Lingkungan tempat tinggal ku ini cukup lah nyaman dengan penduduk yang cukup ramah jika bertemu, aku disini mengikuti suami ku yang bekerja dilingkungan perusahaan minyak sawit dengan fasilitaa rumah, listrik, air gratis dari perusahaan, suami ku hanyalah karyawan disini meskipun begitu cukup lumayan terbantu tanpa harus membayar kontrakn, listrik dan air jika tinggal di lua, hanya saj bentuk rumah nya seperti kontrakan yang cukup panjang satu baris ada delapan pintu yang terbuat dari papan semi permanen, itu lah yang membuat apa pun suara didalam rumah bisa kedengaran tetangga, apa lagi kalau bersebelahan dengan tetangga yang kepo seperti murni.
Dulu awalnya kami baik-baik saj tapi entah mengapa semenjak dan suaminya menempati rumah di sebelah kiri ku orangnya suka menguping, mengadu domba apapun yang kami bicarakan di rumah, seolah-olah kami membicarakan orang lain atau pun dia ,padahal sama sekali tidak, apa lagi murni usianya masih masih muda masih dua puluh enam tahun, yang masih punya sifat ke kanak-kanak an suka bicara seenaknya kepada orang lain terlebih kepada suaminya sendiri dia juga selalu bicara kasar dengan nada yang tinggi, kebetulan mereka juga sejodoh dengan Genk nya yang juga punya karakter sama suka bicara kasar dan bernada tinggi kepada suami, dari bangun tidur subuh suara-suara mereka sudah menggelegar.
" Bang bangun lah sudah jam berapa ini, kau gak kerja apa ha?" Suara murrni membangun kan suaminya dengan nada tinggi,
" Hhmmmm " jawab suaminya,
" Cepat lah kau bangun jang tidur lagi, sudah jam berapa ini? " Kata murni lagi,
" Sudah jam berapa ini ?" Tanya suaminya sekali lagi,
" Sudah jam enam ini, belum mandi, sarapan, anak mu udah nangis dari tadi kau tidur aja kerja mu,budek telinga mu itu " murni merasa geram melihat suaminya karna dia tidur dsamping anaknya yang nangis tapi tidak tergerak untuk mendiamkan,
" Iya iya aku ngantuk banget tadi malam tidur sudah jam dua belas ke asyikan cerita dhalaman blakang makanya aku ga dengar nangis si Nico tadi " kata suaminya,Nico adalah anak mereka yang baru berusia delapan bulan,
Akhirnya suaminya pun langsung masuk kamar mandi diiringi suara air yang begitu kuatnya kedengaran sampe kesebelah rumah kami, mereka tidur druang tamu, setiap malam, tidak pernah tidur di kamar kalau tidur malam, itu juga yang membuat suara itu selalu kedengaran sampe kerumah kami.
" Bang tadi aku ke warung depan terus si pemilik warung nanya sama aku, apa kita gak risih setiap hari dengar suara berisik dari mereka, juga sering di omongin sama Genk nya murni?" Cerita ku pada suami di kamar,
" Emang dibilangin ap sama genknya murni ?" Tanya suami ku
" Yah biasalah di omongin yang enggak-enggak tentang kita yang sok kaya padahal makan ajaasih ngutang, terus di bilang tukang pembohong lah, padahal aku juga gak pernah mengganggu mereka "jelas ku lagi pada suami ku
" Yang penting kita ga minta makan sama mereka aja lah sayang "
" Semua orang itu pasti ada yang suka ada juga yang membenci, apa lagi orang seperti kita ini masih banyak kekurangan yang menjadi sasaran kebencian orang,kalau kita nanti sudah jadi orang kaya pasti itu mulut-mulut genknya murni pada diam semua, bisa jadi mau berteman dengan kita supaya dianggap, betul gak sayang?" Suami ku menasehati dengan gaya nya yang manis,
" Iya sih bang cuma risih aja kedengarannya kalau kita di tuduh yang gak benar, terus juga suara berisik mereka kayak tinggal di hutan aja padahal mereka tinggal di rumah papan kyak gini apa gak mikir apa orang lain terganggu ?" Lirih ku lagi,
"Anggap aja mereka seperti orang hutan,haha walaupun telinga sakit dengarnya, suami ku menghibur ku.