Teman tak kasat mata

1017 Kata
Saat itu usiaku 5tahun. Tinggal bersama Mama di daerah Bekasi, pekerjaan ayahku sebagai satpam, kami tinggal disuatu kontrakan satu kamar dengan kamar mandi yang letaknya di luar. Ayah pulang setiap akhir pekan, sehari-hari Nimas bermain dengan anak sepelantaran, tapi tak jarang juga aku bermain dengan teman tak kasat mata.   Satu teman misterius yang pertama kali aku kenal bernama Adek, entah datang darimana, tapi dia selalu hadir untuk bermain. Badannya tidak jauh beda dengan badanku, hanya saja Adek lebih tinggi dari tinggi badanku mungkin jika di gambarkan usia Adek sekitar 6 tahunan, sesekali terlihat ingus yang keluar di hidungnya,  Adek lebih suka menyedot ingus dengan hidungnya dan Adek suka sekali memakai kaos dalam berwarna putih dan celana dalam. Sekalipun aku tidak pernah melihatnya memakai baju, atau celana. Ya... Hanya kaos dalam dan celana dalam berwarna putih, itu saja.   Tapi anehnya, meskipun dia selalu datang untuk bermain bersama. Adek selalu membuatku kesal, mainanku di rebut, hasil karyaku juga di acak-acak olehnya. Suatu hari, aku sedang asik menggambar dan mewarnai, krayon dibiarkan berserakan di dekatku supaya lebih mudah untuk mengambilnya saat aku membutuhkan warna. Saat itu juga Adek datang entah darimana, padahal pintu di kunci oleh mama karena aku tidak boleh bermain diluar rumah, cuaca sedang sangat panas saat itu.   Mama sibuk dengan pekerjaannya, sibuk melipat baju yang sudah selesai dijemur. Mama duduk tidak jauh dari tempatku menggambar. Awalnya adik duduk di depanku, ia melihat gambar yang aku buat lalumperhatikan aku mewarnai.   "Aku lagi gambar, ini pohon, ini rumah, terus ini jalan raya" ucapku sambil menunjuk gambar menerangkan padanya.   Mama yang sibuk melipat baju terhenti, ia diam memperhatikan aku yang berbicara sendiri. Tapi saat itu, mama tidak curiga karena memang biasanya anak kecil selalu bicara sendiri saat sedang asik bermain.   "Aku juga mau gambar. Aku mau gambar warna merah!" ucap adik.   "Enggak boleh! Nanti krayonnya patah ayah marah nanti" ucapku sambil memeluk buku gambar dan juga kerayon meskipun beberapa jatuh dari pelukanku.   "Kamu pelit! Pokoknya aku juga mau gambar!" suara Adek mulai kesal.   "Enggak boleh! Kamu pergi sana pulang" usirku. Tapi Adek tetap di depanku tidak mau pergi, dia kembali memperhatikan aku menggambar dan mewarnai. Tapi tiba-tiba Adek menyampar buku gambarku lalu ia lari dan hilang di dalam tembok.   "Kamu jahat. Kamu jahat, aku gak mau lagi main sama kamu!" teriakku kesal sambil menyesali gambar yang telah aku buat tercoret karena saat aku mewarnai tadi disambar olehnya.   "Nimas? Kamu kenapa, kok marah-marah"   "Adek nakal Ma, dia merusak gambar yang aku buat!" jawabku kesal.   "Adek? Adek siapa?" ucap mama sambil menatapku heran.   "Adek itu tu, dia lari ke sana tadi" ucapku menunjuk ke arah tembok tempat Adek menghilang tadi.   "Adek siapa yang kamu maksud?" tanya mama penasaran melihat ke tembok kosong yang aku tunjuk dengan jari. Ekspresi mama berubah, dia menatapku dengan bingung. karena dia tidak melihat apapun ditembok itu.   "Adek itu yang nakal itu ma!" jawabku masih benar-benar polos. "Dia nakal, dan selalu rusuh kalau main" mama terdiam, masih menatap dengan tatapan heran.   "Ya sudah, kalau dia datang lagi suruh aja pergi ya. Jangan mau kalau main sama dia" ucap mama, meskipun ia tidak mengerti dengan tingkahku tapi mama sedikit paham kalau mahkluk halus kadang memang suka mengganggu anak kecil.   Tidak hanya di dalam rumah, Adek juga selalu datang menghampiri saat aku bermain di luar rumah bersama teman-teman lainnya. Saat aku sedang sibuk bermain dengan teman sepermainan, Adek hanya berdiri mengamati kami bermain. Aku selalu kesal dengannya, oleh sebab itu aku tidak pernah mengajaknya bermain meskipun aku melihatnya sendirian.   Adek seperti anak yang tidak memiliki orang tua, bajunya juga tidak pernah ganti. Dia tidak pernah dicari meskipun keluyuran setiap hari bahkan malampun kadang aku melihatnya mainan sendiri di depan rumah. "Mama, Adek ga pulang ke rumah ya? Kok dia boleh main malam-malam" ucapku setelah mengintip dari jendela kaca kontrakan. Mama terdiam merenyitkan alisnya.   "Mama aku boleh ikut main ga?"   "Ga boleh Nimas, ini sudah malam ga ada anak kecil yang main diluar rumah!"   "Tapi Adek boleh main diluar rumah"   "Adek? Mana?"   "Itu" jawabku jinjit mengintip lagi dari kaca jendela. Mama mengikuti, ia melongok juga melihat keluar rumah dari jendela. Tapi lagi-lagi mama tidak melihat apapun disana. Mama bergidik merinding saat melihat halaman yang gelap dan sepi.   "Sudah ayo, kamu bobo aja ya. Udah malem" ucap mama menggandeng tanganku lalu menyuruhku untuk tidur. Aku menurut, meskipun sebenarnya Adek terus memanggilku dari luar, ia menyuruhku untuk keluar dan bermain dengannya tapi karena ngantuk aku lebih memilih tidur saja dari pada main dengannya pasti ujung-ujungnya berantem lagi.   Sejak Adek menggangguku saat menggambar itu, aku jadi semakin tidak ingin bermain dengannya. Meskipun dia tetap berdiri menungguku hingga selesai bermain, aku selalu mengusirnya supaya pergi. Sampai pada suatu hari, aku sedang main masak-masakan sendirian di halaman kontrakan. Seketika itu juga adik datang dan langsung jongkok didepanku.   "Kamu lagi ngapain?" tanyanya.   "Lagi main"   "Aku ikut"   "Ga boleh nanti kamu nakal!" ucapku sambil asik mengaduk tanah yang ada dimangkok kecil. Aku pikir Adek akan pergi setelah aku usir, tapi ternyata tidak, dia malah mencubit pahaku kencang-kencang. Aku berteriak lalu menangis kencang. Mendengar aku nangis histeris mama langsung datang menggendongku.   "Kamu kenapa?!" tanya mama cemas.   "Adek nakal ma dia nyubit aku, sakit" nangis sambil mengelus paha. Mama langsung memeriksa pahaku, anehnya, cubitan Adek benar-benar membekas biru.   "Ya ampun" mama kaget melihat bekas cubitan. "Ya sudah, sekarang pulang yuk. Nanti malam ayah pulang, biar ayah yang marahin Adek" ucap Mama kesal karena sering sekali melihat aku selalu nangis gara-gara di ganggu makhluk tak kasat mata.   Hari itu mama sama sekali tidak membiarkan aku main sendiri, meskipun sibuk mama terus mengawasiku supaya Adek tidak ada kesempatan untuk menggangguku. Pada sore hari, aku melihat Adek yang mengintip dari balik pintu, tapi dia tidak berani mendekat karena ada mama disampingku. "Itu mama, Adek ngintip-ngintip" ucapku menunjuk ke arah pintu.   "Hayo! Pergi kamu. Jangan ganggu Nimas lagi!" gertak mama sambil memukul seluruh permukaan dibalik pintu dengan sapu lidi membuat Adek lari seketika itu juga. Malam harinya ayah pulang, setelah makan malam mama menceritakan semua yang aku alami, tentang Adek, teman tak kasat mataku. Mama juga menunjukkan lebam bekas cubitan Adek dipahaku, ayah terdiam menatap luka lebam itu.   "Ya sudah, ga apa-apa. Biar ayah nanti yang menghukumnya ya" ucap ayah membelai kepalaku.   Setelah itu ayah menyuruhku untuk tidur. Entah apa yang ayah lakukan setelahnya, tapi sejak malam itu juga, Adek tidak pernah lagi terlihat dan tidak pernah datang menemuiku.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN