Setelah aku mengatakan mau berangkat menuju ke acara balapannya, tapi nampaknya tidak jadi pergi kesananya, karena aku telah memikirkannya Seriana, lagi pula penjelasannya tadi tidak bisa memuaskanku.
Aku menjauh dan berhenti sejenak di warung yang tak jauh dari Kafe Satia Gulaya tadinya. Jaraknya mungkin hanya sekitar Lima puluh langkah saja dari tempatku berdiri saat ini.
Aku taruh motorku di warung sana dan perlahan mengamati mereka-mereka yang ada kafe. Aku memarkirkan motor dan berkata.
"Permisi Pak, Buk, saya boleh parkir sebentar disini ya,?" tanyaku pada pemilik warungnya dengan ramah.
"Ya silakan saja Dek, boleh kok," Katanya İbu-ibu pemilik warungnya.
PEMİLİK WARUNG
Piye toh, wong lagi ramai seperti ini kok malah parkir disini, gimana sih!. Ya tidak apa-apa lah, sing penting daganganku laris. Katanya İbu-ibu pemilik warung berkata dalam benaknya.
KORDİ
Aku tidak enak jika hanya memarkirkan motor saja. Kemudian aku membeli beberapa minuman seperti air mineral yang dingin, sehingga perasaanku yang cukup panas tadinya bisa mendingin.
"Aku sedikit emosi, tapi ya bagaimana dan apa boleh buat. Aku tidak punya status apa-apa dengannya."
Aku memarkirkan motor dan tiba-tiba teleponku berdering dengan cukup kencang, sehingga aku semakin bertambah deg-degan pada saat ini.
"DEG-DEGAN NIH, Gimana ya."
Ketika aku baca dan ternyata ada pesan singkat chatting dari Riong karibku. Dia menanyakan bagaimana acara menonton balapan tadinya.
RİONG
Wah gimana sih si Kordi ini?, tadinya ngajakin nonton balap, eh sekarang malah dia yang terlambat. Ya tidak apa-apa lah, dia juga asik kok, nanti aku mau kenalkan pada Nina kalau ia jadi datang kesininya, Riong berkata dalam benaknya.
"Halo Kor, dimana kau sekarangnya,? jadi ga kita nonton balapnya nih,?" Tanyanya Riong padaku.
"Ya halo, waduh, aku masih di jalanan nih Ong, engkau dimana emangnya,?" tanyaku padanya.
"Oh, aku sudah di tempat balapan nih, ramai banget, kau kesinilah, jadi kan,?" Tanyanya Riong lagi.
"Ya jadi kok, sebentar ya, aku lagi ada kegiatan nih Ong, kau tunggu saja disana kalau nanti aku datangnya lama, kau main-main dulu disana ya,! coba ajakin yang lainnya, gitu,!" Aku menjelaskan kepadanya.
KORDİ
Aku menjelaskan padanya bahwa saat ini aku sedang bingung dan juga deg-degan. Aku melihat wanita yang sedangku dekati saat ini lagi bertingkah, bawa dia sekarang ada di kafe bersama dengan laki-laki lain, dan aku melihatnya.
Aku hanya menebak-nebak saja, namun intuisiku mengatakan ada sesuatu yang berbeda. Dengan melihat langsung seperti ini rasanya jauh lebih baik. Aku tidak begitu tahu apa yang sebenarnya Seriana kerjakan disana, mungkin saja mereka sedang bersenang-senang.
Padahal bila bersama denganku ia selalu saja tampak seperti berat, dan seolah-olah tidak ingin terbuka.
"Seperti tertutup, kenapa ya?."
Aku tahu Seriana memanglah sibuk, bahkan ia jarang ada di kota ini karena pekerjaannya. Aku bertemu dengannya pun jika ada waktu luang saja, dan itu pun jarang.
"Wanita Karir, Pramugari yang sangat aku kagumi."
"Hey..., cari siapa ya Dek,? kok mengendap-endap begitu,?" tanyanya pemilik warung dan menatapku heran.
PEMİLİK WARUNG
Masnya ini kok aneh banget sih, gelisah seperti itu, kadang berdiri dan duduk, seperti tidak tenang begitu ya, katanya Pemilik warung berkata dalam benaknya.
KORDİ
"Hmm... tidak ada Bu, saya hanya melihat-lihat teman saja disana," Kataku dan tersenyum ramah.
Aku tidak ingin menimbulkan kecurigaan apapun sewaktuku mengamati mereka, namun pemilik warung sepertinya menatapku dengan penuh tanya.
Dia menatapku heran dan tidak aku hiraukan, karena fokus dan pusat perhatianku pada saat ini tertuju padanya Seriana, dan yang ada disananya.
"Aku ingin tahu, ada apa ya?."
Apalagi Doviana juga diam saja ketika ditanyakan tadinya, tampaknya seperti tidak ingin diketahui, tentulah hal itu menimbulkan prasangka.
"Hanya menduga-duga saja."
Dovi memanglah teman baik dari Seriana dan setahuku, ia adalah pacarnya dari Zonix Hagiray, yakni seorang Arsitek ternama di perusahaan SSE.
"PERUSAHAAN SWEET SMİLE ENTERPRİSE."
Namaku Kordi Paliva. Aku adik dari Paliva Yenaya dan teman baiknya Bobi, Jemi Kimer, Yiku Kumilu, Jimi Kumilu, Riong Yukata, Yupi, Peyo, dan juga yang lainnya.
Aku berkuliah juga di Universitas Kimer Techno Zhilogic yang sangat populer pada saat ini, terutamanya di Negara Republik Damba.
Fokus kuliahku pada bidang Teknik Mesin dan Komedi, kalau disingkat bisa menjadi Komedi Balapan atau KB. Kemudian pemilik warung tadinya bertanya.
"Loh..., kamunya darimana sih Dek,? duduk sini sajalah, kok mengendap-endap begitu,!" Seruannya pemilik warung padaku.
"Ga Bu, saya dari dekat sinilah, ya ini sambil duduk-duduk kok, soalnya lagi ada temen saja disananya," Kataku yang cukup gelisah karena di perhatikan olehnya.
"Oh gitu, emangnya ngeliatin apaan sih Dek,?" tanyanya pemilik warungnya dan seperti ingin tahu.
"Pengen tahu aja nih si Ibuk warungnya, heran juga gua."
"Hmm... tak ada Bu, saya lagi lihat-lihat teman saja disana, aman pokoknya Bu,!" Kataku padanya.
Aku hanya melihat-lihat dari kejauhan. Aku dan Seriana saat ini sedang pendekatan dan ingin ke tahap pacaran, namun aku merasa malah seperti teman biasa.
"Kita nih pacaran atau ga sih Ser,? aku juga bingung nih." Tanya dalam benakku padanya.
Mungkin karena sikapnya Seriana padaku yang terkadang baik dan juga romantis, namun di lain hari ia seperti tidak memperdulikan.
Pada suatu waktu sikapnya begitu manis, namun di hari lainnya ia begitu skeptis. Padahal pada saat ini aku hanya dekat dan menyenanginya saja, aneh tentunya.
Mungkin karena dia telah bekerja dan lalu ia merasa lebih. Aku melihat realita yang ada dan tentuku tidak mempermasalahkan hal itu, selagi Seriana senang kepadaku, maka aku akan menerimanya.
"Aku tidak mempermasalahkan. Aku pun juga baru dekat dengannya. Sesungguhnya aku bangga kepadanya dan kalau bisa, aku tidak ingin di gantikan dengan laki-laki manapun, tapi apa boleh buat, karena satus kami pada saat ini masihlah mengambang." Kata dalam pikiranku.
"Wah, banyak juga jualannya ya Bu, ada kopi, teh dan bahkan lontong sayur pun juga ada,?" Tanyaku pada penjual warungnya.
"Ah biasa saja kok Dek, lumayanlah, warung sederhana. Kamu ga nonton acara balapan disana apa,? katanya lagi ramai banget tuh,?" katanya penjual warung.
"Ya mau nonton sih Bu, tapi nanti, sebentar lagi sepertinya, sekarang saya masih melihat teman-teman saya yang ada disana," Aku menjelaskan sedikit kepadanya.
PEMİLİK WARUNG
Piye toh Masnya ini,? mengendap-endap begitu, koyo opo wae sih. Aku sih ra opo-opo lah, sing penting daganganku laris, pokok e akeh wong ngombe kopi podo lontong sayur, yo wes lah pokok e, oke deh. İbu-ibu pemilik warungnya berkata dalam benaknya.
KORDİ
Aku masih mengamati Seriana dan mereka semuanya. Aku tidak begitu mengenali kawan-kawannya yang lain kecuali Doviana dan Rania saja.
Aku cukup penasaran kepada beberapa lelaki yang ada disana tadinya, bahkan aku seperti tidak lagi mementingkan acara balapannya.
Aku cukup lelah berdiri sambil mengamati mereka dan lalu duduk kembali, namun ternyata malah semakin ramai orang-orang yang berdatangan dan berbelanja, sehingga cukup sesak.
"Ramai dan Sesak Jadinya."
"Berapa ini ya Bu e, roti sama kopi satu gelasnya,?" tanyanya seorang pembeli sampai terdengar di telingaku dengan cukup jelas. Pembeli lainnya, "Weleh-weleh, ada kopinya Bu e,? jamu atau apa gitu,?" tanyanya seorang pembeli yang lainnya.
Warungnya banyak menjual jajanan umum dan minuman seperti; kopi, teh, dan yang lainnya, bahkan lontong sayur pun juga ada.
"Wah, warung komplit nih sepertinya."
Aku terus mengamati dan ternyata semakin ramai. Mereka yang datang berbelanja banyak yang menatapku dengan heran.
Kupikir warung ini bisa di jadikan tempat untuk mengamati, namun ternyata malah membuatku menjadi seperti tak terkendali.
Beberapa menit setelahnya aku melihat Seriana dan yang lainnya sudah pada keluar dari kafenya, mereka berdiri di luaran Kafe Satia Gulaya sambil mengobrol.
"Kafenya ini bagus banget, mewah dan berkelas, minumannya banyak yang manis-manis, seperti kopi yang berharga mahal, roti, dan semacamnya."
"Halo, permisi ya Dek...," Katanya seseorang pemuda yang mau lewat di depan jalanan warung, karena aku sedang berdiri pas di depan warungnya dan tak melihatnya.
Aku diam saja karenaku tidak mengenal, lagi pula begitu banyak orang yang lewat pada saat ini. Fokusku sekarang telah tertuju kepadanya Seriana. Aku cukup ragu tapiku telah menaruh rasa kepadanya, lalu aku harus bagaimana.