna dengan tubuh ku saat ini, dengan sedikit demi sedikit menyatukannya agar menjadi satu kesatuan dengan tubuhku. Namun pada akhirnya aku masih tidak terlalu mengerti tentang pemadatan inti mana ini sehingga menyebabkan konsentrasi ku buyar dan aku gagal dalam latihan memadatkan inti mana. Kedua kakak ku masih berusaha meneruskan pelatihan ini. Karena tak ingin mengganggu, aku menjauh dan mengambil pedang kayu tadi dan mencoba menebaskan nya dengan kuat ke pohon yang ada di hadapan ku. Namun... Braak.....craaakk... Suara kayu saling beradu satu sama lain di susul dengan tangisan ku yang lumayan keras. “Hmm? Arviiiinn!!!” ayah menoleh dan langsung berlari menuju arah ku. Pedang kayu yang aku coba tebaskan kepada pohon memantul ke arah kepalaku dan meninggalkan sedikit benjol hingga membuat aku menangis. Ayah kemudian menggendong ku dan kedua kakakku yang dari tadi berlatih juga berhenti karena terkejut dengan tangisan ku. Ayah membawa ku ke dalam rumah agar dapat di obati oleh ibu ku. ******** Setelah hampir satu tahun aku mencoba menyusun informasi tentang dunia ini melalui buku yang ada di ruangan belajar. Aku mulai menyadari kenapa dulu aku tak bisa memadatkan mana yang ada di tubuh ku. Itu karena aku salah membayangkan kekuatan inti mana ini dengan kekuatan yang berasal dari dunia Varen. Keduanya hampir mirip namun mana lebih sedikit simple dari pada kekuatan dari dunia Varen. Aku pergi keluar dari rumah menuju halaman belakang rumah yang biasa kami buat untuk tempat latihan. Aku mulai duduk memejamkan mata sembari mengatur pernafasan ku untuk mencoba berkonsentrasi. Aku membayangkan garis-garis yang tak beraturan di dalam tubuh ku menjadi bertemu di suatu pusat hingga aku bisa mengendalikan semua aliran mana yang ada dalam tubuh ku. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa merasakan kekuatan yang mengalir di seluruh tubuh ku, hingga akhirnya aku sadar bahwa aku telah masuk di Scorch valor. Dengan bangga aku mulai merasa bangga dengan diri ku karena telah bisa memadatkan inti mana di usia hampir 3 tahun. Namun aku terkejut saat membuka mata karena halaman belakang saat ini sudah hancur layaknya terkena sebuah meteor namun hanya tanah di sekitar aku duduk yang masih baik-baik saja. “Haha.. dia bahkan belum berumur 3 tahun tapi sudah berhasil memadatkan inti mana” kata ayah ku sambil berusaha melindungi kakak dan ibuku. Aku tak tau akan terjadi kejadian seperti ini ketika berhasil memadatkan inti mana, bahkan hampir sebagian rumah ku hancur karena kejadian ini. Aku tak tau harus senang atau sedih aku hanya bisa meminta maaf pada orang tua ku. “Ayah Ibu maafkan aku” ucap ku sambil menundukkan kepala. Mereka berlari ke arah ku dan kemudian memeluk ku. “Kau sungguh luar biasa nak” kata ayah sambil memeluk ku. “Kau dapat memadatkan inti manamu yang bahkan orang biasa tak mungkin bisa melakukannya di umur semuda ini” tambahnya. “Aku sangat senang semua anak ku berbakat” kata ibu sambil tersenyum menatap ku. ******* Setelah kejadian itu ayah melatih ku bersama kedua kakak ku namun aku hanya di beri pelatihan dasar dan latihan membangun stamina tubuh ku. Aku di ajari tentang teknik berpedang seperti kedua saudara ku namun dengan memakai pedang kayu yang lebih kecil ukurannya. “Arvin ayo kita bertanding” ucap Delwyn pada ku sambil tersenyum dan mengarahkan pedang kayunya pada ku. “Ehh tapi kan aku baru 2 minggu latihan kak” ucap ku sambil mengernyitkan dahi. “Tidak apa-apa aku akan menahan diri” balas Delwyn dengan percaya diri. “Baiklah jika kau memaksa” ucap ku dan mulai memasang kuda-kuda. “Hmm.. Ayah kau jadi wasitnya” tambah Delwyn. “Baiklah” ucap ayah sambil bangun dari pohon yang dia sandari Kami berdua mulai memasang kuda-kuda masing-masing namun bedanya Delwyn menggunakan kuda-kuda yang diajarkan oleh Ayah, sedangkan aku menggunakan kuda-kuda dari seni berpedang Varen, dimana kaki kiri di belakang sebagai tumpuan dan tubuh agak di mundurkan sedikit, kaki yang kanan dominan kuat berada di depat dengan sedikit menjinjit. Kuda-kuda ini adalah salah satu seni berpedang Varen yang cocok jika digunakan satu lawan satu karena memancarkan aura yang meremehkan, sama sekali tidak kuat, dan tidak seimbang. Hingga lawan kita bisa beropini bahwa kita sama sekali tidak berbakat atau lemah. Ayah hanya mengeleng-gelengkan kepalanya saat dia melihat ku sedangkan Delwyn juga terlihat meremehkan ku dengan senyum sungging yang dia perlihatkan pada ku. “Siap...... Mulai” ayah berkata sambil menurunkan tangannya yang diangkat sedari tadi sebagai tanda. Delwyn mulai melancarkan serangan langsung kearah ulu hati ku namun serangan itu terlalu mudah untuk aku hindari hanya dengan menggeser kaki kanan ku dan sedikit memutar badan. Aku memanfaatkan momentum dari serangan Delwyn untuk menyerang balik dengan menebaskan pedang ku kearah belakang kepalanya namun Delwyn berhasil menghindarinya dengan cara menunduk dan melompat ke belakang. Serangan demi serangan aku dan Delwyn lancarkan agar bisa memenangkan duel ini hingga akhirnya aku menggunakan mana pada gerakan ku dan ketika pedang kayu kami bertemu. BRAAAKKK.... Pedang kayu milik Delwyn hancur hanya tersisa gagangnya saja namu pedang milikku masih utuh tanpa tergores sedikit pun. Ayah dan Delwyn terkejut akan kejadian itu hingga akhirnya Delwyn mengaku kalah dengan mengangkat tangan. “Haha aku mengaku kalah Arvin, kau sungguh kuat” ucapnya sambil mengangkat tangan. “Arvin apakah kamu memakai mana mu tadi saat serangan terakhir?” tanya Ayah sambil memegangi kedua bahu ku. Aku berusaha tidak menjawab dan menghindar dengan cara memalingkan wajah ku kesamping. “Yahh... aku hanya melakukan sama seperti yang buku aku baca” jawab ku sambil memalingkan muka. “Bahkan ayah dan kedua kakakmu juga membaca buku itu namun aku harus berlatih keras agar bisa menggunakan mana sedangkan kedua kakakmu masih dalam tahap memadatkan inti mana mereka” ucap ayah dengan menunjukkan mata yang berbinar-binar. “Kalau begitu coba kau gunakan mana mu sekarang untuk menyerang pohon itu dengan pedang kayu mu” ucap ayah sambil menunjuk pohon di belakang ku. “Heee? Apa aku harus melakukannya?” tanya ku pada ayah. “IYA” jawabnya dengan singkat Dengan menghela nafas panjang aku berbalik arah dan mengambil kuda-kuda untuk menyerang pohon yang ada di depan ku. Aku memejamkan mata ku sambil berkonstrasi untuk mengalirkan seluruh mana yang ada di tubuh ku dengan teratur. Setelah cukup yakin dengan tumpuan mana yang aku sebar di seluruh tubuh ku. Aku mulai menebas pohon yang ada di depan ku dengan sekuat tenaga. Braaaaakk.... crakkkk ctasssss ctasss. Suara pohon yang aku tebas menjadi roboh dan meninggalkan bekas potongan yang sangat rapi seperti dipotong dengan pedang yang amat sangat tajam. Namun pada saat itu aku menebas nya dengan pedang yang terbuat dari kayu. Kedua saudara dan Ayah ku pada saat itu terkejut tak percaya. Praaaanggg......
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN