Jangan lupa subscribe ya, Kak. Terima kasih banyak.
———
Semalaman aku tidak bisa tidur, perkataan Papa benar-benar seperti mimpi buruk. Mana bisa mereka membuat keputusan yang salah seperti ini. Maura juga, bukannya bujuk Papa biar keputusannya dirubah, malah diam saja.
Aku mengacak wajah frustasi, bisa gila jika seperti ini terus. Kalau didiamkan, Maura akan menguasai semua harta kekayaan yang harusnya menjadi milikku.
"Kamu gak tidur, Mas?" tanya Maura dari balik selimut. Aku langsung menatapnya intens.
"Kau senangkan melihatku seperti ini, hah?" kucengkram bahunya kuat. "Kau mau melihatku miskin, ya?"
Bukannya marah atau takut, Maura malah tersenyum. "Untuk apa kamu marah, Mas?" Ia melepaskan tanganku dan beranjak bangun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi.
Sialan. Aku malah ditinggal.
Sambil mengumpat, aku menunggunya. Tidak lama, pintu kamar pun terbuka, dan Maura datang dalam keadaan sudah berwudhu. "Mari kita sholat malam, Mas. Aku ingin kamu kembali kepada yang maha kuasa." ucapnya konyol.
"Stresss!" Aku menarik selimut sampai menutupi badan, yang kubicarakan tentang warisan semalam. Bukan sholat. Dia sepertinya sudah kehilangan akal.
Tak kupedulikan Maura yang terus memanggil, mending aku berusaha untuk tidur, daripada mendengarkannya. Beruntung besok restoran buka sore. Nunggu pembangunan selesai dua puluh persen.
****
"Mama bangga punya menantu seperti kamu, Maura." terdengar orang tuaku memuji-mujinya. Padahal apa bagusnya wanita itu, gak ada. Paling kelebihannya suka ngadu.
"Makasih, Ma." Maura tersenyum malu-malu. Padahal hatinya pasti senang banget tuh, sudah dapat warisan, dipuji-puji lagi.
"Iya, Maura. Entah jadi apa si Ferdi ini kalau dia menikah dengan orang lain, sifatnya dari dulu memang sudah sombong." sahut Papa.
Tanganku langsung mengepal mendengarkan pembicaraan mereka yang mengataiku ini dan itu. Padahal aku anak mereka, sombong bukanlah sifatku. Mana ada aku kaya gitu, sepertinya mereka perlu operasi mata.
"Bener, Nek, Kek. Mama itu sabar banget menghadapi Papa, padahal seringkali direndahkan. Aku aja sampai gemes." Aira ikut membuat suasana semakin panas. Keterlaluan, masa bapaknya sendiri dijelek-jelekkan. Sepertinya dia sudah tidak mau uang jajan seutuhnya. Tahu rasa besok aku gak akan kasih dia uang jajan.
"Kamu jangan begitu, Sayang. Walau bagaimanapun dia Papa kamu." Maura mencoba menasehati.
Bagaimana pun? Memangnya sifatku bagaimana? Ibu dan anak bisa membicarakan di belakang.
"Tapi kan bener, Ma." Aira ngeles.
"Sayang, berlian tetaplah berlian meskipun sudah dihempas ombak, terbuang ke lumpur, bahkan sudah dihancurkan berkeping-keping." ucap Maura sambil mengambilkan nasi ke piring anak tidak sopan itu.
Aira pun menunduk, mungkin dia sudah merasa bersalah. Tapi tetap saja aku tidak perlu memberikannya uang saku besok. Lihat saja, selain aku, tidak akan ada yang memberikannya uang.
Hanya aku yang berkerja di sini, sementara orang tuaku akan pulang sore ini.
Aku pun mendekat ke arah mereka, tentu saja perut sudah keroncongan. "Kamu seharusnya patuh sama Papa, Ra." ucapku lembut.
Pokoknya aku gak boleh marah-marah sama mereka berdua selagi ada Mama dan Papa, semoga saja nanti hanya aku yang mendapatkan semua harta. Bukan Maura.
"Kamu juga harusnya memberikan contoh yang baik sama istri dan anak, bukannya sombong." Papa menatapku tajam.
Lah, kok aku lagi yang kena?
"Aku selalu memberikan contoh yang baik loh, Pa. Cuman Aira saja yang selalu salah faham. Mana ada sih orang tua yang ngajarin enggak baik," ujarku yakin.
"Ada." Papa menatapku tajam. "Dan orangnya ada di depan mata Papa," lanjutnya membuatku geram.
****
"Kamu kok gak semangat banget sih?" Majid menatapku tak suka, padahal posisi kita sama. Harusnya dia juga bisa hargain aku.
Andai saja aku bisa ngambil hati Pak Yuda dan bisa menjadi orang kepercayaannya, Majid tidak bisa lagi menasehati aku ataupun memberikan komentar negatif.
Nanti akan langsung kutendang dia. Mungkin cocoknya jadi staf biasa. Bukan berada di sampingku. Yah, meskipun dia teman seperjuangan, tapi tetap saja aku tidak suka dengan sikapnya yang suka ngatur seperti bos.
Tanpa bicara, aku langsung pergi ke kasir dan menghitung semua uang yang masuk. Lumayan, ternyata baru juga buka dua jam, pemasukan sudah lebih dari dua puluh juta. Restoran besar dan mewah memang beda.
Harga jus saja bisa dapat lima kalau di restoran yang lain. Andai saja aku bisa tahu siapa pemiliknya, mungkin kita bisa aku daftar jadi suaminya jika dia perempuan.
Jala laki-laki, akan kujadikan saudara angkat. Dalam novel-novel kan biasanya gitu, ya. Ah, sayangnya pemilik restoran terlalu tertutup. Sudah lama di sini, tapi tidak ada apapun yang kutahu tentang pemiliknya.
Benar-benar rahasia.
"Hai, Maura!"
Tak sengaja aku mendengar nama Maura disebut, tapi mana mungkin dia di sini. Kalau kemarin baru, kan ada Pak Yuda. Papa temannya Aira.
Kalau sekarang mana mungkin, dia gak akan sanggup bayar di restoran ini.
"Hai juga, Zen."
Tunggu, itu adalah suara Maura.
Benar, itu suaranya. Setelah cukup yakin, aku langsung bergegas mencari di mana mereka berada. Meskipun hanya sekilas, aku yakin itu suara Maura.
Selanjutnya, suara itu tidak lagi terdengar. Ah, sial. Masa iya aku salah dengar? Kan gak mungkin.
Sesuatu yang sudah aku dengar itu gak mungkin salah. Catat!
"Cari istrinya, Pak?" tanya salah satu staf yang hanya kubalas dengan lirikan mata.
Males banget kalau bicara dengan para staf yang berada di bawah, kecuali ada atasan ataupun pelanggan. Kalau gak ada, gak perlu.
Kita beda level.
"Itu, Pak." tunjuknya ke arah arena bermain yang sedang dalam pembangunan.
Aku langsung berlari ke sana. Benar saja, Maura sedang berdiri dengan laki-laki muda. Enak sekali, aku di sini kerja. Tapi dia malah berselingkuh dengan brondong.
"Sedang apa kau di sini?" Aku langsung mencekal pergelangan tangannya, sementara Maura menatapku biasa saja. Dia masih terlihat tenang dan itu membuatku semakin marah. "Pulang sekarang atau gak pernah pulang sekalian!"
———
Wah Zen sudah datang?
Ferdi gak tahu malu banget, sih. Sok iye.
Ditunggu komentar bawelnya ya, Kak.
Setuju gak ada PoV Maura, biar tahu alasan kenapa dia menyembunyikan jati dirinya?
Assalamualaikum, Kak .... Ada yang tunggu update cerita ini, gak? apalagi update setiap hari? Yuk tap love agar masuk daftar pustaka dan gak ketinggalan setiap cerita ini update, jangan lupa juga untuk share agar semakin banyak yang baca dan aku jadi semangat untuk update.
Untuk semuanya yang sudah tap love, terima kasih banyak. Semoga rezekinya semakin bertambah dan untuk yang sudah like, komen, share, dan tap love juga, semoga selalu disehatkan, di bahagiakan. Yuk follow juga akunku di sini, masih remahan atau yang di aplikasi hijau, ya.
love you.