Yi Tan dan Yi Seok menuntun kuda mereka ketika sampai di sebuah desa. Keduanya berjalan beriringan, dan Yi Seok tersenyum simpul ketika sesekali memperhatikan Yi Tan. Berbeda dengan sang kakak, Yi Seok justru mendapatkan kebebasan setelah menikah dan meninggalkan istana.
Sebenarnya tak ada aturan yang mengatakan bahwa Yi Tan dilarang meninggalkan Hanyang, hanya saja sang Pangeran sepertinya tidak berpikir bahwa dia harus melakukan perjalanan ke luar Hanyang.
"Hyeongnim," tegur Yi Seok.
Yi Tan berbalik, memandang dengan tatapan bertanya. Sementara Yi Seok hanya memberikan seulas senyum sebelum menepi.
"Aigoo ... selamat datang, Tuan ..." Sambutan itu datang dari seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh.
"Tolong jaga kuda ini selama aku pergi," ucap Yi Seok, bermaksud menitipkan kuda miliknya.
"Tuan tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya dengan baik sampai Tuan kembali." Pria itu berujar dengan penuh keyakinan.
Yi Tan kemudian turut bergabung. Dan setelah memberikan tempat yang layak untuk kuda mereka, kedua Pangeran itu berjalan beriringan di tengah aktivitas para penduduk.
Yi Tan kemudian menegur, "adakah seseorang yang ingin Pangeran kunjungi di sini?"
"Bukan aku, kita datang kemari untuk Hyeongnim."
Langkah Yi Tan terhenti, kembali memandnag Yi Seok dengan tatapan bertanya. "Aku?"
Yi Seok mengangguk dengan seulas senyum yang bertengger di wajahnya.
"Aku bahkan tidak tahu di mana kita berada saat ini."
"Itulah sebabnya aku membawa Hyeongnim kemari. Hyeongnim setidaknya harus melihat tempat ini satu kali sebelum menikah."
Perhatian Yi Seok teralihkan oleh beberapa orang yang membawa tandu tertutup dan biasanya sering digunakan oleh seorang wanita dari keturunan bangsawan untuk bepergian.
"Di sana rupanya. Sepertinya benar-benar ada benang merah antara kalian ... aku sedikit cemburu," ucap Yi Seok yang tak mampu dimengerti oleh Yi Tan.
Yi Tan mengikuti arah pandang Yi Seok. Menemukan apa yang menarik perhatian Yi Seok sebelumnya. Namun karena terlalu fokus, Yi Tan tidak sadar jika Yi Seok diam-diam telah meninggalkannya.
"Apa maksud dari ucapan Pangeran sebelumnya?" tanya Yi Tan, namun ia tertegun begitu tak lagi mendapati Yi Seok berada di hadapannya.
Yi Tan kebingungan ketika Yi Seok tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Dan karena hal itu dia tidak sadar jika keberadaannya telah menghalangi para pembawa tandu yang terpaksa berhenti.
Keempat pria pembawa tandu itu tampak bingung. Tak berani menegur sang bangsawan. Hingga pada akhirnya seseorang yang berada di dalam tandu bersuara.
"Apa yang terjadi di luar?" Suara lembut milik seorang wanita.
Jendela tandu itu kemudian terbuka, menampakkan seorang wanita muda yang sepertinya belum menikah.
"Kenapa kalian berhenti?" tegur sang nona muda.
Salah satu pembawa tandu menjawab dengan ragu. "Itu ... Nona. Ada Tuan Muda yang berhenti di tengah jalan."
Sang nona muda melongokkan kepalanya dan menemukan punggung asing dari sang Tuan Muda.
"Turunkan tandunya."
Keempat orang itu lantas serempak menurunkan tandu. Dan sang nona muda kembali berbicara. "Bisakah kau menggantikan aku untuk menegurnya?"
"Baik, Nona."
Salah seorang dari mereka menghampiri Yi Tan, dan kebetulan saat itu Yi Tan berbalik ke arah mereka datang. Sang Pangeran sedikit terkejut, baru menyadari bahwa sebelumnya orang-orang itu berjalan ke arahnya.
"Tuan Muda ... bisakah Tuan Muda menepi sebentar? Aku tahu ini tidak sopan, tapi—"
"Kalian bisa lewat." Yi Tan menyela dengan suara yang terdengar sopan.
Sang Pangeran lantas menepi dan memberikan jalan bagi para pembawa tandu itu. Pria yang sempat menegur Yi Tan sekilas membungkukkan badan sebelum kembali menghampiri rekan-rekannya dan kembali melanjutkan perjalanan.
Sang Nona Muda tidak menutup kembali jendela tandu sehingga ketika tandu itu melewati Yi Tan, pandangan keduanya sempat saling bertemu dalam waktu yang singkat.
Pandangan Yi Tan refleks mengikuti kepergian sang nona muda. Dan tanpa disadari oleh para manusia, benang merah tiba-tiba melingkar di salah satu jari kelingking sang Pangeran. Sebuah benang tipis yang belum menemukan ujung ketika benang merah itu yang dengan cepat memudar.
Yi Tan segera tersadar bahwa Yi Seok telah meninggalkannya. Memandang sekeliling, Yi Tan terlihat sedikit kebingungan.
"Ke mana dia pergi? Kenapa tidak mengatakan sesuatu terlebih dahulu?" Yi Tan bermonolog sebelum mengambil langkah untuk mencari keberadaan Yi Seok saat ini. Namun sang Pangeran harus melewati jalan yang dilewati oleh sang nona muda karena hanya jalan itu yang bisa ia lewati.
THE PRECIOUS KING AND THE NINE TAILED//
Hanyang, Ibu Kota Joseon.
Kembali ke Ibu Kota. Meninggalkan aktivitas para penduduk setempat. Di depan gerbang Sungkyunkwan, para pemuda keturunan bangsawan berkerumun dan membuat sedikit kegaduhan.
Hari itu akan dilaksanakan ujian masuk Sungkyunkwan. Dan para pemuda yang berkumpul di depan gerbang Sungkyunkwan itu adalah calon mahasiswa baru. Biasanya di saat seperti ini, saat pintu gerbang dibuka, mereka akan berebut masuk lebih dulu untuk menempati tempat duduk yang menurut mereka membawa keberuntungan. Dan tentunya selalu saja ada keributan di saat seperti itu.
Namun di antara banyaknya mulut yang berbicara. Satu orang yang berada di tengah-tengah kerumunan tampak begitu tenang. Tak terlihat tengah mengkhawatirkan sesuatu seperti para calon mahasiswa baru lainnya.
Dan pemuda itu tidak lain adalah Shin Chang Kyun. Gumiho berusia tujuh ratus tahun itu pada akhirnya memiliki keinginan setelah hidup selama tujuh ratus tahun lamanya. Namun yang diinginkan oleh sang Gumiho adalah hal yang sangat sederhana. Mengikuti ujian dan masuk ke Sungkyunkwan sebagai seorang Pelajar Konfusius. Meski sebenarnya Chang Kyun bisa saja masuk dengan mudah hanya dengan mengandalkan sihirnya, namun Rubah yang satu ini lebih memilih cara yang manusiawi. Dan satu yang pasti, Roh Gunung tidak tahu tentang apa yang dilakukan oleh Chang Kyun selama sang Rubah meninggalkan Baeduksan.
"Buka gerbangnya!" Sebuah suara yang lantang terdengar dari dalam gerbang.
Semua orang bersiap. Dan tepat setelah gerbang terbuka, semua orang berebut untuk masuk lebih dulu. Namun Chang Kyun justru tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Bahkan ketika semua orang saling bertabrakan, tak ada satupun yang bisa menyentuh Chang Kyun. Seakan-akan sang Gumiho telah membangun pembatas di sekelilingnya agar para manusia tak bisa mengganggunya.
Ketika semua orang sudah masuk, barulah Chang Kyun melangkahkan kakinya. Dan ketika semua orang berebut tempat, Chang Kyun dengan suka rela mengambil posisi paling belakang. Duduk dengan tenang dan mulai menyiapkan apa yang ia perlukan untuk mengisi lembar jawaban.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ujian kali itu juga diadakan di halaman Sungkyunkwan yang cukup luas. Dan tentunya mengerjakan soal-soal ujian di bawah terik sinar matahari bukanlah hal yang mudah. Hal itu sering kali membuat fokus para peserta ujian terbagi.
Satu persatu para peserta menerima lembar soal. Namun mereka belum bisa mengisi lembar jawaban sebelum menerima perintah dari para pengawas ujian.
Chang Kyun memandang matahari yang begitu terik hari itu. Dia kemudian bergumam seakan tengah berbicara kepada sang surya. "Bukankah kau sedikit keterlaluan hari ini?"
Chang Kyun kembali menjatuhkan pandangannya pada lembar soal di atas meja. Tangan kirinya yang memegang kuas menggunakan ujung batang kuas itu untuk mengetuk meja sebanyak satu kali.
Dan seperti baru saja mendapatkan perintah, awan tebal tiba-tiba datang menghimpit matahari. Membuat sinar sang surya tak mampu menyentuh sang Rubah. Semua orang merasa lega karena keadaan tiba-tiba mendung meski tak ada awan hitam di langit.
Suara gong terdengar sebanyak tiga kali, pertanda bahwa ujian dimulai. Para peserta ujian segera mengisi lembar jawaban mereka. Namun ada-ada saja tingkah para peserta ujian setiap tahunnya. Ada yang berusaha sangat keras, ada yang menyombongkan diri dan ada juga yang terlihat pasrah.
Namun peserta ujian Shin Chang Kyun mengerjakan setiap soal dengan begitu tenang. Tidak perlu heran, Gumiho ini sudah hidup selama tujuh ratus tahun. Jika dia masih kesulitan dalam mengerjakan soal-soal ujian semacam itu, apa kiranya yang dilakukan olehnya selama tujuh ratus tahun hidupnya selama ini.
Tak butuh waktu lama. Chang Kyun menjadi orang pertama yang mengumpulkan jawaban. Dan tentu saja hal itu membuat semua orang terkejut, termasuk para pengawas ujian.
"Apa yang dia lakukan? Apa dia mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh?" ungkap salah seorang peserta ujian, cukup mewakilkan pikiran semua orang.
"Tanda pengenalmu," tegur sang pengawas yang menerima lembar jawaban dari Chang Kyun.
Chang Kyun menunjukkan tanda pengenalnya. Sebuah kayu dengan ukiran namanya berada di bagian depan potongan kayu seukuran genggaman tangannya tersebut.
"Kau yakin dengan semua jawabanmu?" Si pengawas ujian memastikan sekali lagi.
"Kalian bisa mengambilnya." Dengan perkataan singkat itu Chang Kyun berbalik dan berjalan menuju pintu keluar dengan membawa decak kagum serta cibiran dari para peserta lainnya.
Namun tepat setelah kaki Chang Kyun meninggalkan tempat ujian, awan yang sebelumnya menutupi matahari tiba-tiba menghilang. Membuat para peserta ujian mengeluh. Sementara sang Rubah melangkahkan kakinya dengan begitu ringan setelah melakukan satu dari dua keinginannya. Hanya tinggal menunggu waktu hingga keinginan ke dua Chang Kyun terpenuhi. Ketika pengumuman ditempelkan di papan pengumuman dan namanya terpampang di sana, saat itulah keinginan ke dua Chang Kyun akan terpenuhi. Menjadi seorang Pelajar Konfusius, meski akan sangat meragukan jika Gumiho ini akan benar-benar belajar tentang Konfusius.
THE PRECIOUS KING AND THE NINE TAILED//