Setelah hampir dua jam melakukan perawatan di salon kecantikan, Alinda memutuskan untuk belanja terlebih dahulu di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta.
Dia memesan taksi online untuk pergi ke sana, sebenarnya Alinda memiliki mobil pribadi, hanya saja dia jarang menggunakannya. Alinda terlalu malas untuk menyetir sendiri, tetapi ketika Devino menawarkan untuk menggunakan supir pribadi, dia justru malah menolaknya.
Padahal, dari lubuk hatinya yang paling dalam dia berharap bahwa Devino lah, yang akan menawarkan diri untuk bisa mengantar jemput ke manapun dia pergi. Namun,sayang, Devino tidak peka dengan kode yang diberikan oleh Alinda selama ini.
Akhirnya, karena sudah terbiasa Alinda jadi keterusan jika ke mana-mana dirinya selalu naik taksi online, dia pikir akan sangat merepotkan jika harus menyetir dan membawa mobilnya sendiri.
Alinda hanya berharap suatu saat nanti suaminya itu akan peka, itu saja.
Bahkan sekarang dia juga tidak tahu suaminya akan menyadari atau tidak jika hari ini dirinya telah mempercantik diri khusus untuk menarik perhatian Devino.
"Semoga saja kali ini kamu tergoda, Dev," bisiknya dalam hati, lalu mengulas senyum manis di bibirnya.
Kemudian dia melangkah pergi meninggalkan salon kecantikan itu ketika melihat bahwa taksi pesanannya sudah datang.
Deina melihat sesuatu yang bergerak-gerak kecil dalam layar USG yang memperlihatkan calon anaknya, dia tersenyum senang ketika melihat benar-benar ada kehidupan di dalam perutnya.
"Dok, itu beneran calon anak kami?" tanya Devino dan diangguki oleh dokter Sasa. Deina yang mendengar pertanyaan aneh yang terlontar dari mulut Devino, dengan keras mencubit perut pria itu dan mendelik tajam.
Sedangkan Devino meringis menahan sakit. Namun, masih bisa tersenyum manis ketika dokter Sasa terkikik geli melihat tingkah keduanya.
"Kalian ini lucu sekali, saya jadi teringat waktu saya masih muda, waktu pertama kali mengandung, suami saya juga seantusias suami Bu Deina," tutur dokter Sasa yang mengingat kenangan bersama suaminya saat pertama kali mereka mengecek kandungan.
Sedangkan Deina hanya bisa tersenyum kikuk, bagaimana dia harus menjelaskan pada dokter Sasa bahwa Devino bukanlah suaminya? Ibaratnya seperti nasi yang telah menjadi bubur, dia akan malu sendiri jika mengatakan pria yang menemaninya saat ini adalah musuhnya dan bukan suaminya. Deina menghela napas pelan dan menoleh ke arah Devino.
Dilihatnya Devino tersenyum cerah saat menatap layar USG di depannya, ketika melihat ada janin yang bergerak di sana. Memang benar apa yang dikatakan dokter Sasa, Devino begitu antusias melihatnya, padahal itu bukan anaknya, tapi kenapa dia bisa sebahagia itu?
Andaikan saja Diego yang saat ini menemani Deina pasti suaminya itu akan sama antusiasnya dengan Devino saat ini.
"Keadaan Ibu dan janinnya sehat. Usia kandungan Ibu sudah masuk minggu kedelapan, embrio di dalam kandungan sudah bisa disebut janin karena sudah memiliki bentuk serta wajah seperti kelopak mata dan hidungnya yang sudah mulai terbentuk. Ketika nanti sudah memasuki minggu kesembilan, muka pada janin akan semakin jelas dan terbentuk. Untuk saat ini perkembangan janin sangat bagus, jadi saya harap Ibu tetap harus jaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan yang sehat, jangan terlalu banyak pikiran karena itu juga bisa berpengaruh pada perkembangan janin. Untuk sejauh ini semuanya aman."
Devino mendengarkan penjelasan dokter Sasa dengan penuh minat, sedangkan Deina sedari tadi hanya melihat ekspresi serius Devino. Rasanya dia ingin tertawa kencang melihat pria itu, sudah seperti suami siaga saja, padahal faktanya mereka adalah musuh yang selalu bertengkar dan tidak mengenal tempat dan waktu.
Akan tetapi, kali ini mereka justru terlihat akur, keduanya tampak seperti pasangan suami-istri yang harmonis.
"Terimakasih, ya, Dok."
Setelah dirasa cukup dengan belanjaan yang kini bertengger manis di kedua tangannya, dari mulai pakaian, mekap, dan aksesoris yang diperlukannya. Semua dia beli tanpa peduli uangnya terkuras habis.
Yang Alinda inginkan saat ini hanya satu, yaitu membuat Devino jatuh cinta padanya. Mungkin malam ini akan menjadi malam yang paling menyenangkan di sepanjang sejarah dalam hidupnya. Ya, semoga saja begitu.
'Duh, laper banget nih. Cari makan dulu aja kali, ya,' gumamnya dalam hati.
Alinda berjalan memasuki salah satu restoran yang sering dia kunjungi jika sedang bersama Deina ataupun suaminya.
Namun, pandangannya tak sengaja menangkap siluet tubuh seseorang yang dikenalnya.
"Bukannya itu Diego, ya?"
"Lho, tapi kok cewek itu kayaknya bukan Deina? Siapa, ya?"
"Dih pake suap-suapan segala lagi! Duh, b******k banget tuh cowok, jangan-jangan selama ini dia selingkuh lagi dib elakang Deina? Gak bisa dibiarin, nih!"
Alinda bersembunyi di balik pintu masuk dan terus berbicara sendiri untuk memaki Diego, membuat beberapa pasang mata melihat aneh ke arahnya.
Akan tetapi, Alinda mengabaikan itu semua dan segera berjalan cepat untuk menghampiri Diego, berani-beraninya pria itu mengkhianati sahabatnya, jelas saja Alinda tidak terima.
"Diego!" bentaknya seraya menggebrak meja yang di tempati mereka.
Diego dan wanita selingkuhannya itu tersentak kaget sambil membelalakkan mata ketika tahu bahwa Alinda lah, yang telah menggebrak mejanya barusan.
Diego yang tidak terima dengan perbuatan sahabat istrinya itu pun beranjak dari tempatnya.
"Apa-apaan kamu, Alin!" bentak Diego marah.
"Lo, yang apa-apaan! b******k banget jadi cowok, berani-beraninya lo khianati sahabat gue!" amuk Alinda murka.
Semua pasang mata menyaksikan keributan itu, menikmati pertunjukan gratis di depan mata mereka.
Diego mengalihkan pandangannya pada mereka semua, "Ngapain liat-liat?" teriaknya kesal.
Diego mendesis marah menatap Alinda, "Kamu ... awas saja jika mengatakan ini semua pada Deina! Aku tak segan-segan membunuhmu jika itu terjadi!" Diego mengatakannya dengan penuh ancaman, kemudian dengan cepat dia meraih pergelangan tangan selingkuhannya untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Sedangkan Alinda membelakkan matanya tidak percaya, "Heh! Apaan maksudnya? Lo, ngancem gue hah! Lo pikir gue bakal takut? Dasar cowok pengkhianat! " teriaknya lantang. Namun, Diego tetap melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan teriakan Alinda.
Karena emosinya yang membara membuat dia tidak sempat melihat dengan jelas wajah wanita itu, kemudian dengan cepat Alinda berlari menyusul keduanya.
Ketika sampai diparkiran, dengan jelas Alinda dapat melihat wajah wanita itu dan betapa terkejutnya dia saat menyadari bahwa wanita itu adalah seseorang yang dia kenal.
"Cewek itu, 'kan—"
"Mbak! Awas dong, jangan berdiri di tengah jalan!" sentak seorang pengendara motor yang ingin mengeluarkan motor sportnya dari parkiran.
Alinda pun gagal mengejar mereka, karena mobil Diego telah pergi jauh membelah jalanan dan membaur dengan kendaraan lainnya.
Dia masih belum percaya, Diego berani melakukannya. Di depan Deina, pria itu bersikap seolah sangat mencintai sahabatnya itu. Namun, di belakang, ternyata suami dari sahabatnya itu malah main belakang dengan sepupu dari istrinya sendiri.
Memalukan. Itulah yang ada di pikirannya saat ini. Alinda ingin memberitahu Deina tentang ini. Akan tetapi, dia tidak ada hak untuk ikut campur urusan dalam keluarga mereka.
'Gue harus cari cara biar Deina tau sendiri, betapa brengseknya, lo, Diego. Awas lo, gue pastiin kalo Deina gak bakal maafin laki-laki sampah kayak, lo!' geramnya penuh amarah. Tak lupa dengan kepalan tangannya yang kian mengerat dengan tatapan tajamnya.
Alinda tidak akan takut sekalipun dia harus kehilangan pekerjaan, yang jelas dia tidak rela jika sahabatnya diperlakukan seperti ini. Toh, dirinya juga masih bisa mencari kerja di tempat lain dan jangan lupa, bahwa ayahnya adalah seorang pengusaha, dia bisa saja melanjutkan perusahaan keluarganya jika dia mau.