Sukma diculik Penunggu sungai
Bagi sebagian orang, makhluk tak kasat mata atau yang biasa yang di sebut demit, hantu, setan, jin, dan sebagainya, masih sangatlah tabu. Tapi ada juga sebagian orang percaya, bahwa "Mereka" benar-benar ada dan bahkan pernah melihatnya secara langsung. Memang sampai sekarang terkadang hal mistis tidak digubris oleh sebagian orang.
Bahkan... Ada juga beberapa manusia yang memiliki kesensitifan six sense atau yang biasa kita sebut Indra Ke Enam, dari kelebihannya ini, orang yang memiliki six sense mampu melihat, merasakan, bahkan berkomunikasi dengan makhluk astral. Makhluk tak kasat mata.
Namaku Nimas, usiaku 28 tahun. Sejak kapan six sense di tubuhku ini mulai terbuka dan aktif? Hmmm Aku rasa sejak kecil, tapi baru sadar ketika memasuki usia belasan tahun. Meskipun begitu aku tidak mau di juluki dengan julukan yang aneh-aneh, indigo misalnya. Argh, mengganggu sekali julukan itu.
Pengalaman pertamaku bersinggungan dengan dunia astral, mama pernah mengalami satu kejadian yang masih membuat dirinya bergidik merinding saat ia menceritakan padaku. Saat itu usiaku belum genap 40 hari, masih bayi merah.
Pada suatu siang, mama berniat untuk buang air besar. Maklum, rumah jaman dulu jarang ada yang memiliki WC di rumah. Mandi, cuci baju dan piring, masih harus di sungai. Di desaku ada sebuah sumber mata air yang sangat jernih, di sanalah para warga memakai sumber air tersebut untuk kebutuhan air sehari-hari. Ada sebuah pohon petai cina dan juga pohon cengkeh di atas sumber air tersebut, samping kanannya persawahan, dan samping kirinya aliran sungai kecil.
Di aliran sungai kecil itulah yang di jadikan untuk buang air besar, tenang saja. Jarak antara mata air dan sungai agak jauh, jadi aman tidak tercemar kok. Di aliran sungai kecil terdapat sebuah gorong-gorong yang tidak terlalu besar sebenarnya, tapi jaman dulu tempat itu begitu angker juga seram.
Mama ingin buang air besar, sedangkan aku masih tertidur pulas. Mau ninggalin di rumah sendirian, takutnya nangis karena tidak ada yang jaga. Mbah Putri sedang di sawah, Tetangga? Sebagian dari mereka juga sibuk bekerja di sawah dan ladang. Sedangkan ayahku, ia merantau di kota. Akhirnya mama memutuskan untuk membawaku bersamanya.
Mama terpaksa menggendongku ke sungai, beliau berjongkok sambil memelukku erat. Tapi dari situlah, hal yang tidak di sangka pun terjadi. Setelah membawaku ke sungai, badanku mulai demam. Panas, wajah berubah pucat, rewel. Mama belum mendapatkan firasat apa-apa saat itu. Mama menyiapkan obat yang telah di berikan oleh ibu bidan, setelah minum obat aku baru bisa tidur nyenyak. 2 hari rewel, bahkan sedikit minum ASI.
Di malam ke 3 saat Mama tidur, dia mulai bermimpi. Mimpi yang terasa begitu nyata. Dalam mimpi itu, Mama kembali ke sungai dimana tempat ia buang air besar waktu itu, tapi anehnya aku sudah tidak ada di gendongannya. Dalam mimpi itu Mama panik, benar-benar terasa panik. Beliau mencariku di area sungai, tak lama kemudian, Mama mendengar suara bayi menangis.
Mama bergegas mengikuti suara tangisan bayi, semakin dekat suara berasal dari gorong-gorong yang terletak tepat di pinggir sungai. "Tidak... Nimas!" Teriak Mama.
Saat itu, Mama melihatku menangis di dalam gorong-gorong. Tanpa mengenakan pakaian atau kain sehelaipun, yang lebih mengejutkan lagi, lubang gorong-gorong itu tertutup pagar seperti selaput tipis mengitari tubuhku. Mama mencoba mengambil aku di dalam gorong-gorong itu, tapi Mama malah terpental.
"Nimass" teriak Mama terisak. Tak lama kemudian, di hadapannya tiba-tiba datang satu sosok berwarna hitam legam berbulu, tinggi, besar, taring yang menceruat dari mulut lebarnya, kuku panjang, dan mata merah menyala melotot ke arahnya.
Mama gemetar, sosok itu menghalangi mama supaya tidak bisa mengambilku. Baru saja sosok mengerikan ingin menyerang Mama, ia terperanjat bangun dengan peluh yang membasahi sekujur tubuhnya.
Mama langsung melihatku yang masih tertidur di sampingnya, firasatnya mulai tidak enak. Sampai pagi Mama tidak bisa tidur lagi. Usai bermimpi semalam, aku sudah tidak menangis lagi, tidak bergerak, juga tidak membuka mata. Bibirku semakin membiru, badanku dingin, seperti tidak memiliki aliran darah. Meskipun masih bernafas, tapi nyawa serasa sudah diujung tanduk. Mama sudah berfikir yang tidak-tidak karena kondisiku yang kritis.
Tanpa putus asa, Mama memutuskan untuk pergi ke rumah pakde dan yang letaknya di desa sebelah. Pakde memang di kenal sebagai tokoh spiritual yang bisa menyembuhkan dengan media doa. Setelah bertemu pakde, mama menceritakan semua detailnya.
Sore harinya Pakde datang, kondisiku sudah seperti bayi yang tidak memiliki kehidupan. Hanya terlihat d**a kecilku yang memompa nafas semakin lemah. Pakde meminta mama untuk mengantarnya menuju sungai dan gorong-gorong yang ada di mimpi mama.
Sesampainya di sana pakde meletakkan sapu jerami, telur ayam kampung, dan juga beras kuning. Beras yang di campur parutan kunyit, yang di letakkan di atas daun pisang. Lalu terlihat bibir pakde komat kamit yang entah membaca doa, atau berkomunikasi dengan penunggu yang ada di sana. Tak lama kemudian, bangun lalu mengambil 3 kerikil dari sungai.
Pakde kembali ke rumah bersama mama yang berjalan di belakangnya, tangan kirinya seperti menggenggam sesuatu tapi tak terlihat. Sedangkan tangan kanannya kerikil dari sungai. Sesampainya di depan rumah, pakde berhenti, terdiam sambil memejamkan matanya.
Duaaakkk... Tiba-tiba batu kerikil yang ia bawa tadi di lemparkannya ke pintu rumah sambil berkata. "Nimas pulang!" Daaakkk batu di lemparkan ke pintu lagi, "Nimas pulang!" suaranya semakin tinggi. Dan yang ketiga kali pakde melakukan hal yang sama, hanya saja, pada lemparan batu dan panggilan ke 3, aku yang sedang di pelukan mbah putri langsung tersentak kaget diiringi dengan tangisan kencang.
Mendengar tangisku mama langsung berlari menghampiri, beliau langsung memelukku. Wajah bayi tidak lagi pucat, kulit mulai terlihat wajar, biru di bibir lambat laun menjadi merah lagi. Mama menangis sambil memelukku dan bersyukur karena aku masih di beri nyawa.
"Ingat, kau harus hati-hati. Usia bayi memang sangat rawan. Banyak dari makhluk dedemit yang suka dengan bau darah yang segar dan murni. Jangan kau ulangi lagi ya, apalagi membawa bayimu ke tempat yang singlu (angker) dan rawan"
"iya kang, aku kapok dan ga akan mengulanginya lagi. Apa Nimas baik-baik saja sekarang?"
"Alhamdulillah, sudah tidak apa-apa. Sukmanya di ambil sama makhluk yang kamu lihat di dalam mimpi itu, dan mengurungnya. Jika kita terlambat satu hari saja, aku ga tau apa anakmu bisa selamat atau tidak"
Penjelasan pakde membuat mama terkejut. "Bau dari aura bayimu sangat manis di penciuman mereka, banyak yang akan tertarik padanya nanti. Tapi, aku harap ini hal yang wajar karena semua bayi masih murni" ucap pakde menatapku lekat. Ekspresinya menyiratkan sesuatu, tapi pakde tidak ingin membahasnya lebih jauh.