KELULUSAN TERINDAH

1194 Kata
Hari ini, mungkin akan memberikan kesan menyedihkan bagi perpisahannya. Namun, akan memberikan kesan membahagiakan bagi keberhasilannya. Angkatan Kalla dinyatakan lulus 100%. Hal yang pasti sangat menggembirakan. Kalla dan Meira juga merasakan hal yang sama dengan lainnya. Setelah berjuang menyiapkan segala materi ujian, berjuang agar tidak ada yang tertinggi, dan berjuang agar semua bisa merasakan kelulusan yang sama. Akhirnya, hari itu, terwujud mimpinya. Kalla dan angkatannya sangat dekat di akhir-akhir masa sekolah mereka di bangku putih abu-abu. Awalnya, sama sekali tidak ada chemistry diantara merkea. Namun, pada akhirnya, mereka bersatu karena tidak ingin sukses sendirian. Mereka bersatu karena tidak mau ada yang tertinggal. Masuk bersama, maka keluar juga bersama. Berjuang bersama, maka sukses juga harus bersama. "Aku seneng banget hari ini, akhirnya, mimpi angkatan kita bisa terwujud," ucap Kalla kepada Meira yang sedang duduk di sampingnya. "Jangan ditanya, aku dan semua anak-anak seangkatan kita pun pasti juga bahagia banget hari ini," jawab Meira. "Sedih juga, ya. Masa putih abu-abu kita udah selesai. Padahal, kita baru aja merasakan dekat satu sama lain. Baru merasakan kehangatan dalam keramaian. Semua akan menjadi kenangan, semua akan menjadi cerita, dan semua akan menjadi masa lalu, " ucap Kalla sambil berkaca-kaca. "Ihhh, jangan nangis dong! Hari ini, kita akan ngadain pesta kelulusan. Jadi, semua harus happy!" Ujar Meira menghibur Kalla yang sedih karena melihat sisi perpisahan. Tidak ada perpisahan yang tidak memberi kesedihan. Semua akan bertemu lalu berakhir dengan berpisah. Semua akan menemukan, tapi jika sudah masanya akan hilang juga. Namun, tidak ada keberhasilan tanpa kebahagiaan di dalamnya. Apalagi berjuang nya tidak sendirian. Ini semua akan menjadi kelulusan terindah untuk Kalla, Miera, dan seluruh teman-teman satu angkatannya. "Aku ke belakang sekolah sebentar, ya," pamit Kalla. "Eh mau kemana? Sebentar lagi kita bakalan kumpul buat briefing," jawab Meira menahan Kalla pergi. "Engga lama, kok. Cuma mau telepon Aksa aja," Jawab Kalla memenangkan Meira. Di belakang sekolah, angin bertiup begitu menyejukkan. Menambah kesan nyaman, menambah kesan sendu. "Halo," suara Aksa diseberang sana. "Halo, gimana?" Tanya Kalla dengan sangat hati-hati. "Apanya?" Tanya Aksa yang sengaja ingin iseng dengan Kalla. "Aksa...." "Hehehe," Aksa hanya tertawa. "Kamu?" "Iya, tenang aja," jawab Aksa tanpa harus mendengar pertanyaan Kalla dengan lengkap. "Huhhhhh," suara Kalla terdengar sangat lega. "Ehh kenapa tuh kaya gitu? Kamu pikir aku nggak lulus gitu?" Aksa protes. "Ya aku kira, kamu nggak usaha biar kita bisa satu kampus gitu. Kan kamu janji sama aku, kalau kamu bakalan jagaian aku lebih. Jadi, sekarang aku tagih janji kamu. Kita harus satu kampus, nggak boleh pisah lagi." "Aku nggak akan lupa sama janji aku, Kal. Aku akan jagain kamu lebih dari hari kemarin." Kalla hanya senyum menanggapi omongan Aksa di telepon. "Tapi, sedih, ya. Kita nggak bisa ngerayain pesta kelulusan ini bareng-bareng. Aku pernah ngebayangin, kalau suatu saat kita akan ngerayain kelulusan kita bareng-bareng. Tapi, takdir nggak setuju sama bayangan aku." "Kata siapa?" "Ya aku, dong. Kan aku yang barusan cerita ke kamu," Kalla terdengar kesal. "Kamu mau kita ngerayain kelulusan bareng?" "Iya. Tapi, aku tahu, nggak semua yang aku pengen bisa terwujud. Biar aku simpen dalam ingatan aku aja. Kalau aku pernah ngebayangin kita ngerayain kelulusan bareng," ucap Kalla menghibur diri. "Ihhh dasar, jadi anak pesimis banget, deh!" Ledek si Aksa. "Pesimis? Aku bukan pesimis, tapi ya emang kenyataanya kaya gitu, Aksa." "Ehh udah dulu, ya. Di sini temen-temen aku udah mau mulai ngerayain kelulusannya, nih. Sampai ketemu nanti, ya!" Pamit Aksa menutup telepon dari Kalla. "Kok dimatiin sih? Nggak sopan banget deh, Aksa," Kalla kesal dengan Aksa Karena sudah mengakhiri telepon. Kadang, kita bisa merasa sepi di tengah keramaian. Sunyi, padahal bising. Tidak ada yang mengisi, kenyataannya banyak kita sendiri yang memilih menyendiri. Seperti Kalla saat ini, pikirannya jauh melayang. Padahal badannya memilih tetap di bumi, tidak ingin pergi kesana kemari. Ingin mengahadapi apa yang nyata, bukan memikirkan apa yang berlawanan dengan realita. "Kalla!" Panggil Meira. "Ya?" "Ayooo, kemana aja sih aku cariin juga. Ini acaranya mau dimulai! Cepet buruan ke sini," ucap Meira berteriak. "Oke, aku ke sana," jawab Kalla sambil berlari menghampiri Meira. Acara kelulusan yang sangat dinanti. Meskipun perpisahannya sama sekali tidak ingin dilewati. "Halo teman-temanku tersayang," sapa ketua OSIS angkatan Kalla. "Terima kasih, sudah mau berjuang bersama. Meskipun sulit rasanya menyatukan banyak kepala. Terima kasih sudah mau mengalah, meski terkadang tidak sepenuhnya salah. Terima kasih untuk tidak menyerah, meskipun pundak sudah penuh dengan lelah. Terima kasih, atas apa yang sudah teman-teman lakukan, semua telah menuai keberhasilan. Saya, bangga dengan teman-teman semua. Semoga, semesta akan mempersatukan kita lagi disuatu waktu. Semoga, semesta akan mempertemukan kita lagi, saat kita sudah mulai rindu." Pengantar dari sang ketua OSIS sangat menyentuh perasaan siapapun yang mendeni. Kalla salah satunya. Perpisahan adalah hal yang paling menyebalkan, namun harus dihadapi karena tak bisa dilawan. Acara perpisahan sekaligus perayaan kelulusan pun dimulai. Semua bersuka cita, sekua berbahagia, semua bergembira. Ada yang ikut bernyanyi dengan band kesayangan sekolah, ada yang menambah keseruan dengan memberikan tarian, ada yang sibuk mendokumentasikan, hingga ada yang sibuk duduk diam mengamati semua kegiatan teman-temannya, dan merekam semuanya di dalam ingatan. Agar semua terekam selamanya. "Kalau ada Aksa di sini, pasti lo bakal tambah happy,kan?" Tanya Meira tiba-tiba. "Ya, tapi kan kita dipisahkan oleh sekolah yang berbeda. Mana mungkin bisa bersatu dalam perayaannya." "Eits, siapa bilang?" "Ihhh apaan sih, kok sama gitu jawabannya seperti Aksa," ujar Kalla kesal dengan Meira. Puncak perayaan kelulusan sudah akan dilaksanakan. Semua acara berjalan sesuai yang direncanakan oleh panitia. Berjalan lancar, aman, dan menyenangkan. Semua bahagia, semua bersuka cita, semua berkumpul bersama, semua merasakan hal yang sama di tempat yang sama. "Sebentar lagi, kita bakal bikin sekolah jadi warna-warni!" "Yeaaay, nggak sabar!" Teriak Kalla sambil memikirkan sahabatnya yang beda sekolah. Perayaan pun sudah masuk ke puncaknya. Semua memberikan kenang-kenangan berupa tanda tangan di seragam yang sudah disiapkan mereka. Saling memberikan kesan, saling memberi pesan. "Sekarang giliran kamu nih yang kasih tanda tangan kamu di baju aku, " pinta Kalla kepada Meira. "Okey, kamu hadap ke belakang ya!" Kalla tidak mengetahui jika ternyata yang sedang memberikan tanda tangan di punggungnya adalah Aksa. Kalla mengira, Meira lah yang sedang memberikan kenang-kenangan untuknya. "Udah?" Kalla bertanya kepada Meira yang terlihat sudah berada di depannya. "Loh?" Kalla heran, karena Meira sudah ada di depan, sedangkan di belakang masih ada yang tanda tangan. "Kata siapa kamu cuma bisa bayangin kalau kita ngerayain kelulusan bareng?" "Aksa?" Kalla terkejut dengan kedatangan Aksa. "Bisa kan?" Kalla tersenyum setelah mendapatkan kejutan dari kedua sahabatnya itu. Kalla mendapatkan banyak kebahagiaan dari Aksa dan Meira. Mereka menjadikan Kalla seperti ratu. Karena Kalla sebenarnya adalah ratu yang belum menemukan mahkota dan istananya saja. "Makasih ya, kamu udah mau usaha biar kita bisa ngerayain kelulusan bareng." "Sama-sama. Apapun yang kamu pengen, kalau aku bisa mewujudkannya, aku akan usaha. Selagi itu baik buat kamu, dan bisa bikin kamu bahagia lebih dari biasanya," jawab Aksa mengharukan. Aksa, Kalla, Meira merayakan kelulusan bersama di sekolah Kalla. Aksa sengaja mencari cara agar bisa datang ke sekolah Kalla untuk merayakan kelulusan bersama dengan Kalla. Jika bahagia tidak bisa Kalla dapatkan di rumah, maka, Kalla bisa mendapatkannya dari sahabat yang begitu tulus memberikan cinta. Kalla gadis cantik, kuat, lemah lembut, namun pemberani kini sudah lulus dari bangku putih abu-abu. Siap untuk melanjutkan cita-citanya ke kampus pilihannya. Sampai bertemu, masa depan Kalla.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN