BAB 1 - Sebuah Pertemuan
Seperti pagi biasanya, Luke baru saja keluar dari kamar mandi. Setelah skandal yang terkuak beberapa bulan yang lalu, ia memutuskan untuk berubah, berusaha merajut kembali hubungan antara dirinya dan sang istri, Alea. Pria itu kini sedang bersiap untuk pergi bekerja.
Setelah mengenakan pakaian yang sebelumnya telah disiapkan oleh sang istri, Luke bergegas menuju dapur untuk menyantap makanan yang sudah tercium oleh hidungnya.
"Pagi, Sayang," sapa Luke kepada putri kecilnya yang baru berusia dua tahun.
"Pagi, My Queen," ucap Luke pada sang istri. Namun, tak ada jawaban yang diberikan. Wanita itu tetap dingin seperti biasanya.
Luke, usia 28 tahun saat ini. Pria beralis tebal dengan mata setajam elang itu tak henti-hentinya merayu sang istri. Lelaki berparas tampan yang sangat dikagumi oleh wanita-wanita di kantornya itu kini tengah berusaha untuk mengembalikan lagi senyum sang istri yang hilang karena ulahnya. Pria itu adalah seorang Manajer bagian pemasaran di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa perencanaan wilayah, Pratama Group.
Kinerja pria itu sangat bagus. Luke merupakan seorang yang sangat profesional hingga banyak orang mengaguminya, termasuk kaum hawa.
Luke beberapa kali diketahui melakukan kecurangan, dan sudah dua kali dirinya kepergok melakukan kesalahan fatal. Orang berkata, kesalahan satu kali adalah sebuah kekhilafan. Namun, tidak untuk yang kedua kali.
Awalnya, pria itu mengira semuanya baik-baik saja. Karena Alea hanya memendam semuanya sendiri. Dia memaafkan kesalahan pertama Luke yang merupakan sebuah kesalahan tak termaafkan. Sebuah pengkhianatan yang mana bukti-buktinya Alea dapatkan dari ponsel pria itu berupa chat mesra dengan seseorang.
"Sayang, aku berangkat kerja dulu ya?" pamit Luke.
"Hem."
Bagaimanapun juga, Luke begitu menyayangi Alea. Meski istrinya memperlakukan dirinya demikian, ia tetap bangga pada wanita itu. Alea tetap melayani Luke seperti hari-hari biasanya. Tak ada sedikitpun kekhawatiran dari Luke. Pria itu mengira bahwa dirinya telah termaafkan.
"Aku nanti ada acara dengan teman-temanku. Mungkin pulang malam."
Luke menghentikan langkahnya saat istrinya kembali bersuara. Pria itu berbalik dan tersenyum.
"Tentu saja aku mengizinkan. Lakukan apapun yang bisa membuat kamu bahagia. Aku akan mendukungmu."
Luke menghampiri istrinya lagi dan memeluk istri dinginnya untuk kesekian kali, berharap mendapat balasan berupa sebuah pelukan.
"Aku berangkat kerja dulu," ucap Luke pada akhirnya.
Pria itu kemudian keluar rumah dan melajukan mobilnya yang sudah terparkir di depan rumahnya.
***
Alea bergegas untuk bersiap pergi. Sesuai dengan apa yang dikatannya tadi, wanita itu memiliki janji temu dengan teman kuliahnya. Tak lupa dia juga menyiapkan kebutuhan putrinya yang akan diajak serta.
"Kita mau ke mana, Ma?" tanya Alisha saat melihat mamanya mendandani dirinya.
"Kita mau ketemu teman Mama, Sayang," jawab Alea.
"Mama cantik, sama seperti Alisha. Coba aja mama dandan kayak gini tiap hari," celetuk gadis mungil itu.
Meski Alea baru berumur dua tahun, gadis kecil itu sudah banyak mengetahui hal-hal yang melampaui pikiran balita seusianya. Bahkan gadis itu sudah lancar bertutur kata sehingga orang lain langsung paham dengan apa yang ia ucapkan.
Selesai bersiap, mereka berdua kemudian berangkat ke lokasi janji temu mengendarai taksi online yang sebelumnya sudah ia pesan.
Setelah tiga puluh menit berkendara, mereka akhirnya tiba di sebuah restoran bergaya Korea. Tempat makan yang benar-benar sesuai dengan selera Alea. Mungkin bisa membuat Alea melupakan penat pikiran dan fisiknya.
Alea memasuki rumah makan tersebut. Dipandu oleh pramusaji rumah makan itu, Alea diarahkan menuju sebuah ruangan privat. Usai berterima kasih, Alea memasuki ruangan tersebut bersama dengan Alisha.
Alea disambut hangat oleh temannya yang bernama, Dewi dan Risa. Dua wanita di depannya merupakan sahabat baiknya. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendukung dan membantu Alea saat dalam keadaan terpuruk, seperti beberapa bulan lalu.
Ah, masa bodoh dengan masa lalu. Kini saatnya Alea bersenang-senang dahulu.
"Selamat datang, Alea," sapa Dewi.
"Selamat datang, Alisha." Risa menyapa Gadis kecil yang berada di sebelah Alea.
Keduanya dipersilakan masuk dan berbincang sembari menunggu pesanan mereka datang.
"Oh iya, kamu masih ingat Julian, kan?" tanya Dewi.
"Julian yang mana?" Dahi wanita itu berkerut.
"Itu, orang yang waktu itu ngejar kamu yang kalah cepat melamar kamu," ucap Risa memperjelas.
Alea hanya diam. Dia menunggu respon dari Alisha. Gadis kecil itu menatap mamanya seolah bertanya siapa yang dimaksud orang-orang dewasa itu.
"Aku masih ingat."
"Siapa dia, Ma?" tanya Alisha.
"Dia teman Mama juga, Sayang."
"Orangnya baik, gak, Ma?" tanya gadis itu lagi.
Alea tersenyum dan mengangguk. Ia mengusap kepala putrinya perlahan sementara gadis kecil itu kembali menyantap hidangan yang ada.
"Aku mengundang Julian ke sini," ucap Dewi.
Perkataan Dewi membuat Alea tercekat. Dia menatap temannya itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya. Dia menanyakan kabarmu. Sepertinya dia mendengar kabar mengenai dirimu dan suamimu."
Dewi menjeda ucapannya. "Dia memaksa ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja. Mungkin sebentar lagi dia akan datang."
Tepat saat Dewi menyelesaikan perkataannya, pintu ruang VIP resto itu diketuk oleh seseorang. Risa beranjak berdiri dan membukakan pintu.
Tampak seorang pria berdiri dibaliknya. Pria yang merupakan masa lalu dari seorang Alea. Pria tampan tanpa cela yang tak kalah jauh dengan sang suami.
Pria itu tersenyum. Ia berjalan dan menghampiri Alisha yang juga melihat ke arahnya.
"Siang, Alisha cantik," sapa pria itu.
"Om kenal icha?" tanya Alisha.
Pria itu mengangguk. Pria bermata biru itu tersenyum lagi.
"Perkenalkan. Nama Om, Julian."
"Wah, ternyata Om yang bernama Om Julian?" Pria itu mengangguk.
"Salam kenal, Om," ucap Alisha dengan wajah riang.
Gadis itu sangat bahagia saat mengetahui pria tampan dengan rahang tegas itu adalah Julian. Pria dengan tinggi sekitar 180 sentimeter itu tampak semakin menawan. Semakin hari justru semakin tampan.
Dewi dan Risa saja terang-terangan mengatakan kekagumannya pada pria itu. Namun mereka hanya sebatas kagum akan parasnya. Tak sama dengan wanita-wanita lain di luar sana yang mungkin akan menatap Julian dengan tatapan mendamba.
Sementara itu, Alea hanya menunduk. Dia berpura-pura tak memperhatikan pria itu. Dia sedari tadi sibuk menetralkan debar jantungnya yang tengah bertalu.
"Tidak, ini bukan perasan seperti dulu," batin Alea mengelak. Ia tak ingin perasaannya yang dulu kembali muncul. Dia menyadarkan dirinya bahwa dia sudah bersuami. Dia sudah punya anak, adalah hal yang tak mungkin bagi mereka.
"Hai, Alea. Lama tak bertemu," ucap pria itu sambil tersenyum.
"Kamu masih cantik seperti dulu," lanjut pria itu lagi.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi," ucap Julian sembari mengulurkan tangannya.
Alea menjabat tangan pria itu. Alea yakin kalau Julian bisa merasakan tangannya yang dingin karena gugup.
"Akan aku pastikan kamu akan menjadi milikku. Masih adakah kesempatan untukku, Alea?" lirih pria itu di telinga Alea. Sontak hal itu membuat Alea menjauhkan dirinya dari pria itu.
"Kamu gak apa-apa, Al?" tanya Julian yang menangkap tubuh Alea yang nyaris rubuh.