Memutuskan merawat Elizabeth, Mbok Yem selalu mengajak gadis itu kemanapun ia pergi. Ke sawah, ke jamban, ke sungai dan seluruh penjuru dusun. Pokoknya kemana-mana.
Hari-hari Mbok Yem jadi lebih ramai sejak ada Elizabeth, gimana gak ramai? Elizabeth cengeng, disamperin kucing aja dia nangis. Tapi dengan sepenuh hati, Mbok Yem merawat Elizabeth, si anak tunggal kesayangannya itu.
Pagi ini, Mbok Yem sudah siap, mengajak anak bayi itu ke hutan, Mbok Yem mau bilang thank you very much ke si Buto karena sudah mengabulkan keinginan terdalamnya itu. Dandan yang cyantiq biar bisa mengimbangin Elizabeth, Mbok Yem pun menggendong anak kecil itu dan berjalan menuju hutan.
Ke dalam hutan yang jauh, Mbok Yem istirahat sebentar di akar pohon yang muncul ke permukaan, duduk sambil mengeluarkan perbekalannya. Meminum air banyak-banyak, Mbok Yem kemudian menyuapi pisang untuk Elizabeth. Setelah di rasa cukup, Mbok Yem kembali melanjutkan perjalanan.
Hutan semakin gelap, bunyi serangga kian nyaring dan lantai hutan pun terasa makin lembab. Mbok Yem bingung, gak inget di mana lokasi persis ketika bertemu dengan si Buto. Jadi Mbok Yem teriak-teriak aja, cem anak kecil ilang di supermarket.
"Butoo!"
"Butoo Ijo!!"
"Buto! Ini aku, Mbok Yem!"
Mbok Yem terus memanggil nama Buto, tapi si Buto Ijo itu belum muncul juga. Sekian lama memanggil, tiba-tiba tanah hutan bergoyang, Mbok Yem gak ikut goyang, bawa Elizabeth soalnya jadi gak bisa joget luwes kan.
Ketika getaran tanah makin terasa dekat, muncul lah sosok Buto dari balik pepohonan, Mbok Yem yang sudah percaya kalau Buto baik hati pun tidak ketakutan ketika sosok raksasa hijau, berambut gondrong dengan gigi taring offside itu mendekat ke arahnya.
"Kenapa lu? Ganggu tidur gue ae!" Seru Buto, ia duduk kemudian bersandar di pohon yang paling besar, sepertinya masih mengantuk.
"Jam segini masih tidur? Astaga Buto! Rejekimu nanti dipatok ayam!"
"Bodo ah, entar siangan pas ayamnya tidur, ya gue patok balik deh mereka!" Mbok Yem cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan si Buto yang bicara sambil sedikit menguap.
"Eh apaan tuh yang lo gendong? Bawa snack ya lo buat gue??" Mbok Yem langsung mendur.
"Enak aja! Ini anak bayi, woy! Makasi lo! Thank you very muce-muce!" Seru Mbok Yem semangat.
"Much ihhh, gitu aja lo gak bisa!"
"Ya itu lah pokoknya."
"Jadi itu anak hasil dari biji gue?"
"Tepat syekali!" Mbok Yem mengacungkan ibu jarinya.
"Inget kan persyaratan dari gue??"
"Hamba inget kok, Buto. Tapi bingung akutu, ini anak ceweq berbaginya pegimana?" Tanya Mbok Yem sambil menggaruk kepalanya, pusing.
"Biarin dia jadi santapan gue."
"Eh buset? Cita-cita kamu mo jadi Kronos? Mamam anak sendiri? Belajar dari pengalaman Boss,"
"Heh rakyat! Lo ngomong apa sih? Gak ngerti gue!"
"Jadi kamu yang gaol ini ndak tahu kisah-kisah Dewa-Dewi penghuni Olympus?" Tanya Mbok Yem syok.
"Coba dah lo ceritain ke gue."
"Aku duduk dulu yhaa!" Mbok Yem menoleh ke sekitar mencari tempat yang nyaman untuknya duduk. Mendapat spot di bawah pohon rindang, berseberangan dengan Buto, Mbok Yem bersandar sambil mengeluarkan kacang rebus yang ia bawa dari rumah.
Karena akan mendongeng untuk pertama kalinya, Mbok Yem pun menyiapkan ceritanya seapik mungkin agar Buto terhibur dan tentu saja agar anak bayi dalam gendongannya juga merasa nyaman.
"Jaman baheula nih yaa, Kronos diramalkan kalau dia bakal dibunuh sama anaknya sendiri. Makanya tuh tiap istrinya hamil, pas melahirkan anaknya langsung dimakan. Kronos parno, abisan dia dapet tahta pun karena ngebunuh bapaknya. Eh mengebiri bapaknya deng, lebih tepatnya."
"Kebiri? Apaan tuh??" Tanya Buto kepo.
"Tititnya Uranus dipotong habis sama Kronos."
"Aduu, ngilu aku Mbok."
"Yaudah ceritanya udahan."
"Gak asik loo!"
"Ohh jadi mau lanjut?" Tanya Mbok Yem.
"Iya dong sist!"
Menarik nafas, Mbok Yem yang sudah tua ini meminum air untuk melegakan tenggorokannya, biar lantjar jaya ceritain si Kronos.
"Jadi suatu hari, Rea hamil lagi, nah pas melahirkan anakmya dia umpetin, biar gak ketauan Kronos, capek abisan dia tuh, hamil-melahirkan-hamil-melahirkan tapi ndak punya anak. Sedi ya?"
"Sedian elu, kaga punya laki, anak aja dapet dari gue. Pasti ndak pernah ngerasain bobo ena kan??" Ledek si Buto.
"Oke fix, bye!" Mbok Yem langsung berdiri. Kesal dengan si Buto yang ledekannya menusuk hingga ubun-ubun.
Sakit hati akutu! Batin Mbok Yem sebelum akhirnya berlari membawa Elizabeth kembali ke dusun.
Saat sedang berlari, Mbok Yem mendengar seruan Buto Ijo yang menyeramkan,
"Yem! Itu anak gue! Suka-suka gue! Gue kasih lo kesempatan untuk merawatnya selayaknya anak lo, tapi umur 17 tahun, dia kudu jadi camilan gue! Inget itu!!"
Seruan itu membuat bulu kuduk Mbok Yem meremang, Elizabeth yang sedari tadi diam pun menangis karena suara si Buto yang menyeramkan itu.
Begitu sampai di gubug kesayangan, Mbok Yem menenangkan Elizabeth, menenangkan jantungnya juga yang berdetak kencang karena berlari dan rasa takut atas ancaman si Buto.
"Gaswat nihh, si Buto gak boleh ambil anak gue satu-satunya. Pokoknya gak boleh!"
Mbok Yem mondar-mandir di dalam gubugnya yang sempit ini, sambil memikirkan bagaimana caranya menghindar dari Buto.
"Pengin ke luar negeri, capek, takut nyasar, gak punya duit pula."
"Pindah kampung aja apa ya?? Ahh tapi Mbok Yem gak mau tinggal di dusun lain, Mbok Yem udah punya jabatan sekarang di Serbahese, jadi ketua pergosipan LambeHese."
"Apa aku ke dukun aja yhaa??" Mbok Yem berhenti. Capek mondar-mandir kaya seterikaan.
Menatap Elizabeth yang sudah tenang, Mbok Yem berjanji kalau ia akan menyelamatkan anak kecil kesayangannya itu dari si Buto Ijo.
******
TBC