Keheningan di antara mereka terasa berat dan tajam, dipenuhi oleh gema pertarungan yang tak terucapkan selama lima tahun terakhir. Pertanyaan Jin-hyuk menggantung di udara malam Jakarta, sebuah tuduhan sekaligus permohonan yang terselubung. Ia mengharapkan penyangkalan, air mata, atau mungkin ledakan amarah. Ia tidak mengharapkan apa yang terjadi selanjutnya. Saskia tertawa. Bukan tawa yang merdu atau geli. Itu adalah suara tawa yang dingin, serak, dan tanpa humor sedikit pun. Sebuah suara yang menepis semua bobot emosional dari pertanyaan Jin-hyuk dan melemparkannya kembali ke wajahnya. “Menakutkan?” ulang Saskia, akhirnya melepaskan tatapannya dari mata Jin-hyuk dan memandang ke arah gemerlap lampu kota di kejauhan. “Jangan terlalu percaya diri, Kwon Jin-hyuk. Aku tidak berlari karena

