“Bagaimana hari ini?” Tumben-tumbenan Rendra bertanya.
Walau demikian, mata lelaki itu fokus pada makanan malam di piringnya.
Mereka kini sudah berada di rumah sedang menikmati makan malam setelah keduanya kucing-kucingan dengan para karyawan agar bisa pulang bersama.
Status pernikahan yang mereka sembunyikan memang membuat keduanya kesulitan ketika akan pergi atau pulang berbarengan sementara mereka bekerja di tempat yang sama.
“Baik,” balas Aura singkat sambil menunduk.
Tidak perlu diceritakan ketika mr Spike menggodanya karena Rendra sendiri berada di sana,
“Kamu suka magang di perusahaan grandpa?”
Aura mengangguk sambil tersenyum ketika Rendra menatapnya.
“Dari pada di rumah sendirian,” balas Aura penuh syukur.
“Ra.…”
“Hem.…”
“Soal ucapan kamu beberapa hari lalu.…” Rendra ragu melanjutkan kalimatnya.
“Ya?”
“Kamu bilang, aku bisa kapan saja menceraikan kamu...apa kamu serius?” Rendra bertanya dengan suara pelan, sorot matanya tampak serius membuat Aura susah payah menelan makan malam yang baru saja dikunyah.
“Abang maunya gimana?” Aura malah balik bertanya.
Rendra jadi serba salah dibuatnya, dia pun menenggak satu gelas air untuk melegakan tenggorokannya yang terasa serat.
“Bagaimana bila kita bertahan selama satu tahun, setelah itu aku akan melepaskanmu.”
Kalimat yang baru saja Rendra ucapkan tadi layaknya ribuan samurai yang menancap di hati Aura.
Kenapa hubungan mereka yang telah sedikit membaik kini harus dimulai lagi dari awal.
Walau Aura juga terpaksa menerima Rendra menjadi suaminya, tapi untuk bercerai sejujurnya tidak pernah terlintas dalam pikiran Aura.
Beberapa malam lalu dia berkata demikian karena emosi menguasainya.
“Kalau gitu, mulai sekarang kita menyembunyikan pernikahan kita di depan semua orang ya Bang! Anggap aja kita enggak pernah nikah, Aura juga boleh deket sama laki-laki lain, jalan sama laki-laki lain! Mulai besok Aura umumin kalau Aura single!” Aura berujar dengan berapi-api seraya beranjak dari kursi meja makan padahal belum menyelesaikan makan malamnya.
“Oh ya, mulai besok kita pergi pulang masing-masing aja...Aura tau cara pake kereta bawah tanah! Trus jangan aneh kalau Aura juga enggak pake cincin pernikahan kita lagi.” Gadis itu berkata demikian sebelum menghentakan kakinya menuju kamar.
Sungguh Rendra tidak tau bagaimana caranya menghargai seorang wanita.
Aura marah, kesal, dia pikir hubungan rumah tangganya akan membaik tapi ternyata Rendra benar-benar tidak mau berusaha mencintainya.
Rendra memejamkan mata diselimuti segudang penyesalan, entah kenapa dia sampai bisa berkata demikian.
Sejujurnya Rendra hanya tidak ingin membuat Aura banyak berharap karena dia belum bisa mengenyahkan Alisha dari pikirannya.
Aura membanting pintu kamarnya kencang kemudian membenamkan wajahnya pada bantal.
Haruskah Aura menangis?
Bahkan air mata itu sudah mengering saat ini.
***
Pagi harinya Aura keluar dari kamar sudah mengenakan pakaian kerja dengan kancing kemeja yang dibuka hingga memamerkan bagian atas dadanya yang menyembul.
Rambutnya yang bergelombang dan panjang sengaja dia gerai, make up yang digunakan tampak berani dengan eyeliner sayap dan lipstik semerah darah.
Jangan lupakan rok span super pendek dan higheels yang membuat cara jalan Aura seperti bebek.
Rendra yang sudah terlebih dahulu berada di meja makan hampir saja tersedak kopinya sendiri, matanya membulat sempurna melihat penampakan gadis polos yang seolah bermetamorfosa dalam semalam menjadi seorang sekertaris muda penggoda bos-bos di kantor.
“Apa-apaan kamu!” Rendra berseru ketus.
“Adek! Pergi dulu ya Bang!” balas Aura memberi penekanan pada kata Adek untuk memberi kesan bila hubungan mereka hanya sebatas kakak beradik.
Gadis itu berlalu begitu saja dengan mulut menggigit roti bakar yang baru saja dibuat Rendra untuk dirinya sendiri.
Rendra membenamkan wajah di kedua telapak tangan yang bertumpu pada meja.
Lelaki itu menjadi serba salah, kenapa hubungannya dengan Aura menjadi naik turun seperti ini?
Sepertinya dia telah salah bermain-main dengan gadis remaja yang sedang beranjak dewasa.
***
Semua mata tertuju pada Aura yang hari ini terlihat cantik, seksi dan berani, untungnya tidak ada aturan berpakaian di negara bebas di London.
Apalagi yang dikenakan Aura masih wajar seperti yang dikenakan beberapa karyawan lainnya hanya saja Aura yang polos dan lugu yang biasa pakaian tertutup kini merubah cara berpakaiannya seratus delapan puluh derajat.
Dengan percaya diri Aura berjalan tanpa beban tanpa status sebagai seorang istri yang sudah dia tanggalkan tadi malam.
Dia juga banyak tersenyum kepada para pria yang menyapanya.
“Aura...Are you oke?” tanya Deasy menganga melihat penampilan Aura hari ini.
“Tidak pernah lebih baik dari ini,” balas Aura singkat dengan senyum seperti biasa.
“Hey! Katakan siapa kamu sebenarnya? Di mana Aura temanku?” Lucky menyembulkan kepala di atas sekat kubikel bertanya demikian membuat Aura terkekeh.
Karena jam kerja sudah dimulai, mereka tenggelam dalam tugas masing-masing yang diberikan tanpa sempat Aura menimpali.
Tidak terasa waktu makan siang sudah tiba, “Makan siang di mana kita?” Lucky yang sudah berdiri di antara kursi Aura dan Deasy bertanya meminta pendapat.
“Kantin saja,” jawab Deasy yang langsung mendapat anggukan antusias dari Aura.
Ketiganya berjalan beriringan menuju lift dengan tawa canda mengiringi.
Hingga terdengar suara berdenting tanda lift akan terbuka.
Deasy dan Lucky menundukkan kepala ketika dua sosok pemimpin tertinggi di perusahaannya berada di dalam lift tidak seperti Aura yang menatap Rendra tajam penuh kebencian.
“Masuklah!” Rendra memberi ijin kemudian ketiganya memasuki lift yang sama.
“Kamu anak magang yang kemarin memberikan berkas kepadaku ketika rapat, bukan?” George bertanya dengan senyum smirk yang terlihat jelas di bibirnya.
“Betul...,” balas Aura menoleh kepada pria di belakang hingga rambut panjangnya terkibas menguarkan aroma peach dari sahmpo yang tadi pagi dia gunakan.
“Makan siang bersama?” tawar George membuat kedua alis Deasy dan Lucky terangkat lain halnya dengan Rendra yang mengerutkan kening tanda tidak suka.
“Dengan senang hati,” balas Aura seraya menampilkan senyum merekah.
Setelah pintu lift terbuka, Aura berjalan beriringan dengan George membuat semua mata memandang mereka aneh dan penuh tanya.
Seorang pekerja magang berpenampilan seksi telah berhasil memikat hati salah satu petinggi di perusahaan tersebut dan tentu saja kabar miring langsung tersebar ke sepenjuru gedung kantor.
Rendra menggelengkan kepala seraya memejamkan mata menahan emosi yang membuncah memenuhi kepalanya.
Kedua tangannya mengepal di samping tubuh, dia sendiri tidak mengerti kenapa harus marah yang pasti Rendra tidak suka Aura pergi bersama George terlebih dengan pakaian terbuka seperti itu.