01 : Bukan Genderuwo Biasa

1823 Kata
“Agar bisa bertemu dengan genderuwo kita harus memancingnya pakai sate gagak, ngerti?" "Inggih Mbah. Ngertos," sahut seorang gadis dengan bahasa medoknya. Si dukun menatap takjub sosok didepannya. Cantik seperti boneka barbie, rambut pirang, itu mata apa kelereng ya? Warnanya biru kehijauan. "Leh, kamu ini gadis bule kok bisa ngomong jowo medok?! Nggerrrr..." "Kulo niki lahiran kampung Mbah. Wajah boleh bule mental tetap ndeso kok," ucap Sumi gadis kampung tampilan luar negeri. Mbah dukun garuk-garuk kepala, sekali lagi dia bertanya dalam hatinya. Si Wowo, genderuwo piaraannya, apa doyan cewek model begini? Kalau enggak kan mending buat dia saja. Si Embah kan masih pengin icip-icip bodi semolohai cewek didepannya. Tapi mesti tahu pasti dulu, si Wowo minat sama gadis ini atau kagak?! Genderuwo labil piaraannya itu meski modelnya mellow tapi kalau ngamuk nyeremin beuh.. Moga-moga Wowo ndak doyan. Soalnya biasanya Wowo itu suka mengintip gadis desa yang mandi dengan seleranya nan ajib. Yang model embok-embok montok gitu loh. Ah, dia lupa memberitahu sesuatu yang penting pada si barbie. Ndak seperti genderuwo lain yang pintar menyamar jadi siapapun, Wowo ndak bisa beralih dari sosok aslinya yang menyeramkan. Bisa histeris si cantik kalau ndak diperingatkan terlebih dahulu. "Barbie... heh, Barbie!" Gadis bule didepannya masih cuek beybeh. "Nak Summmmiiiiiii," panggilnya penuh penekanan. "Iyo Mbah, dalemmmmm." Aduuuuhhhh, melting hati Mbah dipanggil kalem begini. "Kamu tahu, WOWO itu panggilan lain dari kata Genderuwo. Wo... didobelin jadi Wowo. Karena dia oon, eh alay, eh embuh wes! Pokoknya dee itu genderuwo. Apa kamu tahu wujud asli genderuwo?" Sumi menggeleng polos. Dia emang kan terkucil, eh dikucilkan. Selama ini dia sengaja disembunyikan oleh keluarganya. "Intinya Wowo itu genderuwo yang tampilannya jelek polllll!! Tinggi, besar, dadanya bidang, pahanya kokoh.." "Lah, iku apik toh Mbah? Kayak bintang pilem india... Sahrungkan," komentar polos Sumi. "Mbah belum selesai ngoceh Nduk, selain tinggi besar dia hitam legam, berbulu lebat di sekujur tubuhnya, bermata merah, bertaring dan bercakar." Saking semangatnya Mbah ngomong, dadanya sampai ngos-ngosan. Dia melirik Barbie. Luk, kok ekspresinya nyantai betul. Ndak takut? " Kayak monyet di bonbin yo, Mbah." Gubrak. Mbah dukun nyaris terjungkal saking takjubnya dia. Imajinasi si eneng sepertinya kurang komplit. “Ada yang bilang genderuwo itu jelmaan monyet raksasa. Tapi ndak ada monyet yang cakar dan taring tajam kayak genderuwo, Neng!" "Loh ada taring sama cakarnya, Mbah? Serem pisan!" Ternyata daya serap Sumi mendengar omongan orang ndak bisa banyak. Weleh, sudah dibilangin dari tadi.. "Masih berminat ketemu Wowo?" Sumi mengangguk dengan wajah tegang. "Inggih Mbak, kepekso. Kulo niki wes ndak punya keluarga!" Masa gegara ndak punya sanak kisanak, gadis gesrek ini pengin berkeluarga sama si Wowo? Sayang, bening gini. Pikir Mbah Dukun prihatin. "Apa Neng mau jadi keluarga Mbah? Daripada sama si Wowo yang model hancur lebur gitu?" bujuk Mbah dukun. "Mbah, kulo mboten cari keluarga. Tapi cari yang bisa membalas dendam di hati iki." Wajah lembut Sumi mengeras saat dia berkata seperti itu sambil meremas dadanya. Owalah, ternyata motifnya dendam toh. Pantas nekat mau jadi tumbal, dijadikan pengantin si Wowo. Batin Mbah Dukun. Dia segera memulai ritualnya. "Kita mulai dengan membuat sate gagak. Pertama kita bunuh gagaknya memakai pisau tajam." Krieekkkk... kriekkk.. Gagak itu berkaok-kaok ketakutan, seakan sudah merasa nyawanya berada diujung tanduk. Lima detik kemudian gagak itu terdiam untuk selamanya. Lehernya telah digorok menggunakan pisau tajam. Mbah dukun dengan cekatan mencabuti bulu hitam yang membungkus seluruh tubuh gagak. "Nah sekarang daging gagak ini siap dimasak,"gumam Mbah dukun. "Mau disate padang opo sate jowo, Mbah? Mana bumbune?" Sumi celingukan mencari bumbu-bumbu dapur yang sudah dikenal semua jenisnya itu. Maklum meski statusnya anak juragan preman terkenal di kampung, nasibnya lebih jelek dari babu! Dia itu b***k keluarga Somad. "Ndak usah dibumbuni. Genderuwo itu tertarik datang karena bau sangit daging dibakar! Bukan karena bumbunya." "Oh ngono tah Mbah, ngertos." Gagak itu udah diingkung dengan bambu seperti ayam panggang yang biasa di masak dalam oven. Cuma ini memakai panggangan alami yaitu api dari kayu yang dibakar. Mbah Dukun sekali lagi berpesan pada gadis bule didepannya. "Nduk, nanti kalau genderuwonya muncul tolong jangan histeris, ndak boleh lari. Nanti calon suamimu bisa ngamuk! Seseram apapun, dia itu pengantinmu yang harus kamu hormati, ngerti?" "Njihhh Mbahhh.." Setelah memberi wejangan penting, Mbah dukun menutup matanya. Mulutnya komat-kamit membacakan mantera. Ayo Wo, ndang teko! Iki pengantinmu wes ono. (Ayo Wo, segera datang! Ini pengantinmu sudah tersedia) Dalam hati Mbah Dukun memanggil genderuwo piaraannya. Sesaat kemudian dia merasa hawa dingin yang menusuk tanda ada makhluk dari alam lain yang muncul. Tengkuk Mbah Dukun bergidik, kenapa suasananya jadi serem gini?! Biasanya kalau si Wowo yang muncul ndak menyeremkan seperti ini. Apa Wowo sedang diliputi angkara murka? Dengan rasa penasaran tingkat tinggi Mbah Dukun membuka matanya. Itu bukan si Wowo!! Dia langsung bisa memastikannya, pendatang baru ini jauh lebih menyeramkan dari si Wowo! Dia belum pernah melihat genderuwo seseram ini. Apalagi saat ini genderuwo itu menyeringai kejam padanya hingga memamerkan gigi taringnya yang amat tajam dan berdarah-darah. Tak sadar Mbah Dukun menjerit ketakutan. "Gen.. gen.. gen... genderuwo!!!" "Mana Mbah?" Sumi menoleh ke sekelilingnya tapi dia ndak menemukan makhluk yang pantas menjadi genderuwo. "Ndak ada siapa-siapa, Mbah. Mbah, katanya ndak boleh histeris." Dengan polos Sumi justru memperingatkan Mbah Dukun tentang wejangannya tadi. "Yang ini seremm, Nduk!" Saking ketakutannya Mbah Dukun malah nemplok di belakang tubuh Sumi. Ada yang ndak suka melihat pemandangan itu. Lalu dia sengaja menganggu Mbah Dukun. Mendadak ada yang menendang b****g Mbah Dukun hingga ia jatuh terpelanting ke lantai. Darah segar mengalir keluar dari mulutnya. Rupanya genderuwo itu belum merasa puas, dia mengangkat tangannya keatas. Di depannya tubuh Mbah Dukun terangkat keatas. Sumi ternganga menatap keanehan itu, masalahnya dia ndak bisa melihat makhluk misterius yang tengah membantai Mbah Dukun. "Mbah, sakti pisan. Kok bisa terbang toh?" Terbang gundulmu!! Masa gadis ini ndak bisa melihat ada genderuwo sadis yang sedang membantainya! Dan kenapa genderuwo ini terlihat semakin besar saja?! Kepalanya membesar, bibirnya melebar, hingga nyaris membelah wajah menyeramkan itu menjadi dua. Mulutnya terbuka lebar seakan siap mencaplok Mbah Dukun hidup-hidup. "Aaarghhhhh tidakkk!!" teriak Mbah Dukun histeris. Currrrrr... Dari selangkangannya mengalir air urine yang membasahi celananya. Mbah Dukun ngompol didepan pasiennya. Sumi terbengong-bengong menyaksikan pemandangan aneh bin lucu itu. Tapi ndak tega melihat Mbah Dukun begitu tanpa menolongnya. Dia menghampiri Mbah Dukun dan mengulurkan tangannya. "Ayo Mbah, turun. Mainnya berhenti dulu yo." Sial, gadis oon ini malah mengira dia main-main. Mbah Dukun jadi geram luar binasa. Brakkkk! Mendadak Mbah Dukun terjatuh ke lantai. Dia mengaduh saat pantatnya mencium lantai yang dingin dan keras itu. Tanpa membuang waktu, Mbah Dukun berlari terbirit-b***t meninggalkan pasiennya. "Mbah!! Eh, Mbah!! Katanya ndak boleh lari!! Nanti genderuwonya ngamuk, piye?" jerit Sumi bingung. Sumi hanya diam terpaku ditinggal sendirian di ruang praktek Mbah Dukun. Lalu ia mulai merasakan kehadiran sesuatu yang lain. Punggungnya terasa panas karena tatapan intens seseorang. Perlahan Sumi membalik tubuhnya dan bertatapan dengan mata setajam elang. Hatinya tergetar seketika. Entah karena takut atau takjub. Pemuda didepannya telah menciptakan aura seram di sekelilingnya. "Sssiapa kamu?" tanya Sumi dengan bibir bergetar. Pria itu menjawab seakan tanpa menggerakkan bibirnya, tapi suaranya begitu dalam dan berat, "aku genderuwo, kalau menurut istilah kalian." Genderuwo? Tapi tadi kata Mbah dukun genderuwo itu jelek, seram, dan mengerikan. Sedang di depannya.. Orang itu memang sangat tinggi dan besar, gagah banget. Menyeramkan juga sih, tapi... ganteng! "Bohong!! Kamu bukan genderuwo kan, siapa kamu?" protes Sumi spontan. Genderuwo itu menatap ndak percaya sosok di depannya. Ribuan tahun menjadi Genderuwo,ndak ada yang meragukan jati dirinya, lah sekarang ini ada gadis ingusan sok tahu yang meyakini dia bukan genderuwo. "Menurut kamu, siapa saya?" Si genderuwo balik bertanya. "Ehmmm... ndak yakin seh. Bintang pilem India? Nehik-nehik?" Gubrak! Untung dia sesepuh genderuwo yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan setelah kematian, jadi Genderuwo bisa menyembunyikan gregetnya. Pengin di gejek-gejeknya cewek aneh ini. Tapi ntar kalau koit, dia bisa menjadi duda genderuwo dong. Masalahnya cewek ini sudah dia tandai sebagai pengantinnya.. "Apa ini?!" tanya Genderuwo heran saat Sumi menyerahkan selembar kertas kusam plus pensil cebol sepanjang tiga senti. "Tolong tanda tangani, kamu kan bintang pilem nehik-nehik," pinta Sumi polos. "Saya bukan bintang film! Sudah dibilangi juga, saya genderuwo!!" ketus si genderuwo. "Terus, apa buktinya kamu genderuwo?" tantang Sumi. Masa dia harus menunjukkan wujud aslinya yang enggak banget itu? Kalau nanti menyebabkan pengantinnya ilfill terus ndak mau di-ena-enain kan gawat! "Kamu minta bukti seperti apa?!" Genderuwo balik bertanya. Nah lho. Sumi jadi bingung ditanya begini. Emang genderuwo bisa apa saja toh? "Ehmmm, bisa terbang?" "Genderuwo bukan bangsa unggas, kami ndak bisa terbang tapi melompat tinggi bisa!" Hupp! Mendadak genderuwo melompat tinggi dan hinggap diatas tudung lampu yang terpasang tinggi, sedikit dibawah plafon. Spontan Sumi menengadah keatas untuk melihat keberadaan sosok yang ndak jelas identitasnya itu. Dari bawah ia melihat sesuatu yang membuatnya melongo. "Ah, tentang bulu! Mbah dukun bilang genderuwo punya bulu lebat, aku bisa lihat bulu lebatmu disitu!" Sumi menunjuk s**********n genderuwo yang nampak jelas dari bawah. Rupanya genderuwo itu hanya mengenakan kain jarik pendek, ndak pakai dalaman (genderuwo emang ndak pernah pakai k****t, kali..). "Tapi dia ndak bilang genderuwo punya dua telor besar dan... apa itu?" Sumi menunjuk torpedo yang berada di s**********n genderuwo. Dia bergidik ngeri. Gede banget! "Ngaku saja, kamu manusia toh. Kok suka toh menyamakan diri sama genderuwo yang katanya tinggi besar.." Bluk. Genderuwo turun kebawah, tepat didepan Sumi. Mata Sumi membulat menyadari tubuh pria didepannya terlihat semakin besar hingga ia harus menengadah untuk melihat wajah pemuda itu. Berapa tingginya? Mungkin dua meter lebih! Tinggi Sumi hanya sejajar dengan pinggangnya. Mata Sumi membelalak kaget, tapi mulutnya masih meracau seperti suara rekaman. "Berbulu.." Astaga, dari sekujur kulit pemuda itu keluar bulu hitam legam yang sangat lebat. Jantung Sumi berdegup kencang, jangan-jangan ia benar.. "Bercakar," meski mulai ketakutan, Sumi terus menyambung ucapannya. Tring! Betul-betul muncul cakar yang kokoh, panjang, dan amat tajam dari jari-jari tangan pemuda itu. Sumi menutup mulutnya untuk menahan jeritan ketakutan yang nyaris keluar dari tenggorokkannya. Dia genderuwo!! "Bertaring!" Ya Gusti, kenapa mulutnya masih sanggup mengatakan hal mengerikan itu?! Sumi ndak habis mengerti!! Dia ingin memejamkan matanya tapi ndak bisa! Matanya nyalang menatap taring si pemuda yang memanjang dan meruncing hingga merusak wajah tampan itu jadi mengerikan. Belum lagi seiring dengan itu, wajah si pria berubah menghitam dan menjadi bengis. "Sesesese... setannnnn!!" teriak Sumi histeris. "Genderuwo!!!!" raung makhluk didepannya dengan geram. "I..i..i..ya.." sahut Sumi lemah. Tubuhnya juga melemah, dengan gerakan slow motion dia ambruk ke bawah. Untung sebelum terbentur lantai, genderuwo sempat meraup tubuh mungil manusia di depannya. Sumi pingsan dalam dekapan si genderuwo. Genderuwo mendengkus kasar. "Lemah sekali manusia ini! Apa dia bisa memuaskan nafsuku?! Awas saja, kalau aku ndak puas dengannya akan kubunuh dia dan kujadikan santapan jin tomang." Berbeda dengan jin lainnya, jin tomang piaraannya suka sekali makan daging manusia yang diiris model shasimi. Genderuwo kadang ikut makan bersama piaraannya itu dan wakilnya, si Janur, tapi dia ndak maniak sih. Yang sangat doyan makan daging segar itu cuma jin Tomang. Genderuwo mendengus-dengus di sekujur tubuh Sumi. "Wangi. Sial, aku jadi ingin menyetubuhinya saat ini. Tapi ndak seru melakukannya saat dia pingsan." Dia menghela napas kesal, lalu membawa hasil buruannya ke rumahnya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN