Matahari pagi menyambutku, aku tersenyum melihat suamiku yang terlelap sambil memelukku. Dan bukan hanya mentari pagi yang menyambutku, tapi..
Prang...prang..prang...
Suara berisik dari bawah menyambutku. Rei yang mendengar itu langsung terbangung.
"Sayang, suara apa itu? berisik sekali. Aku masih mengantuk, dan ini masih jam 06.00 pagi" kata Rei sambil melihat jam. Aku hanya menggeleng.
Aku dan Rei membersihkan diri sebelum memilih keluar kamar untuk melihat drama apa yang terjadi di bawah. Yah itu pasti drama, dan sudah pasti itu ulah lampir tua dan rubah itu. Aku dan Rei berjalan menuruni tangga. Terlihat jelas tatapan sinis dari mertuaku dan adik iparku yang sedang duduk di meja makan.
"Pagi ma, pa, Rosa" sapa suamiku. Aku hanya tersenyum pada papa mertuaku. Aku tidak peduli pada kedua lampir itu. Mertuaku hanya menatapku sini tanpa menjawab sapaan suamiku. Nah,
'anak sendiri tidak di jawab, apalagi aku. Mending aku diam saja, ku anggap lampir tua dan rubah licik ini tidak ada disini' batinku.
"Tadi suara apa ma, kok ribut-ribut?" tanya suamiku penasaran.
"Bukan apa-apa. Ayo sarapan, mama sudah lapar. Mama mau pergi sama adikmu"
"Mama mau kemana sama Rosa?" Tanya Rei lagi
"Kami mau jalan-jalan. Habis itu ke mall dan ke salon. Ya kan ma?" Mertuaku hanya mengangguk.
"Sekalian aja sama Dia. Kalian bisa belanja bertiga, lebih rame kan lebih seru. Kamu mau kan sayang?" belum sempat aku menjawab
"Ogah, kita pergi keluar karena di rumah ada perempuan murahan ini. Masa mau ikut kita lagi, yang ada makin mumet. Aku gak mau kalau dia ikut" cerocos rosa.
'Dasar rubah sialan, awas saja kau nanti. Siapa juga yang mau ikut dengan lampir tua dan rubah seperti kalian. Aku lebih baik tidur' batinku.
"Rosa, jaga bicaramu, dia kakak iparmu" bentak papa mertuaku. Rosa berdiri,
"Apaan si pa, dia bukan kakak iparku, dia itu perempuan murahan yang mendekati kakakku demi hartanya. Sampai-sampai dia hamil di luar pernikahan. Apalagi namanya kalau bukan MURAHAN?" Rosa menekan kata murahan itu. Membuat darahku mendidih.
Plakk..
Satu tamparan mendarat di pipi Rosa,
"Jaga bicaramu Rosa. Bukan berarti karena aku sangat menyayangimu, aku akan tinggal diam saat kau menghina istriku" Rosa memegangi pipinya yang memerah, sudah pasti itu sangat panas, haha.
"Rasakan kamu rubah licik, kamu fikir kakakmu akan berpihak padamu? Jangan harap' batinku.
"Rei, apa yang kamu lakukan, dia itu adikmu. Gak seharusnya kamu melakukan itu dsmi perempuan murahan ini" bentak mama mertuaku.
"Baru sehari tinggal di rumah ini sudah membuat onar. Lebih baik kau pergi dari rumah ini perempuan murahan" lanjutnya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.
"Ma, Dia itu istriku, menantu mama, kakak iparmu Rosa"Rei menatap mereka bergantian. "Gak sepatutnya kalian mengatai Dia begitu, kalian menghina istriku sama saja kalian menghinaku" protes suamiku.
"Benar Rei, mama dan adikmu sudah keterlaluan." timpal papa mertuaku.
'Baiklah, sandiwara di mulai' lagi-lagi aku membatin.
"hiks..hikss.." aku memeluk suamiku. "Apa salahku, kenapa mereka tega mengusirku, hiks..hikss.. Baiklah kalau itu mau kalian. Aku akan pergi dari rumah ini. Aku juga gak mau kalau kalian merasa terbebani karena kehadiranku" aku terisak, dan itu hanya sandiwara. Lampir dan rubah ini perlu di balas dengan hal yang setimpal.
"Yasudah pergi sana, pintu rumah terbuka lebar mempersilahkan kau pergi." usir mertuaku.
"Baiklah, aku akan pulang ke eumah orangtuaku, maaf telah menyusahkan kalian hiks..hikss.." kulepas pelukan suamiku dan ingin berlari ke kamar. Aku yakin, sudah pasti suamiku akan menahanku. Rei menahan tanganku
"Gak sayang, kamu gak boleh pulang dan gak akan boleh pulang. Kau akan tetap bersamaku" bujuk Rei.
"Tapi mama dan Rosa sudah mengusirku Rei. Mereka tidak mau aku tinggal disini. Aku merasa tertekan dan itu membuatku tidak nyaman, aku takut membawa pengaruh buruk pada bayi kita, hiks..hiks.." kuelus perutku penuh dengan sandiwara.
"Iya sayang, kamu gak akan tinggal disini. Kita pindah hari ini, aku sudah membeli rumah untuk kita di dekat perusahaan. Tadinya aku mau ngajak kamu pindah minggu depan, supaya kamu bisa menghabiskan waktu sama mama dan Rosa. Tapi karna kamu bilang gak nyaman, yasudah hari ini kita pindah. Jangan nangis lagi ya sayang" Rei memelukku, sedangkan lampir dan rubah itu melongo tak percaya.
"Maksud kamu apa sudah membeli rumah? Berapa banyak uang yang kamu buang untuk membeli rumah itu. Bukankah kamu sudah punya rumah disini?" protes mama mertuaku tak terima.
"Sudahlah ma, biarkan mereka pindah. Sudah seharusnya mereka punya rumah sendiri. Mereka sudah menikah" papa mertuaku memang selalu berpihan pada kami, yang membuat mama mertuaku semakin jengkel.
"Mama kan yang menyuruh kami pergi? Mama usir Dia berarti mama usir aku juga. Dia istri aku ma, kemana aku pergi Dia akan ikut. Dan kemana Dia pergi, aku akan tetap bersamanya." Rei menarikku ke kamar untuk membenahi barang-barang kami. Sebelum menaiki tangga, aku memberikan kode kepada lampir tua dan rubah itu. Satu kosong, kode yang ku isyaratkan dengan jariku. Mama mertuaku terlihat semakin murka, dia mengepalkan tangannya seakan ingin meninjuku. Tapi sayang, kali ini keberuntungan berpihak padaku.
Aku dan Rei membereskan barang-barang kami, saat kami akan pergi
"Rei, tunggu nak. Kamu gak serius kan mau pindah. Maafin mama sayang, tadi mama hanya bercanda. Kalian mau kan tinggal disini lagi, kamu mau kan Dia sayang?" lalu menatapku.
'Lihat itu, wajah lampir tua ini. Sungguh bermuka dua. Dasar ratu drama. Oh bukan, tapi nenek drama, lebih tepatnya lampir drama.'batinku.
"Gak ma, memang dari awal aku udah berniat untuk pindah. Aku juga ingin mandiri bersama Dia, aku gak mau bergantung sama mama. Mama juga bisa mampir ke rumah kami. Sekalian mama menjenguk Dia, karena dia juga butuh arahan dari mama untuk merawat kandungannya. Iya kan sayang?" aku hanya menganggung, tapi batinku berkata lebih baik lampir tua ini tidak datang. Jika dia datang, justru akan semakin membahayakan kandunganku.
"Oh baiklah, mama akan sering mampir. Maaf soal tadi ya nak, jangan diambil hati. Maaf ya nak Dia" mama mertuaku memelukku. "Lihat saja nanti, akan saya balas kamu perempuan murahan. Berani-beraninya kau memisahkan aku dan anakku, aku yakin kau hanya ingin mengambil harta anakku" bisiknya di telingaku.
'Ternyata lampir ini ingin berperang denganku, baiklah lampir tua, aku terima tantanganmu' batinku. "Yasudah, kalian hati-hati ya nak" Lanjut mertuaku. Dengan sigap kupeluk lagi mertuaku
"Maafin Dia juga ya ma, dia sering buat mama marah" kataku bersandiwara. "Baiklah lampir tua, jika ingin berperang datanglah, aku akan melayanimu" bisikku. Aku melepaskan pelukanku. Kuseka air mataku yang sebenarnya tidak ada sama sekali. Mama mertuaku melongo melihatku, aku tidak peduli meskipun dia harus struk sekalipun. Bila perlu aku ingin memberi timex ada lampir tua ini.
Kami berangkat menuju rumah baru. Minimalis tapi sangat elegan. Aku menyukai tempat ini, pilihan Rei memang terbaik.
"Bagaimana sayang, kau suka rumah baru kita?" aku mengangguk.
'Tentu saja aku suka. Yang terpenting aku tidak serumah dengan lampir tua itu. Bisa-bisa semua rambutku akan rontok memikirkan cara untuk menghadapinya.'batinku.
Kami mulai membenahi barang-barang kami. Menata semua tempat sesuai seleraku. Rei hanya menurut, yang penting aku nyaman. Disini juga sudah ada mbok Sumi yang akan membantuku, dia adalah asisten rumah tangga kami. Aku tidak tau sejak kapan Rei mempekerjakannya. Mungkin sejak hari ini. Karena saat kami tiba disini, mbok Sumi sedang menunggu kami di luar.
Selesai berbenah, Rei memesan makanan untuk kami karena belum ada persediaan makanan untuk di masak oleh mbok Sumi. Lagi pula mbok Sumi juga lelah membantu kami berbenah dan membenahi barang-barangnya. Sambil menunggu makanan, kami membersihkan diri. Tidak sampai tiga puluh menit, pesanan kami datang. Kami langsung menyantap makanan itu dengan lahap bersama dengan mbok Sumi, disini kami menganggap mbok Sumi seperti orangtua kami. Kami memilih untuk beristirahat setelah selesai makan. Karena aku butuh tenaga untuk menghadapi hari esok. Aku berharap lampir itu tidak datang kesini, karena itu adalah mimpi buruk bagiku. Tapi sayangnya, aku mendengar Rei berbicara di telfon, kalau lampir itu akan kesini besok untuk melihat rumah baru kami. Semoga besok aku tidak berperang, karena aku sangat lelah.