Pengantin Baru

1181 Kata
Dalam cinta pasti tak semua pihak akan bahagia. Di sini, Asep mungkin tersakiti, tapi itu di luar kuasaku. Setidaknya, kini aku tak merasakan dikhianati lagi seperti dulu. Pernikahan digelar dengan menyewa gedung balai kota. Semua teman-temanku datang, kecuali Asep. Tidak masalah, Jika memang dengan hadirnya di pernikahan kami akan semakin membuat dia terluka, keputusannya untuk tidak datang itu sudah tepat. Sungguh aku masih sulit percaya. Hanya sebentar aku melancarkan jurus-jurus pendekatan, kini kami sudah sah sebagai sepasang suami istri. Bahkan, sesekali aku masih mencubiti lengan sendiri karena takut ini hanyalah mimpi. Mas Mustafa tidak membawaku pergi ke kota lain di mana keluarganya tinggal. Untuk sementara, kami tetap tinggal di sini karena dia masih harus mengurus pabriknya di kota ini. Mas Mustafa masih mandi di kamar mandi. Sementara, aku tengah sibuk menyisir dan memoles lipstick warna merah muda dan menyemprotkan parfum. Aku teringat pesan Ibu setelah acara resepsi tadi. Beliau berbisik, 'layani separipurna mungkin biar ibu cepet punya cucu. Kamu harus jadi kucing liar kalau lagi sama suami.' Memang benar, sih. Aku juga harus wangi, 'kan? Bisa ambyar malam pertama kami kalau sampai bau ketek. Eew! Mengingat itu, aku tersenyum malu sendiri seiring wajah yang terasa memanas. Tegang, malu dan bahagia bercampur aduk menjadi satu. Mendengar gemericik di dalam kamar mandi berhenti, aku berlari cepat menuju ranjang. Berbaring miring seraya menopang kepala dengan satu tangan dan berpose seseksi mungkin. Aku bahkan sengaja mengenakan gaun tidur bahan sutra satin pemberian Mama yang panjangnya di atas lutut dengan tali kecil. Duuh, kalau enggak mau nurut apa nasihat Mama dan Ibu, pengennya aku nyungsep ngumpet di bawah selimut. Malu, astaga! Biasanya pakai celana piyama panjang. Namun, demi target menghadirkan cucu, aku harus mengubur rasa malu dan memberanikan diri menggodanya. Dia yang baru keluar kamar mandi pun tatapannya langsung mengarah padaku. Anjaay! Berasa mau copot ini jantung. Kemana nyaliku yang biasa godain dia? Astaga! Ternyata godain pas belum sah beda rasanya dengan sekarang. Matilah aku. Aku tersenyum semanis mungkin ketika dia mendekat ke ranjang seraya menggosok rambutnya dengan handuk kecil. "Mau aku bantu keringin?" "Nggak usah," jawabnya datar tanpa menatapku, lalu duduk di tepi ranjang berukuran besar ini. "Mas." "Hm?" "Aku cantik nggak?" Dia kembali menatapku yang sedari tadi senyum-senyum seperti orang tidak waras, lalu tatapannya menelisik mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hingga membuat jantungku berdentum kencang di dalam sana. "Lumayan." Dia kembali membuang muka. Hah? Lumayan katanya? Buset! Udah pose seseksi mungkin cuma dibilang lumayan? Udah dibela-belain angkat gaun di paha sedikit juga. Asem! "Kita ... enggak akan langsung tidur, 'kan?" Aduh, gila! Dari mana aku punya nyali segede ini? "Emang kenapa?" "Uhm— enggak main-main dulu, gitu?" tanyaku sembari menahan malu. "Main apa?" Aih, pake nanya main apa lagi. Masa iya aku bilang main kuda-kudaan? Diih, malu banget, dong! "Main apa kek gitu," sahutku asal, mulai kesal, juga pegal dengan posisi begini. Dia kembali menoleh, menatap mataku dengan intens sampai aku menelan ludah gugup. Detak jantungku berdentum kencang bak drum yang tengah ditabuh, ketika perlahan dia mendekat dan mencondongkan tubuhnya padaku. Apa sekarang saatnya? Duuh! Aku mengulum senyum dan refleks memejamkan mata begitu saja. Sayang, beberapa detik menunggu, aku tak kunjung merasakan ada sentuhan meski sudah memanyun-manyunkan bibir lima senti. "Aku mau ngambil hape deket kepalamu, kok." Mendengar itu, sontak mataku kembali terbuka. Menatap tak percaya dirinya yang menjauh kembali sambil tersenyum mengejek. Anjaay! Aku dikerjain. Kirain mau dicium. Astaga! Harga diriku langsung anjlok, Esmeralda! "Mas mau ke mana?" tanyaku saat melihatnya beranjak turun dari ranjang. "Aku masih mau nonton TV. Kamu tidur duluan aja," jawabnya seraya terus berjalan menjauh tanpa menoleh ke sini. Selepas kepergiannya, aku menggerutu kesal dan langsung mengempaskan punggungku. Memukul-mukul dan menendang kasur sembari menggeram pelan, tapi penuh penekanan. "Misi gagal, misi gagal. Asem! Bukannya ngajak bercocok tanam malah ngeloyor pergi keluar. Awas kamu, Mas!" Aku mengigit kuat-kuat bantal dengan gemas, lalu melemparnya ke lantai. Selama beberapa menit, aku masih berbaring dengan gelisah. Berkali-kali mengganti posisi tidur sambil menggerutu pelan. Hingga akhirnya, rasa lelah dan kantuk yang menyerang mulai mengalahkan semua itu. Aku terlelap. ??? Aku terbangun ketika mendengar suara selawatan dari speaker masjid. Kukucek mata, lalu menajamkan penglihatan pada jam dinding. "Jam empat," gumamku, lalu bangun ke posisi duduk seraya meregangkan otot-otot yang pegal. Kulirik tempat tidur di samping, kosong. "Apa dia ketiduran di depan TV, ya?" Aku bergegas turun dan mencarinya keluar kamar. Tak kulihat ada Mas Mustafa di dapur dan ruang makan, begitu juga di ruang keluarga dan ruang tamu. Aku mendekat ke kamar kedua di rumah ini, lalu memutar handle pintunya perlahan. "Lah, kok dia malah tidur di sini?" gumamku pelan saat mendapatinya tengah tidur dengan posisi membelakangi pintu. Gimana, sih, ini? Malam pengantin malah tidur sendiri-sendiri? Istri udah tampil separipurna mungkin malah dianggurin. Aku mendekat dengan perasaan kesal sekaligus kecewa. Akan tetapi, rasa kesalku mendadak surut saat melihatnya tertidur dengan lelap sampai dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Aku tersenyum bahagia sembari terus memandangi wajah dengan sejuta pesona yang mampu menghipnotisku sejak pertama kali melihatnya. Wajah yang seolah memiliki magnet kuat hingga membuatku tertarik untuk menyentuhnya. Kujulurkan telunjuk, lalu mengusap pelan pipi dan rahangnya yang dihiasi jambang. Aku terkekeh pelan melihat dia tetap tidur dengan pulasnya tanpa terganggu dengan ulahku ini. Cium dikit enggak apa-apa kali, ya? Kan, udah punya logo halal. Masa enggak boleh? Aku membungkuk dengan niat hendak mendaratkan kecupan di pipinya. Akan tetapi, hal yang tak terduga justru terjadi. Dia tiba-tiba saja berbalik hingga kecupanku salah sasaran dan justru mendarat tepat di bibirnya. Kami saling bertatapan untuk beberapa saat. Mataku mengerjap beberapa kali, lalu bergegas menarik wajah ketika dia mendorong bahuku. Salah sasaran ... tapi enak! Haha. "Main nyosor aja," gerutunya sembari bangun ke posisi duduk dan membuang wajahnya yang sedikit memerah. "Enggak sengaja." Aku mengulum senyum sembari mengusap bibir sendiri dengan telunjuk. Coba tadi nempelnya lebih lama. Kan, jadi lebih berasa. Haha. "Mas kenapa tidur di sini?" Dia diam seraya menggaruk punggungnya. "Aku bau, ya? Makanya Mas enggak mau tidur di kasur yang sama." "Bukan." Dia berdiri seraya berjalan menuju pintu. "Terus?" Aku mengekori. "Gimana aku mau tidur? Kasurnya aja dihabisin semua sama kamu. Harus tidur di lantai gitu?" Aku tertegun di tempat, mencoba mengingat-ingat kebiasaan sendiri. Setahuku, aku tidak pernah tidur seperti baling-baling, apalagi sampai menguasai kasur. "Masa, sih, Mas? Perasaan tidurku anteng-anteng aja selama ini," bantahku seraya kembali menyusulnya yang berjalan menuju kamar utama kami. "Terserah kalau enggak percaya," sahutnya, lalu masuk ke kamar mandi yang ada di kamar ini. Sembari menunggu dia mandi, aku menyiapkan bahan untuk membuat sarapan nanti dan membuatkannya kopi. Ketika aku kembali ke kamar, dia tengah duduk di sofa sembari mengotak-atik ponselnya. "Kopinya, Mas," kataku sembari meletakkan gelas tersebut di meja bulat kecil. Aku menoleh dan mendapati dia berdehem pelan seraya membuang tatapannya ke arah lain. "Gantu bajumu sana." "Kenapa? Bau iler, ya?" Aku tertawa, tapi dia hanya diam dan enggan menatapku. "Itu diminum dulu kopinya." "Iya, nanti. Udah sana mandi, ganti baju. Sebentar lagi subuh." "Siap, Paduka Raja," sahutku, kemudian pergi dengan bibir mengerucut, sebal. "Kenapa tau? Keknya ogah banget ngeliat istri sendiri. Ngapain ngajak nikah coba? Sungguh malam pengantin yang kelabu." "Ngedumel teroos." Eh, dia denger? Bodo amat, ah! Kesel! ???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN