0: PROLOG
" Loving you like a hug cactus."
***
Gadis ini menatap bingkai foto di tangannya dengan seutas senyuman manisnya. Ia kemudian menghela napasnya, sedangkan matanya tidak lepas dari bingkai foto tersebut.
"Kamu tersenyum dan menatapku saja, aku sudah sangat senang, apalagi bila kamu membalas perasaan ini," gumamnya kecil.
Ia kemudian terkekeh sambil tangannya mengusap air mata yang begitu saja keluar dari pelupuk matanya.
Tangannya pun kemudian bergerak meletakkan bingkai foto itu di atas nakas yang terdapat di samping tempat tidurnya.
Gadis ini beranjak dari kasur dan berjalan mendekati jendela kamarnya, ia mengusap embun di kaca jendela itu kemudian tersenyum simpul.
"Langit yang tadinya cerah, kenapa kamu malah bermuram hati sekarang? Aku tidak ingin kamu mewakili perasaanku saat ini, kamu sendiri lihat 'kan? Aku dapat menahannya," gumamnya.
Ia menghembuskan napasnya, kemudian kembali tersenyum. "Tapi, hujan saat ini justru mengingatkanku padanya, pada awal dari semuanya....." lanjutnya lirih.
Matanya menatap pada langit mendung yang terus saja menurunkan tetesan-tetesan air hujan. Sebuah memori lama terlintas dipikirannya, ia memejamkan matanya.
"Aku tidak pernah menyesali kenangan indah yang sebenarnya semakin membuatku sakit ini...”
"Aku justru mensyukurinya, sebab aku memiliki kenangan indah bersamanya, meski hanya kenangan sederhana."
*
Keempat bocah ini berlarian dengan lincah di tengah derasnya hujan yang mengguyur bagian bumi ini, mereka berempat memakai seragam merah putih, terdiri dari tiga orang gadis kecil dan satu pria kecil.
Aura kebahagiaan dan keceriaan terpancar di wajah mereka.
"Aduh...!" Gadis berkucir kuda ini meringis ketika tubuhnya terhempas ke tanah, sebab kakinya tersandung batu.
Ketiga anak lainnya menghentikan tawa mereka dan berpaling pada gadis kecil yang mulai terisak tersebut.
"Ya ampun Steffi..!" Gadis dengan bando kupu-kupu ini menjerit centil sambil menghampiri Steffi.
"Kamu baik-baik, aja?" tanya gadis yang lain.
Sang pria kecil pun tak kalah cemas, ia menatap gadis kecil yang sedang terisak tersebut.
"Lutut aku sakit," lirih Steffi dengan isakannya, ia menunjukkan lututnya yang mulai berdarah.
"Aduh, sekarang gimana dong?" jerit gadis berbando kupu-kupu ini panik.
"Udah Bella, kamu jangan panik. Kamu juga jangan nangis ya Stef, Steffi 'kan kuat," ujar gadis ini menenangkan kedua sahabatnya.
Pria kecil ini mendekati Steffi, ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, ia kemudian tersenyum senang.
"Untung ini selalu aku bawa," serunya riang, dengan sigap pria kecil ini menempelkan sebuah plester luka diatas luka Steffi.
"Nah, sekarang Steffi udah gak luka lagi. Gimana? Masih sakit? Enggak 'kan? Benar kata Melody, kamu itu kuat."
Pria kecil ini tersenyum pada Steffi.
Steffi mengusap air matanya, "Makasih ya Mike, makasih teman-teman. Sekarang aku tenang, luka aku juga gak pedih lagi," sahutnya kembali tersenyum.
"Sekarang kita pulang aja, yuk! Aku udah capek hujan-hujanan," ajak Bella pada ketiga sahabatnya.
"Bella bener, aku juga capek. Lagian luka Steffi harus diberi antiseptik di rumah biar gak infeksi," tambah Mike.
Melody hanya mengangguk, ia kembali menatap Steffi. "Kamu bisa jalan, Stef?" tanyanya.
Steffi mengangguk, ia mencoba berdiri, namun, ia kembali terduduk, gadis itu pun meringis.
"Aduh..! Gak bisa, kakiku sakit," rintihnya mulai terisak lagi.
"Aduh, sekarang gimana dong?" tanya Bella cemas.
"Mike, gimana dong?" Melody menatap Mike.
Mike berpikir sejenak, kemudian tersenyum, "Aku tau!" serunya.
Ketiga sahabatnya menatap heran.
Mike berjongkok didepan Steffi sambil badannya membelakangi gadis kecil itu.
"Naik sini dipundak aku, biar aku gendong kamu," tawar Mike sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Steffi mengernyit, "Kamu yakin kuat?" tanyanya.
"Udah tenang aja, naik sini," sahut Mike.
Bella dan Melody mengangguk setuju.
"Naik aja Steffi, Mike kuat kok," bujuk Melody.
Dengan ragu Steffi mengangguk, Melody dan Bella pun memegangi tubuh Steffi membantu gadis kecil bangkit, ia kemudian melingkarkan tangannya di leher Mike.
Mike memegangi kaki gadis kecil itu dan perlahan mulai berdiri.
"Gimana? Aku kuat 'kan?"
Steffi tidak menanggapi, ia hanya tersenyum simpul.
"Ayo ah, kita pulang sekarang..!" seru Bella sambil berlari.
"Bella jangan lari dong, nanti kamu jatuh kayak Steffi," omel Melody kesal sambil mempercepat langkahnya menghampiri Bella.
Sementara Mike yang sedang berjalan pelan sambil menggendong Steffi di pundaknya hanya bisa terkekeh geli.
"Aku berat ya Mike?" tanya Steffi.
Mike menggeleng, "Gak sama sekali," jawabnya.
"Kok jalannya pelan?"
Mike kembali terkekeh, "Kalau aku lari, aku takut kamu jatuh. Udah deh Stef, jangan mikir macam-macam, aku ini khawatir sama kamu," sahut Mike. Steffi hanya diam, ia merasakan pipinya bersemu mendengar ucapan pria kecil itu.
*
"Sekecil itu aja aku udah jatuh cinta sama kamu, Mike. Aku heran..." Steffi menggantungkan kalimatnya, ia menghela napas.
"Kenapa rasa suka ini makin bertambah? Padahal aku sudah coba berbagai cara agar tidak mempedulikan rasa ini, kita juga jarang mengobrol tapi kenapa aku betah banget suka sama kamu?"
"Padahal juga, aku tahu bahwa kamu selalu menatap kepada sahabatku, tapi kenapa Mike? Kenapa aku gak bisa menghapus rasa ini?" Air mata Steffi menetes, buru-buru ia mengusap air matanya.
Steffi terkekeh kecil, "Sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis, tapi air mata ini susah banget buat ditahan. Aku gak pernah menyesali air mataku menetes karena menangisi kamu, tapi aku hanya tidak ingin, kamu menjadi penyebab menetesnya air mata ini."
Steffi kembali menghela napasnya, "Aku bahagia, meski hanya bisa menyukai kamu dari jauh, bahagia kamu adalah bahagianya aku." Steffi tersenyum tipis sambil kembali menatap langit yang masih tertutupi awan kelabu.
*
" Jika aku bukan jalanmu, kuberhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu."
(Jodoh pasti bertemu – Afgan)