Putra yang mendengar langkah sepatu seseorang kemudian melepas pelukan pada tubuh Ayu. Dia langsung membenarkan dirinya sejajar dengan posisi wanita itu. Sedangkan Ayu nampak menghela nafas lega pria itu telah melepaskan pelukannya.
"Kalian?"
Ayu dan Putra sama - sama terkejut menoleh ke belakang. Jenar sudah berdiri didepan pintu sambil menatap mereka. Ayu langsung menghampiri Jenar mencoba menjelaskannya.
"Nar, sebenarnya tadi itu-"
"Apasih Yu, lagian santai aja kali. Jangan ngerasa nggak enak."
Ayu melongo mendengar ucapan Jenar. Wanita itu langsung memeluk bahu Ayu dan tersenyum tipis.
"Jangan karena bokap gue pemilik Pulau ini, jadi lo nggak enak buat nyuruh bokap bantuin manggang daging. Santai aja, bokap nggak segalak yang lo pikir," kata Jenar.
Ayu bernafas lega, untung Jenar tidak berfikir macam - macam tentang dia dan Putra, atau Jenar belum sempat melihat apa yang sudah Papahnya lakukan kepada dia. Yang jelas, Ayu sangat bersyukur Jenar belum memergokinya, entah kenapa wanita itu merasa belum siap untuk dibenci oleh temannya.
Kemudian Jenar menarik Ayu mendekat ke arah Putra. Pria itu sama canggungnya dengan Ayu saat mereka berada diantara Jenar. Walau, kadang pria itu sempat melirik Ayu sebentar tetap tidak membuat canggungnya hilang.
"Pah, tangan Jena kan luka. Papah bisa bantu Ayu manggang daging nggak? Mamah dikamar ngerasa ngantuk tadi deh."
"Iya."
Ayu menggigit bibir bawahnya. Bagaimana bisa Jenar malah membuat kesempatan Putra untuk melakukan lebih leluasa?
"Kamu kenapa kemari? Bukannya tangan kamu terluka?" tanya Putra.
"Oh, tadi Jena mau ambil ponsel yang ketinggalan. Tuh dikursi," kata Jenar meringis.
"Nar, tangan kamu udah diperban yang merah? Tadi aku lihat sekilas," tanya Ayu khawatir.
"Santai lah Yu, gue ini kembarannya super women. Panas segini nggak bikin gue mewek haha."
"Nggak mewek? Orang tadi Papah denger kamu mewek kena pemanggang."
"Itu beda cerita Papah, tadikan refleks karena kaget. Sekarang udah nggak. Yaudah Jena tinggal kedalam bentar ya Pah. Ada misi yang harus Jena selesaiin sama Mamah," kata Jenar sambil mengedipkan mata.
Jenar mengambil ponselnya dan masuk kembali ke dalam Villa. Putra menatap kepergian putrinya sambil tersenyum tipis. Dia kemudian mendekat ke arah Ayu, semakin mendekat membuat Ayu harus memundurkan langkahnya kebelakang.
"Pak, nanti ada yang lihat," kata Ayu gugup.
Putra memeluk Ayu erat. Tangannya bermain dibokong sintal milik wanita itu. Sedangkan Ayu mengatupkan mulutnya rapat, dia tidak ingin siapun memergokinya.
"Adikku sudah mengeras dibawah sana," ucap Putra parau.
"Tapi Pak, bagaimana-"
Tangan telunjuk Putra menyentuh bibir Ayu sebagai tanda, bahwa wanita itu harus berhenti.
"Stss, saya lebih paham dari kamu."
Pria itu membawa Ayu pergi ke kamar, tanpa semua orang tau, hubungan yang seharusnya tidak bisa terjadi, pun mereka lakukan. Lelah, iya. Namun, Ayu pun menikmatinya.
Putra, natap Ayu yang berbalut selimut.
"Jangan ragu, saat diranjang, aku bukan milik siapapun, termasuk Valerie. Aku adalah milikmu," ucap Putra meyakinkannya.
Ayu menghela nafas dan mengangguk pada akhirnya. Pergulatan pun terjadi, mereka menghabiskan malam panas tanpa memikirkan banyak perasaan yang terluka jika mereka semua mengetahuinya. Jenar... Valerie... bahkan, mungkin Bilal Ibu dari Ayu sendiri.
Tapi, karena dia sudah terikat oleh sebuah perjanjian yang menukar tubuhnya dengan uang. Maka rasa bersalah itu, semakin lama semakin memudar. Dia menganggap hubungannya dengan putra adalah take and give. Ayu mulai merasa terbiasa saat Putra menginginkannya dimanapun dan kapanpun dia berada.
***
Ayu mengerang merasakan tubuhnya pegal sekali. Semalam dia melayani Putra hingga terjaga. Baru pukul tiga pagi, dia sudah diperbolehkan istirahat oleh pria itu.
Perlahan - lahan, wanita itu membuka matanya. Dia mengusap pelupuk mata, dan bangkit dari tidurnya. Masih dengan setengah sadar, wanita itu menggelung rambutnya. Dia tanpa sengaja melihat tubuhnya yang sudah rapi mengenakan piyama. Apa pria itu yang memakaikannya?
Kemudian Ayu menuju kamar mandi yang ada dikamar. Dia berhenti sebentar kearah cermin kecil yang terpasang dikamar mandi. Dibuka kerah piyama yang ada dilehernya. Tak ada jejak sedikitpun.
Pria itu sangat ahli dalam menempatkan situasi. Mereka saling menyalurkan hasrat saat berada disatu tempat dengan istri dan juga anaknya. Buktinya, bercak merah tak ada disepanjang leher jenjangnya, jadi dia tak perluh memakai syal dan beralasan bodoh merasa kedinginan, karena faktanya ini adalah musim kemarau.
Setelah membersihkan diri, Ayu turun menuju dapur Villa. Dia melihat Putra, Valerie dan Jenar sedang bercanda dimeja makan. Nampak begitu serasi satu sama lain. Valerie yang tak sengaja melihat ke arah Ayu, tersenyum.
"Ayu, sini sayang gabung sama kami."
Ayu dengan canggung bergabung ke meja makan dan duduk disebelah Jenar.
"Kami baru saja selesai sarapan."
"Maaf tante, Ayu tidak sempat ikut sarapan bersama," sesal Ayu.
"Sebenarnya tante mau membangunkan kamu tadi. Tapi, kata suami tante, kamu nampak kurang sehat kemarin malam. Jadi, tante urungkan niat untuk membangunkan kamu."
Diam - diam Ayu menatap Putra dan menunjukan simpul senyumnya.
"Yu, lo sakit apa? Masuk angin ya?" tanya Jenar.
"Eumm mungkin masuk angin kali. Atau nggak kecapean," kata Ayu berbohong.
"Yaudah, lo istirahat aja. Rencananya sih habis ini pada mau renang," kata Jenar sumringah.
"Renang?" tanya Ayu excited.
"Iye, tapi kan lo nggak sehat. Jadi lo ke kamar aja gih."
Ayu memajukan bibirnya kecewa. Andai semalam Putra tidak meminta jatah dengan wanita itu, pasti dia bisa berenang dan bersenang - senang dengan Jenar.
"Dia bisa bergabung. Saya lihat dia cukup sehat," kata Putra.
Wajah Ayu langsung sumringah mendengar pembelaan Putra. Dia langsung menatap Valerie meminta kepastian.
"Kalau tante sih nggak papa. Asal kalau Ayu ngerasa sehat. Kalau merasa sakit jangan dipaksa, tante nggak mau Ayu terbebani karena rencana Jenar," kata Valerie lembut.
"Nggak kok tante, Ayu udah sehat kok," ucap Ayu meyakinkan.
"Baik, kalau Ayu sudah merasa sehat. Kita bisa melakukan party pool seperti keinginan Jenar."
"Hore, seneng dah gue!!" teriak Jenar.
Melihat Ayu yang ikut tersenyum, tanpa sadar pria itu juga tersenyum tipis menatapnya.
****
Rencana konyol Jenar akhirnya terwujud. Mereka semua bersenang - senang didalam kolam sambil melempar bola kemudian mengoper kesana kemari.
"Tangkep Yu!"
Wanita yang melihat bola melambung ke arahnya kemudian melakukan service atas untuk melambungkan kembali bolanya ke pemilik awal.
Bola yang terlempar melebihi batas tangkap sehingga jatuh mengenai air, membuat semua tertawa senang karena artinya dia harus mendapat hukuman. Kemudian seorang wanita menghampirinya dengan membawa segelas minuman berwarna hijau.
"Yah, apes banget gue!" gerutunya.
Kemudian dengan menutup hidung dia meminumnya hingga habis. Raut wajahnya berubah masam setelah meneguk minumannya.
"Hahaa, sekali - sekali minum jamu biar sehat," katanya sambil tertawa.
Splash
Merasa diejek, dia menyipratkan air kearah wanita itu.
"Asem ya Yu, awas ya gue bales nanti," katanya sambil memajukan bibir.
Kemudian Jenar meraih kimononya dan naik dari kolam renang. Dia mengemil diatas. Sedangkan Ayu masih betah berada didalam air sesekali berenang kesana dan kembali. Jenar menyantap makanannya sambil memperhatikan Ayu yang berenang. Dia melihatnya sambil tersenyum tipis.
Sekilas bola matanya menangkap Putra, Papahnya yang terus memperhatikan Ayu sedari tadi. Dia terus memperhatikannya. Terkadang dia merasa janggal dengan tatapan Papahnya, seakan begitu memuja wanita itu.
"Kok gue ngerasa aneh. Apa ini cuma perasaan gue ya," gumam Jenar.
Tak lama, Valerie datang membawa banyak cemilan yang baru saja dia siapkan didalam.
"Jena, ngapain lihatin Papah kayak gitu?"
Wanita itu duduk didepan Jenar sambil menatap heran.
"Nggak kok Mah, tadi nggak sengaja liat aja. Oh iya, Mamah jadi keluar kota minggu depan? Jenar temenin ya Mah," kata Jenar tersenyum.
"Makasih ya."
***
"Mah, pinjem lipstik yang kemarin Mamah beli dong," kata Jenar memelas.
"Jena, Mamah lagi dipijet sama Mbaknya, kamu ambil sendiri di kamar Mamah ya.."
"Yaudah deh."
Jenar melangkahkan kaki keatas menuju kamar orangtuanya. Dia langsung menuju meja rias Valerie tetapi karena tersandung sesuatu, dia jadi terjatuh.
Brug
"Argh, apaan sih ini!" gerutunya.
Dia melihat jas milik Papahnya yang jatuh dilantai. Kemudian dia mengambilnya dengan kesal dan berdiri.
"Nggak biasanya Papah ceroboh nggak rapi."
Jenar mau mengembalikan jasnya dilemari tetapi dia urungkan saat melihat sebuah struk yang terjatuh dilantai. Jenar kemudian mengambilnya dan tak sengaja membaca.
Jas yang ada ditangannya terjatuh. Mulutnya sedikit terbuka tak sengaja saat membacanya. Dia kemudian keluar begitu saja.
Ayu, Valerie, dan Putra, mereka asik mengobrol di ruang tengah setelah mendapat pijatan rileksasi. Valerie yang melihat Jenar turun, kemudian memanggilnya.
"Jena, sini!"
Jenar kemudian datang dan bergabung bersama mereka. Wanita itu duduk disamping Ayu.
"Kalian kenapa asik banget?"
"Ini, Ayu tadi cerita tentang masakan. Dia ternyata suka banget masak. Mamah baru tau," kata Valerie sambil tersenyum.
Jenar menanggapinya dengan mengangguk - anggukan. Sesekali melirik temannya disamping, dan sesekali melirik Putra.
"Pah, Jena mau tanya."
Putra menatap putrinya santai, "Tanya apa?"
"Kok Papah transfer uang banyak banget sih direkening Ayu, uang segitu banyak buat apa?"
Putra menautkan alisnya mendengar ucapan Jenar.
"Maksud kamu?"
"Ini tadi Jena nggak sengaja liat bukti transfer Papah ke rekening Ayu. Jumlah lima ratus juta nggak sedikit lo. Kalian sebenernya ada hubungan apa?" tanya Jenar akhirnya.
Ayu mendengar ucapan Jenar pucat pasi. Dia teringat transferan uang itu minggu lalu. Apa yang harus dia jawab sekarang, bahwa memang uang yang Putra berikan adalah bayaran dia sebagai sugar babby.
"Yu jawab gue!" desak Jenar.
"Sebenernya-"
"Ayu pinjam sama Papah," katanya santai.
"Pinjem? Lo punya hutang ke rentenir Yu?"
Ayu yang sudah bingung mengangguk kepala dan tersenyum terpaksa.
"Sebenernya bukan aku Nar, tapi Bapak aku. Jadi dia ninggal hutang dan aku harus bayar," kata Ayu berbohong.
Valerie yang tadinya diam kemudian tersenyum tipis.
"Seharusnya kamu bilang ke tante, kita bisa bantu untuk melunasi tanpa ada kata pinjaman."
Ayu langsung menyanggah cepat, "Tante, Ayu jadi nggak enak merepotkan kalian semua," lagi - lagi Ayu berdusta.
"Kita tidak merasa direpotkan, iyakan Pah?"
"Hm."
"Dari seharusnya kamu jujur saja, kita tidak merasa keberatan sama sekali Ayu. Tante udah menganggap kamu keluarga Yu."
"Bener tuh kata nyokap, gue jadi nggak negatif thinking soal lo sama bokap. Tadinya gue fikir lo jadi selingkuhan bokap, ternyata gue salah. Sorry hehe."
Ayu sekilas melirik Putra, sementara pria itu memberi isyarat Ayu untuk mengiyakan.
"Astaga Jena, lain kali jangan mudah berfikiran negatif. Ayu orang yang baik, dia tidak mungkin merusak atau menjadi selingkuhan pria yang sudah menikah. Benar bukan Ayu?" tanya Valerie.
Ayu mengatupkan bibirnya rapat mencoba tersenyum kearah Valerie. Hatinya sakit mendengar fakta sebenarnya bahwa dia memang seorang simpanan.
"Sekarang semua sudah jelas, Papah mau pergi dulu," sebelum pergi Valerie mencium bibir Putra.
Ayu yang melihat entah kenapa ada perasaan tak suka melihatnya. Bahkan dia memalingkan muka untuk melihat ke arah lainnya.
Dret
Ponselnya bergetar. Dia membuka notifikasi pesan yang ternyata dari Putra.
Aku tunggu di luar sekarang. Jangan sampai membuatku menunggu babby.
Melihatnya membuat Ayu tersenyum sendiri. Jenar yang merasa aneh mencoba mengintip ponsel Ayu tapi langsung ditutup oleh Ayu.
"Cie, lo punya pacar ya? Kok senyum - senyum sendiri?"
"Ah, itu bukan kok," kata Ayu malu - malu.
"Mana boleh begitu, jujur sama gue Yu," Jenar terus menyenggol bahu Ayu yang semakin membuat wanita itu tersipu merona.
"Udah lah, aku mau pulang dulu. Nanti sampaikan pamit aku sama tante ya Nar?"
"Oke deh."
Kemudian Ayu keluar dari mansion keluarga Jenar dan menuju mobil hitam yang dia tau milik Putra.
Ayu langsung masuk dan disambut oleh ciuman pria itu. Entah kenapa jantungnya selalu berdetak kencang saat pria itu menyentuhnya. Manik mata mereka saling bertemu, tangan pria itu merapikan helaian rambut Ayu yang jatuh didepan wajah.
"Kamu sangat cantik hari ini," puji Putra.
Mendengar pujian dari Putra, Ayu tersipu malu. Putra kemudian mengecup pipi wanita itu sekilas.
"Aku suka rona merah merah diwajah ini."
Posisi Ayu menyamping menatap Putra. Mereka seperti remaja yang tengah berkencan dimobil. Hari ini perlakuan Putra begitu sweet membuat Ayu merona berkali - kali.
"Apa kita akan terus berada disini?" tanya Ayu.
"Baiklah."
Putra kembali duduk seperti posisi semula dan mulai melajukan mobilnya. Satu tangannya menyetir sementara satu lagi menautkan ke tangan wanita itu. Ayu menatap tangannya yang digenggam Putra tersenyum, dia sangat senang.
Entah keberanian dari mana, wanita itu menyenderkan kepalanya dibahu pria itu. Putra melepas tautan tangannya dan berganti memeluk bahu wanita itu. Dia tidak mempermasalahkan nya.
"Aku tau bahwa ini adalah sebuah dosa, tapi aku mohon Tuhan... Ijinkan aku menikmati dosa ini lebih lama, karena aku belum siap untuk melepas pria yang selalu membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku tau, dan aku menyadari bahwa aku telah jatuh hati dengan Putra Raksmana, daddy sugarku."
-----------------------------------------------------------
Maaf ya, author jarang update. Entah kenapa malas sering melanda diriku untuk menulis.. semoga kalian suka part ini, jangan lupa vote dan commentnya. Have a nice day❤️