"Maaf, Nara. Saya menolaknya."
Deg.
Nara tertawa kecil, siapa dirinya? Berani-beraninya mengajak Bossnya untuk menikah. Sebersit rasa kecewa hinggap di hati Nara, beserta rasa penyesalan yang tiba-tiba menghantui.
"Oh, maaf, Boss. Lupakan saja ucapan ngaco saya." Nara memaksakan tawanya, bukannya mencairkan suasana tawa itu malah membuat dirinya semakin malu.
Adrian menatap Nara, lalu berjalan mendekati wanita itu. Hingga tubuh tinggi tegap itu telah berdiri dihadapan Nara. Prempuan tak menyadarinya, pikirannya kini melalang buana memikirkan permintaan Razka.
"Saya memang menolak kamu," ucap Adrian berbisik di telinga Nara. Seketika Nara mengalihkan pandangnya pada Adrian, bertuburkan dengan mata coklat gelap itu.
"Karena seorang wanita secantik kamu tidak pantas untuk melamar seorang pria." Adrian mundur sedikit lalu pria itu merendahkan sedikit tubuhnya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru yang berisi cincin berlian.
"Kinara, maukah kamu menjadi pendamping saya? Mengisi kekosongan hati saya dan juga hari-hari saya. Maukah kamu selalu bersamaku, disaat duka maupun duka, sekarang maupun tua."
Nara mengerjapkan matanya pelan, bersamaan dengan turunnya air mata yang membasih pipinya. Nara terisak membuat Adrian gelagapan lalu kembali bangkit.
"Ada apa, Nara? Maafkan aku jika caraku melamarmu tidak romantis."
Nara mengeleng, isakannya masih sama. "Apa ini serius? Kamu tidak sedang mengerjaiku kan?" tanya Nara sesegukan.
Adrian terkekeh, "Aku tidak sedang bercanda. Aku mamang serius ingin melamarmu," ucap Adrian. Pria itu mengehela nafas, "Maukah kau menjadi ratu di hatiku?" tanya Adrian seraya mengusap pipi Nara, membersikan dari air mata yang berjatuhan.
Nara menganguk.
"Kinara, will you marry me?"
"Iya, aku mau."
"Mau apa?" tanya Adrian jahil.
"Iya, aku mau menikah."
Dahi Adrian berkerut, "Dengan siapa kamu menikah?" tanya Adrian menyembunyikan senyum jahilnya.
"Iya, aku mau menikah dengan Boss si muka triplek."
Cup..
Nara memelotokan matanya, tanganya reflek memegang bibirnya. Adrian. Adrian menciumnya. Hanya sekilas tapi Nara bisa merasakan darahnya berdesir dan jantung berdengub kencang.
"Ka--kamu mencium bibirku?" tanya Nara gugup, otaknya seketika menjadi kosong.
"Hanya sekilas untuk calon isteriku." Adrian tersenyum jahil saat melihat reaksi Nara. Prempuan itu masih belum kembali ke permukaan bumi, masih berterbangan diatas awan. Ciuman Adrian memang membuat Nara lupa daratan.
"Ayo, sekarang kita sampaikan berita ini pada Iyel dan Babang."
"Hah? Makan siang?"
Adrian tak menyangka ciuman kilatnya membuat dampak yang begitu besar untuk Nara. Dengan cepat, Adrian menggengam tangan Nara menuju anak-anaknya.
Sedangkan Nara masih saja memegangi bibirnya. Ciuman itu sangat singkat, mungki belum bisa disebut ciuman, itu hanya kecupan. Dan entah mengapa terasa manis di bibir Nara.
Ciuman Adrian memang sangat luar biasa.
***
Reaksi yang diberikan Dariel dan Razka membuat Nara menitihkan air matanya. Kedua bocah itu sangat menyetujui rencana pernikahan itu. Dariel yang paling semangat, dirinya semakin menempel dengan Nara.
"Iyel, duduk sama Daddy sini. Kasian Kak Nara nya keberatan," ucap Adrian mengeintruksi agar Dariel pindah kepangkuannya.
Dariel menggeleng, malah semakin mengeratkan tanganya pada pinggang Nara. "Gak mau. Iyel mau peluk Kak Nalra," ucap Dariel membenamkan wajah pada perut Nara.
"Gak papa, Boss. Saya ini strong kok. Malahan saya bisa pangku Iyel sama Babang," ujar Nara berbangga diri.
"Baiklah, tapi sebagai gantinya saya yang akan memangku kamu nanti."
Nara tak menyadari ada udang dibalik bakwan dari perkataan Adrian. Prempuan itu hanya menganguk sekilas tak terlalu memikirkanya.
"Maa, Babang mau pipis."
Nara ingin bergerak, tapi Adrian lebih dulu mengangkat tubuh Razka untuk di bawa ke kamar mandi. Nara tersenyum, semoga pilihannya tak salah.
Setelah selesai membantu Razka, Adrian tidak langsung membawa Razka kembali berbaring di kasur. Adrian membawa Razka untuk duduk di sofa, menyusul Nara dan Dariel yang sudah disana.
Jika dilihat, mereka persis seperti keluarga impian. Nara yang sedang memangku Dariel dan Razka yang menyedarkan kepalanya di d**a Adrian. Sangat-sangat membuat iri.
"Daddy, kapan Babang sama Kak Narla tinggal di rumah kita?" tanya Dariel seraya mengubah posisi duduknya menjadi memeluk lengan Nara.
Razka berdecak, "Kok Iyel masih panggil Kak Nara, sih?" tanya Razka juga membuat Adrian dan Nara bingung. Jawaban Dariel saja belum dijawab, kini pertanyaan Razka membuat kedua orang tua itu menggaruk kepalanya.
Nara berdehem, "Hemm. Tunggu Kak Nara sama Daddy Adrian sudah menikah ya, dan masalah panggilan nanti kita diskusiin lagi. Mungkin nanti ada sedikit perubahan." Adrian tersenyum, semoga pilihannya untuk menikahi Nara adalah benar.
"Emang kapan nikahnya?" tanya Dariel dan Razka kompak.
"Masih lama karena banyak yang harus disiap---"
"Satu minggu lagi. Satu minggu lagi kita akan tinggal bersama."
Nara membuka mulutnya lebar. Bossnya kira persiapan pernikahan itu singkat. Nara tidak mau pernikahanya mendadak, ia terlalu muak mendengar omongan orang nanti.
Sebelum Nara ingin mengeluarkan ocehan-ocehannya. Adrian lebih dulu berkata membuat Nara hanya bisa mengangguk.
"Masalah persiapan kamu tenang saja. Anak buahku akan mengurusnya, kamu hanya tinggal tunggu dan akan menjadi ratu di hari pernikahan kita."
Adrian tersenyum saat melihat Nara mengangguk. Lelaki itu mengelus kepala Razka yang berada dipangkuannya.
"Jadi, siapa yang mau es krim?"
"Hah? Es klrim? Iyel mau Dad!"
"Mau! Mau! Babang juga mau, Om Adrian."
"Gak ada yang boleh makan es krim," ucap Nara menekan semua kata-katanya membuat kehebohan ketiga lelaki itu mendadak hening.
"Babang lagi sakit. Gak boleh makan es krim," ucap Nara menatap Razka yang sedang memasang wajah memalasnya tapi sayang sekali Nara sudah kebal dengan itu.
"Kan kening Babang yang luka, Ma," ujar Razka terus membujuk Nara.
"Gak boleh. Sekali gak boleh tetap gak boleh."
"Iya, Babang gak boleh makan es klrim. Biar Iyel aja. Oke kan Dad?" tanya Dariel dengan senyum manisnya membuat Adrian tak mampu menolaknya.
"Gak boleh juga. Kata Daddy, Iyel baru sembuh batuk sama pilek."
"Tapi ----"
"Mau nanti tenggoraknnya sakit?"
Dariel yang berada dipangkuan Nara hanya bisa diam mengikut perintah calon ibunya.
"Udah siang. Dariel bobok aja." Dariel mengangguk, kepalanya ia sandarkan ditubuh Nara. Sedangkan Nara menepuk-nepuk pelan p****t Dariel agar bocah itu terlelap.
Baru saja Nara ingin meminta Adrian untuk menidurkan Razka di kasur, pemandangan didepannya membuatnya takjub. Adrian menggendong Razka seraya menyanyikan lagu dengan suara yang bisa dibilang hancur.
"Kak Nalra, suara Daddy memang jelek..." Nara terkekeh dengan ucapan Dariel. Sedangakan Dariel sudah hampir masuk kedalam dunia mimpinya saat Nara menepuk-nepuk bokongnya, belum lagi saat suara merdu Nara bernyanyi membuat Dariel semakin jatuh kedalam dunia mimpi.
"Babang sudah tertidur. Iyel juga nampaknya sudah tertidur. Sekarang giliran kamu yang tidurin saya, Nara."
"Bosss!"