Lari Pagi

1474 Kata
Bevrlyne sudah mengenakan pakaian olahraga, ia bersiap untuk lari pagi seperti yang biasa ia lakukan setiap akhir pekannya, setelah selesai mengenakan sepatu olahraganya, ia segera beranjak dari kamarnya. Ia berjalan dengan langkah besar menuju ke kamar Velgard. Ketika hendak melakukan kegiatan olahraga, Bevrlyne terbiasa mengikat satu rambut hitam panjangnya, itu untuk memudahkan dirinya dalam beraktivitas. Sementara dalam kegiatan sehari-hari, ia lebih suka menguncir dua rambutnya ketimbang menggerai membiarkan rambutnya terurai begitu saja. Lokasi kamar mereka berada di lantai dua dan jaraknya tak terlalu jauh, hanya perlu beberapa detik saja baginya untuk tiba di depan pintu kamar Velgard. Ketika tiba di sana, ia tak ragu untuk berteriak dan menggedor pintu kamar tersebut, apalagi hal itu sudah rutinitasnya jika Velgard didapati masih tertidur pulas. “Vel, Kau sudah bangun? Ayo keluar atau kita akan terlambat!” serunya sambil menggedor pintu dengan cukup keras, tapi di dalam kamar sana tak ada sahutan apa-apa, seolah di balik pintu itu hanya berupa ruangan kosong tanpa penghuni. Untuk sesaat, Bevrlyne menghentikan aksinya, ia menunggu tanggapan dari dalam sana, tapi balasan yang ditunggunya sama sekali tak kunjung terjadi, maka dari itu ia memutuskan untuk lanjut menggedor sambil berteriak agar saudaranya itu mau bangun. “Bangun, dasar putri tidur! Kau tak akan menemukan pangeran yang akan menciummu di sana!” Bevrlyne segera berteriak dengan suara yang lantang saat itu. “Itu menjijikkan, kau tahu.” Terdengar suara sahutan dari Velgard, sahutannya membuat Bevrlyne tersenyum sesaat, ia berhenti menggedor pintu seketika setelah mendengar balasan dari pria itu. “Oh, kupikir kau belum bangun.” Bevrlyne membalas dengan nada bicara yang sok polos. “Bagaimana bisa aku masih tidur ketika kau menggedor pintu sekeras itu? Aku yakin tak lama lagi pintu kamarku akan hancur.” Balasan dari pria itu jelas terdengar tak senang. Tentu saja tak akan senang, siapa yang akan suka jika seseorang itu sedang enak-enak tidur, tiba-tiba pintu digedor keras dan ada yang berteriak-teriak tak jelas seperti yang Bevrlyne lakukan saat ini. “Baguslah kau sudah bangun, cepat bersihkan ilermu dan bergegaslah.” “Aku tidak ngiler,” bantah Velgard dari dalam. Bevrlyne kembali tersenyum dengan balasan itu. “Cukup omong kosongnya, mau pergi atau tidak? Aku sarankan pergi karena kau akan kuseret jika menolak.” Bevrlyne memberi pilihan, tapi pada kalimat terakhirnya ia terdengar seperti sedang mengancam. “Ajakan macam apa itu? Itu pemaksaan.” Velgard segera memprotes dengan nada yang kesal. Tentu saja Bevrlyne sengaja mengatakan kalimat itu. “Aku akan menunggu di bawah, lima menit tidak turun, akan kuseret kau.” Ia kembali memberikan ancaman pada saudaranya. “Apa seperti itu caramu bicara pada kakakmu?” tanya Velgard dengan nada tak terima. Seperti biasa, ia selalu menjadi orang yang sok lebih tua dari Bevrlyne, bahkan tak jarang status atau kenyataan ia yang lahir pertama kali ia jadikan sebagai alasan dan s*****a untuk banyak hal. “Oh, diamlah, kau hanya lebih dulu lahir beberapa jam dariku.” Bevrlyne segera menggerutu. “Tapi itu tidak adil, aku selalu memberimu waktu setengah jam lebih untuk bersiap-siap.” Velgard membalas seperti meminta waktu lebih banyak dari yang diberikan sebelumnya. “Waktu yang dibutuhkan untuk pria dan wanita itu beda. Pokoknya jangan lama-lama.” Setelah itu Bevrlyne meninggalkan pintu kamar yang masih belum terbuka, ia menuruni tangga menuju dapur. Ia sama sekali tak memberi waktu lebih, pasalnya ia yakin jika saudara kembarnya itu pasti akan melewati batas yang ditentukan olehnya. Rumah itu tampak sepi, jelas jika saat ini yang menghuninya adalah mereka saja. Ibu mereka sudah pergi, seperti biasa wanita itu jarang berada di rumah. Mengurus dua anak sendirian bukan sesuatu yang mudah, kerja keras dilakukan olehnya sehingga waktu luang di rumah sangat sedikit. Bevrlyne tak marah, ia sangat memaklumi pekerjaan ibunya yang sangat berat. Hari itu adalah akhir pekan, Velgard dan Bevrlyne biasa melakukan rutinitas mereka di tempat olahraga bersama. Hal yang mereka lakukan tidak banyak, mereka hanya akan berlari santai menuju ke lapangan olahraga terdekat, berlari selama beberapa putaran lalu sisanya jalan santai berkeliling kota sampai akhirnya mereka kembali pulang. Saat ini keduanya sudah berjalan di trotoar, mereka mulai berlari dengan langkah-langkah pendek dan cukup pelan. Bevrlyne berlari tepat di belakang Velgard, pada saat itulah ia melihat penampilan pria itu dengan baik. “Biar kutebak, kau tak mandi.” Bevrlyne melontarkan tebakannya. “Yaps.” “Kau hanya cuci muka saja.” “Betul.” “Aku menunggu lama hanya karena kau menata rambutmu itu.” Bevrlyne memandang gaya rambut Velgard yang tampak diminyaki dan ditata dengan rapi. Salah satu kebiasaan Velgard adalah membuat rambutnya tampak rapi dan memiliki gaya yang kerenーmenurutnya. Sedangkan Bevrlyne sendiri akan senang dan lebih suka untuk merusak gaya rambut pria itu dengan mengacak-acaknya, entah seberapa sering Velgard harus menata ulang ketika Bevrlyne berhasil mengacak rambutnya. “Tepat sekali. Kau luar biasa, Bev.” Velgard malah terlihat senang dengan tebakan-tebakan itu, padahal Bevrlyne buka suara adalah sebagai bentuk ejekan dan protesan padanya. “Kau s****n, kau membuatku menunggu sampai bertelur hanya untuk tatanan rambut itu? Yang benar saja.” Ia segera menggerutu ketika mendengar balasan dari Velgard yang seperti itu. “Hei, rambut itu penting, salah satu yang membuat manusia keren itu adalah rambutnya, bayangkan kalau semua manusia tak memiliki rambut pada kepala, wajah dan tubuh mereka.” Velgard langsung membela dirinya. “Akan tampak seperti alien.” Bevrlyne menimpali membuat Velgard langsung mengangguk. “Nah, kau sadar sendiri.” “Tapi gaya rambut macam apa itu?” tanya Bevrlyne dengan heran. Ia jelas mengejek soal gaya rambut Velgard. “Keren bukan?” tanya Velgard yang terlalu percaya diri, ia benar-benar mengabaikan nada bicara Bevrlyne yang mengejeknya. Entah ia terlalu percaya diri atau sudah tak peduli dengan ejekan yang terlampau sering saudarinya lontarkan padanya. “Terlihat norak bagiku.” Bevrlyne membalas dengan acuh tak acuh. “Kenapa tak disisir biasa saja?” usulnya. “Ya ampun, kau menyakitiku.” Velgard tampak pura-pura sakit hati saat mendapatkan kata-kata itu dari adiknya. “Itu memang norak, kau mau gaya rambut bagus? Sini biar kuurus.” Bevrlyne segera tersenyum lalu kedua tangannya terangkat berniat menyerang rambut Velgard, tentu saja pria itu tahu akan serangan itu, ini bukan yang pertama terjadi sehingga ia langsung berkelit menghindar. “Tidak, terima kasih, aku tak butuh bantuanmu.” Ia langsung menolak setelah mundur beberapa langkah. Tapi tampaknya Bevrlyne tak menyerah, ia senang mengacaukan kesukaan Velgard. “Hei, ayolah, ini gratis.” Ia bicara lagi sambil mencoba meraih kepalanya, dan lagi-lagi Velgard berhasil menghindar. “Tetap saja aku tak mau, kau hanya ingin merusak gaya rambutku.” Velgard menukas, dan memang hal itulah yang hendak dilakukan oleh Bevrlyne. “Aku hanya ingin memperbaikinya.” Bevrlyne menyangkal, ia bertindak sok baik, padahal ia memang ingin mengusilinya. Setelah mengatakan itu, Bevrlyne langsung bersiap menyerang lagi. “Oh, tidak, jauhkan tanganmu dari rambutku.” Velgard langsung menepis tangan Bevrlyne lalu ia melarikan diri. Bevrlyne agak menjatuhkan rahangnya karena terkejut. “Vel, tunggu!” Ia berseru dengan suara keras, tapi Velgard sama sekali tak menurunkan kecepatan. “Astaga, dia lari seperti dikejar anjing gila.” Bevrlyne bergumam pelan ketika melihat saudaranya berlari begitu cepat. Maka mau tak mau ia harus berlari menyusulnya. Olahraga pagiーyang hanya berlari sajaーsegera mereka lakukan, untuk yang kali ini Bevrlyne berusaha menyusul Velgard yang sudah jauh di depan. Beberapa waktu sudah berlalu. Dua putaran lapangan sudah mereka lalui, pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk jalan santai ketika mereka berjalan pulang ke rumah. “Apa mom meninggalkan pesan?” tanya Velgard ketika ia berjalan santai sambil meregangkan kedua tangannya ke atas. Bevrlyne yang berjalan di sampingnya langsung mengangguk. “Ya, katanya mom akan pulang malam ini. Dia belum sempat memasak sesuatu, kita bebas mau masak apa saja.” Ia menyahut menyampaikan pesan yang ditinggalkan oleh ibu mereka ketika Bevrlyne tadi pergi ke dapur. Seperti zaman dulu, ibunya akan meninggalkan catatan di pintu kulkas. Dikarenakan mereka berdua tak diberi ponsel, beberapa hal dilakukan secara manual, contohnya adalah meninggalkan pesan dalam cacatan untuk mereka berdua. “Oh, kalau begitu kita sarapan di luar saja.” Velgard membalas dengan nada biasa saja, karena hal seperti ini sudah biasa bagi mereka, rasanya tak ada yang berbeda. “Kenapa? Aku bisa memasak sesuatu untuk kita.” Bevrlyne tampak agak tak setuju jika mereka harus makan di luar. Velgard segera menoleh ke arahnya. “Tidak perlu, aku sedang ingin makan di luar.” “Kau meledekku bukan? Kau pikir aku tak bisa membuat makanan enak?” tukas Bevrlyne dengan ekspresi yang agak kesal. “Aku tak mengatakan itu.” “Tapi yang kau pikirkan adalah itu, ya kan?” Ia menekan dengan ekspresi yang masih sama. Karena tak ingin mendebatkan sesuatu yang sepele, Velgard memutuskan untuk menyudahi perdebatan di antara mereka. “Oh, sudahlah, aku malas berdebat, kau mau masak? Buat sesuatu yang enak.” “Oke, itu cukup adil.” Maka keduanya mengganti topik lalu membahas sesuatu yang tak penting selama perjalanan pulang ke rumah. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN