"Percayalah, bahwa hatimu akan membawamu pulang ke tempat seharusnya dia berada"
*****
Samantha menghabiskan makanannya dalam diam. Tidak berbicara sedikitpun semenjak kepergian Dominick dari Ruang Makan. Atha yang melihat tingkah Samantha juga memilih untuk diam. Dia tidak ingin ikut campur masalah antara kakak dengan adik ini.
"Terima kasih Kak, aku akan menemui kak Domi dulu." Ujar Samantha kini berdiri dari tempat duduknya.
"Oke, jangan membantah setiap ucapan kakakmu. Dengarkan saja, oke." Saran Atha lembut.
"Baik kak."
Samantha berjalan dengan lesu menuju Taman belakang. Langkah kakinya terasa begitu berat untuk di gerakan. Hingga tanpa sadar, kini kakinya sudah membawanya tepat di belakang Dominick berdiri.
Dominickpun menyadari keberadaan adiknya, kemudian berbalik untuk menghadap sang adik.
"Bicaralah, Samantha," ucap Dominick dengan tatapan tajamnya.
Samantha hanya bisa terdiam, dia menundukan kepalanya takut. Kemarahan Dominick adalah yang paling dia hindari. Daripada sang ayah, sebab walaupun terkesan dingin dan tidak tersentuh. Dominick diam-diam selalu ada jika adiknya membutuhkan kehadiran Dominick.
"Sammy?" Panggil Dominick pada adiknya lagi.
Sejak tadi yang dilakukanya hanya menautkan kedua tangan, dan mengigiti bibir bawah miliknya.
"A..aku merasa kesepian kak. J..jadi a..aku m..memutuskan u..untuk pergi s..sendirian." jelas Samantha dengan nada yang terputus putus.
Samantha merasa jika air matanya akan turun sebentar lagi. Namun dia menahanya, tak ingin sang kakak semakin kesal padanya.
"Dengan tidak memberi tahu orang rumah? Seharusnya kau menelpon. Apa guna dari ponsel pintar yang kamu punya hm?" tambah Dominick yang semakin membuat Samatha semakin menunduk.
"A..aku kesepian di rumah kak. Daddy maupun Mommy selalu sibuk bekerja. Kakak juga tahu aku tidak memiliki teman. Daddy tidak pernah mengizinkanku berteman dengan siapapun."
Air mata sudah berada di pelupuk matanya, hanya sekali dia mengedipkan mata indahnya. Maka air mata itu akan dengan sangat mudah untuk lolos.
Tanpa terduga, Samantha merasakan ada sebuah usapan lembut di kepalanya, sangat menenangkan dan juga hangat. Dengan perlahan dia mulai mendongakkan kepalanya, dan didapatinya sang kakaklah yang tengah mengusap kepalanya. Walau tanpa ekspresi, dapat terlihat raut kekhawatiran di matanya. Inilah yang membuat Samantha sangat menyayangi Dominick, karena dia merasa benar-benar hidup saat berada di dekat Dominick.
Air matanya yang sejak tadi dia tahan, kini perlahan menetes. Lalu semakin deras mengalir dari mata gadis kecil itu, karena dia melihat tatapan lembut sang kakak untuknya. Samantha lega, karena kakaknya tidak benar-benar marah padanya.
"Jangan kau ulangi lagi, jika ingin keluar hubungi kakak. Jika butuh tempat bagus kaka bisa memberitahukannya padamu. Tapi, tidak dengan pergi sendirian dan tidak memberi kabar. Kamu mengerti Sammy?" Jelas Dominick di hadapan Samantha.
"Huum!" Samantha mengangguk cepat dan berkali kali. Menyetujui apa yang baru saja diajukan oleh kakanya. Dia sangat gembira, akhirnya dia tidak perlu was-was lagi jika ingin keluar rumah sendirian. Karena kakaknya sudah memberikan ijin untuknya.
"Kalau begitu kemari." Titah Dominick menyuruh adiknya mendekat.
Samantha perlahan mendekati Dominick, lengan pria itu kemudian merangkul tubuh mungil sang adik. Membawanya ke dalam pelukan hangat yang bisa dirasakan Samantha. Ia kemudian menenggelamkan wajahnya di d**a Dominick.
Sambil terisak, Samantha balik memeluk tubuh Dominick. Dia senang, karena masih memiliki Dominick yang begitu menyayanginya.
Tanpa terduga, sedari tadi ada sepasang mata yang terus menyaksikan perbincangan adik-kakak itu. Dia tersenyum getir, entah kenapa ada sebuah rasa yang tiba-tiba menyakiti hatinya.
Membuatnya sesak dan mengigit bibir bawahnya. Dengan bibir yang bergetar menahan isakan.
Dia juga tidak menyangka jika pria dingin itu, bisa memperlihatkan ekspresi yang begitu lembut di hadapan Samantha. Dia pria yang begitu berbeda.
"Retha apa kau mendengarkanku?"
"Namaku Atha, bukan Retha!" Tolak gadis berumur 17 tahun dengan mencebikan bibirnya.
"Aku menyukai panggilan Retha, jadi terserah dong."
"Kakak menyebalkan! Jangan menganti nama orang seenaknya." Kesalnya lagi dengan memanyunkan bibirnya kali ini.
Gadis berkuncir kuda itu melipat kedua tangan dan meletakannya di depan d**a. Tanda bahwa dia sangat kesal, dia tidak suka ada yang menganti nama panggilannya. Itu sangat menyebalkan.
"Ahaha! Jadi adik kecilku sedang ngambek nih ceritanya." Goda lelaki yang berusia 5 tahun lebih tua dari gadis itu.
Sementara itu gadis yang dipanggil adik kecil hanya diam dan terus memanyunkan bibirnya.
"Baiklah, padahal tadi aku berniat mau membelikan dia ice cream coklat bertingkat tiga." tambahnya lagi dengan nada yang sengaja dia gunakan untuk menarik perhatian sang adik kecil.
"Ice cream?!! Atha mau, Atha mau kak!!" teriaknya histeris, melupakan semua kekesalanya.
Lihatlah hanya dengan sebuah sogokan ice cream, mampu merubah mood dari sang gadis. Sepertinya lelaki itu tahu kelemahan sang adik kecil.
"Lihat, apa ini? Bukanya tadi katanya ngambek? Kenapa sekarang malah histeris." Goda sang kakak pada Atha.
"Itu kan tadi, sekarang beda. Ayo cepat kita beli ice cream coklat tingkat tiga."
"Tidak jadi deh."
"Kak Rey!!!!!"
Tes!
Tes!
Buliran bening lolos dari kedua mata Atha, ingatan yang telah lama terkubur entah kenapa tiba-tiba saja kembali keluar.
Tentang kakak lelakinya yang mengalami kecelakaan, dan merenggut nyawa dari sang kakak. Kejadian yang sampai saat ini masih belum bisa di terima oleh Atha, kenyataan bahwa kakak yang selalu jadi panutanya tidak bisa lagi menjadi sandaran ketika dia terjatuh. Harus meninggalkannya begitu cepat. Atha bahkan belum sempat membuatnya banga.
"Kak Ray.. aku merindukanmu" gumam Atha berbisik pada angin.
Bisikan memilukan itu hanya mampu di dengarkan oleh angin, sangat mustahil jika ada orang lain yang mendengarnya. Karena ungkapan hati yang baru saja diucapkan oleh Atha terdengar sangat lirih bahkan nyaris seperti tak pernah ada suara yang keluar dari mulutnya.
Namun dengan cepat Atha segera menghapus air matanya, karena dia tidak boleh sedih. Tidak ada lagi Atha yang cengeng! Atha is strongest woman! Dia menarik nafas dalam dan perlahan mengeluarkanya.
Dan kembali seperti tadi sebelum dia menjadi mellow dan menangis bombay. Yah, seperti itulah dia. Selalu memiliki kata-kata ajaib untuk memberikan semangat untuk dirinya sendiri. Membangun kembali moodnya yang sempat down, bukan hal yang sulit baginya. Karena sudah sejak kecil dia diajarkan menjadi gadis kuat dan bukan cengeng.
Ajaran dari dua lelaki pertama di hidupnya tidak akan pernah dia lupakan. Ayah dan Kak Ray. Mereka berdua adalah dua lelaki yang menjadi cinta pertama seorang Atha.
Karena tidak mau menganggu akhirnya Atha memutuskan untuk kembali masuk ke dalam dan membantu Miss Mira membersihkan dapur. Karena dia sangat bosan jika berdiam diri, bukan kebiasaanya.
*****
Tanpa terasa malam telah mengantikan tugas sang Mentari. Dimana langit yang tadinya terang kini berubah menjadi gelap. Walaupun malam terlihat menyeramkan, namun ada sinar bintang yang menghiasi langit.
Atha tengah berjalan jalan di sekitar mansion, dia hanya ingin melihat sekitar sebelum kembali tidur. Entah kenapa, kakinya masih belum ingin istirahat. Terbukti dengan dia yang kini berjalan ke arah samping kanan Mansion, terus berjalan sendirian.
Hingga langkah kaki telanjangnya menemukan sebuah bangunan unik yang penuh lampu di sekitarnya. Terlihat seperti pondok kecil dengan ruangan yang kecil. Namun, terkesan sangat unik untuk Atha. Karena dilanda penasaran akhirnya dia berjalan mendekati pondok kecil itu.

Bangunan yang kini berjarak beberapa meter dari tempat Atha berdiri sungguh membuatnya tidak bisa berpaling. Sangat cantik dan juga sempurna. Meskipun kecil bahkan sangat mini, menurutnya tapi itu tidak bisa menghilangkan kesan istimewa dari bangunan itu.
Kedua tangan Atha menelusuri bagian penyangga dari jembatan kayu yang kini dia pijak dengan kaki telanjangnya. Sejak tadi matanya terus saja menatap bangunan itu, karena dihadapannya ini adalah bangunan kecil yang dulu pernah Atha impikan. Kecil, tapi mampu membuat merasa nyaman. Yah, seperti tempat pelarian.
Hanya ada dirinya dan juga alam, sangat romantis bukan?!
"Apa yang kau lakukan disini?" Ucap seorang dari belakang Atha.
"Astaga!" Atha langsung terlonjak kaget, saat mendengar suara yang berasal dari balik tubuhnya.
Suara berat dari lelaki yang beberapa minggu ini menghilang, dan tiba-tiba saja kemarin malam kembali. Lalu langsung meminta untuk dipuaskan. Dengan pelan Atha membalikan tubuh, dan mendapati Dominick berdiri lima langkah dari posisi Atha berdiri.
Dia mengunakan kaos putih dan celana panjang berwana hitam. Menatap Atha secara intens. Apa dia tidak sadar, bahwa Atha merasa di telanjangi oleh tatapnya itu. Dasar lelaki gila!
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Kata Dominick singkat.
"O..oh aku sedang berjalan jalan di sekitar sini kenapa?"
"Bukankah ini sudah malam? Kenapa masih berkeliaran." tambahnya lagi, kali ini dengan tatapan tidak suka.
Dia mulai lagi, sifat datarnya telah kembali. Entah lah Atha harus bagaimana, karena pria yang ada dihadapanya ini sangat sulit di tebak. Kadang baik, kadang sangat menjengkelkan juga. Seperti orang yang memiliki penyakit bipolar.
Dia cepat sekali dalam merubah mood.
"Mencari udara segar dan juga ingin olahraga sedikit, dengan berjalan kaki. Tenang saja aku tidak akan kabur, masih belum ada celah. Jadi aku bersikap manis saja sekarang. Benarkan, tuan Dominick." Jawab Atha dengan penekanan di akhir kalimatnya. Mencoba untuk menyindiri Dominick.
Atha ingin sekali saja membuatnya marah. Karena wajah datarnya itu membuatnya kesal. Sangat datar sampai aku berfikir dia adalah robot tanpa ekspresi. Walaupun sebenarnya dia takut jika membuat Dominick marah. Karena pasti sangat menakutkan.
Bahkan saat memarahi adiknya tadi raut mukanya juga menyeramkan. Tapi sepertinya usaha Atha gagal. Karena Dominick tidak terpancing sedikitpun. Akan ucapan Atha barusan.
"Baguslah."
Katanya santai dan langsung berbalik, tanpa meninggalkan kata lagi. Dia pergi begitu saja setelah menerima panggilan dari ponselnya. Niatnya untuk membawa Atha kembali ke dalam dia urungkan. Karena orang yang menelponnya lebih penting daripada Atha.
Sementara Atha hanya bisa diam mengangga melihat tingkah aneh dari Dominick.
"Astaga?! Baguslah dia bilang? Setelah aku berbicara lebih dari tiga kata dia hanya mengucapakan satu kata? Benar-benar menyebalkan!!"
Atha berteriak dalam hati! Dia ingin sekali menyumpahi Dominick. Menyumpahinya agar tidak bisa tertawa. Eh? Apa Atha terlalu kejam ya?! Tidak, apakan sekali kali.
Tapi, tadi aku melihat sorot mata yang berbeda ketika melihat bangunan di belakang Atha. Meskipun tidak secara langsung, tapi Ia bisa tahu dari sudut matanya. Bahwa tadi Dominick melirik bagunan di belakangi Atha saat ini.
Sebenarnya ada apa? Apakah ada sesuatu dengan bangunan itu?!
Atha akan mencari tahunya sebentar lagi. Mungkin saja ada sesuatu yang bisa membantunya pergi dari sini.
.
.
To be continued.