"Terima kasih, Mas,"balas Maya.”Wah, udah mau nutup nih, Om.”
“Iya.”
"Ren, siapa tuh?" tanya Rion yang sedari tadi tertawa melihat kelakuan Maya pada Reno.
"Ini...pelanggan, Bro,"kata Reno dengan wajah meringis. Ia merasa malu sedang ditertawakan kedua sahabatnya itu.
"Masih muda ya...,"balas Randy dengan nada menggoda.
"Ini Om-Om ini siapa ya?" tanya Maya dengan heran. Ia memerhatikan dua lelaki berpakaian rapi dan wangi itu."Kayaknya Om-om ini bukan warga sini ya?"
"Iya kita temennya Om Duren," balas Randy sambil tertawa puas sudah berhasil membuat wajah Reno merah menahan malu.
Maya mengangguk-anggukan kepalanya, ia jadi terlihat begitu menggemaskan."Oh temennya Om Duda Reno..."
"Kamu...gebetannya Om Duren ya?" Selidik Randy.
Maya bergidik ngeri."Ih, Maya enggak mau ah sama duda."
Reno membelalakkan matanya, ia cukup kaget dengan pernyataan Maya barusan. Ini yang dinamakan patah sebelum berkembang. Ditolak padahal belum menyatakan cinta."Sial ini anak," umpatnya dalam hati.
"Loh kenapa?" tanya Rion.
Maya menatap Reno dari atas ke bawah dengan intens."Kan Om Reno...udah duda ya...pasti udah pernah begituan ya sama mantan isterinya. Anunya bekas orang lain gitu. Masa Maya dapat yang bekas sih...."
Randy dan Rion spontan tertawa keras. Biar pun mereka juga Duda, mereka tidak tersinggung dengan ucapan Maya. Jawaban Maya itu sangat lucu.
Randy menghentikan tawanya sejenak. Wajahnya pun sudah merah akibat kebanyakan tertawa."Jadi, enggak mau sama duda?"
Maya menggeleng."Maunya yang masih original...masih segel."
"Biar pun udah lepas segel, masih bagus loh, May...masih original, Mulus, pemakaian normal, dan lancar jaya," balas Reno. Ia sudah tidak kuat dengan segala penindasan secara tidak langsung ini.
"Berapa harga netnya,Om?" balas Maya.
"Sepuluh juta dibayar tunai, Maya."
"Sah!" Maya menjabat tangan Reno persis seperti penghulu menjabat tangan calon mempelai pria.
"Dua orang ini kayaknya sama-sama gila!" kata Randy.
Rion mengangguk setuju."Iya...otak mereka agak-agak kurang satu gram gitu,lah."
"Kalian jangan ngomong yang macem-macem ya! Ini Maya memang suka becanda. Maklum...masih muda,"kata Reno pada kedua temannya.
"Tapi, Maya ini cantik, ya, Ren...cocok jadi calon isteri kamu deh. Kamu kan sukanya yang masih gadis-gadis gitu."
"Ih, apa, sih, Om,"kata Maya pada Randy.
Rion tertawa."Tuh...yang udah Om-Om pada nyadar deh."
"Tau, nih masih aja pada genit . Ya udah pada pulang deh, udah mau Maghrib. Nanti dicariin sama isteri-isteri ya," kata Maya sambil menenteng kantongan plastik yang baru diserahkan Paijo, lantas ia pun menyerahkan uang pas seperti biasa.
"Kita semua duda loh, Maya." Rion memperjelas status mereka di hadapan gadis manis itu.
"Apa?" teriak Maya persis seperti adegan di sinetron yang dizoom out dan zoom in."Kalian semua duda?"
"Iya."
"Bahaya...bahaya..." Maya memegangi pelipisnya dengan stress.
"Bahaya kenapa, May?" Tanya Reno panik.
"Bahaya,Om, udah senja gini anak perawan ada di sarang Om-om Duda. Serem!!" Maya bergidik ngeri.
"Kok serem,sih. Kita semua orang baik, kok, Maya. Di sini aja deh...ngobrol-ngobrol, kali aja bisa jadi calon isteri Om duren,"kata Rion sambil tertawa lagi.
"Pergi ke pasar naik kuda, Beli sayur di kios mang jaja, daripada terjebak di sarang duda, lebih baik, Maya pulang saja. Wassalamu'alaikum!" Maya melambaikan tangannya tanpa memedulikan lagi panggilan ketiga duda itu.
Ketiga duda itu bertukar pandang, lalu tertawa geli.
“Unik, ya, Ren,”kata Randy pada Reno.
Reno tersenyum malu, mendadak hatinya berbunga-bunga. Bahkan saat ini ia tengah menatap tubuh Maya yang kelamaan terlihat mengecil di ujung jalan.
“Lamar aja, Bos!” ucap Paijo sambil menyortir buah apel.
Rion menjentikkan jarinya.”Nah, bener banget, Ren...kan katanya udah bosan sendiri.”
Reno melirik sambil mendecak. ”Memangnya kalian belum bosan menyendiri apa?”
“Bosan, sih...tapi kita belum ketemu sama wanita yang menggetarkan jiwa. Kalau lo kan udah.” Randy menaikkan kedua alisnya.
“Udah darimana?”
“Maya...”
“Memangnya tadi kalian enggak pada dengar ya kalau Maya enggak mau sama duda. Gimana, sih...itu namanya ditolak sebelum menembak. Sakit, bro!” Reno membanting handuk kecil yang dipegangnya.
“Kan belum usaha. Iya, kan, Yon?” kata Randy.
Rion mengangguk cepat.”Iya. Maya kan udah memenuhi kriteria. Masih gadis.”
“Kejar, Ren!”
“Caranya gimana?” tanya Reno pada kedua temennya.
“Ini efek kelamaan jadi duda ya? Makanya jadi lupa cara mendekati wanita?” Randy mengeleng-gelengkan kepalanya.
Reno terkekeh.”Aku bukan kau, Ran, yang suka ngecengin karyawanmu sendiri.”
“Enak aja. Aku enggak pernah ngecengin karyawanku sendiri. Karyawan orang lain dong, ya.”
“Sama aja!” balas Rion.
“Udah deh, dia udah nolak duluan kali. Maya enggak mau sama duda alasannya...’onderdilnya’ udah kepake.” Reno tertawa miris.
“Belum tahu aja, sih, Maya. Duda itu lebih menggoda. Udah berpengalaman dan bisa memuaskan,” kata Rion.
“Eh, kata siapa?” Reno melihat ke arah Rion dan mengarahkan sudut matanya ke arah Randy.”Itu tuh?”
Rion tertawa terpingkal-pingkal. Ia baru ingat kalau Randy diceraikan mantan isterinya karena kurang bisa memberikan kepuasan di atas ranjang.”Kalau Duda yang ini, sih, Ren harap maklum aja. Dia sih bercintanya sama pekerjaan.”
Sementara orang yang ditertawakan Rion hanya bisa tersenyum tipis, lalu membela dirinya sendiri.”Sial! Aku sudah bisa memuaskan loh!”
Rion bertepuk tangan.”Bravo! Setelah sekian tahun bercerai, akhirnya Randy bisa memuaskan juga. Jadi, wanita mana yang pertama kali merasakan kepuasan darimu?”
“Klien...mereka sangat puas dengan hasl kinerja karyawan di perusahaanku,” jawab Randy bangga.
“Ya!!” Rion dan Reno berucap bersamaan.”Kirain memuaskan yang lain. Sama aja bohong!”
“Nantilah, kalau ketemu wanita yang manis, imut, badannya padat berisi dan oaknya rada geser kayak Maya...mungkin rasa ingin memuaskanku timbul.” Randy mulai mengkhayalkan sesuatu.
“Awas aja kalau mau kecengin dia ya!” kata Reno mulai was-was.
Randy menyipiykan matanya.”Siapa yang mau kecengin Maya, not a cup of my coffe.”
“Gaya banget sih.” Rion tertawa.”Eh, kita ke warungnya Maya aja yuk. Sekalian pendekatan.”
“Jadi kau mau deketin Maya juga?” Reno mulai panik. Ia tidak mungkin bersaing dengan kedua temannya itu. Jika dibandingkan dari segi apa pun, ia akan tetap kalah dengan Rion dan Randy. Peluangnya untuk mendapatkan Maya pun akan menjadi kecil sekali.
Randy tertawa, lantas ia menepuk pundak Reno.”Ya enggaklah. Kita mau ke sana sekalian bantu kau pendekatan sama Maya. Kau kan agak payah dalam urusan wanita.”
“Kau juga payah, Ran,” balas Reno.
“Aku hanya payah dalam urusan ranjang, Ren. Masalah merayu, ya, kutahu banyaklah. Ayo kita ke warungnya sekalian ngerasain es buah bikinannya,” kata Randy.
Reno berpikir sejenak.”Gimana, Yon?”
“Aku sih, Yes aja.”
“Ya udah deh.” Reno setuju dengan saran Randy.
Reno menutup kiosnya dan menuruh Paijo pulang. Ketiga duda itu masuk ke dalam mobil dan pergi ke rumah Maya. Sesampai di sana, gadis itu tampak sedang melayani pembeli.
Maya melihat ketiga pria itu di seberang jalan.”Hai, Om-Om Duda!”
“Tuh, dia sudah menyambut dengan bahagia,” kata Rion sambil berjalan.
“Memang dia orangnya ramah begitu kali.” Reno merapikan rambutnya.
“Bibir dikulum , makan pepaya. Assalamualaikum, Neng Maya!” Rion langsung berpantun seperti Maya. Sebenarnya ia tidak begitu ahli. Hanya bermodalkan ilmu dari pelajaran bahasa indonesia sewaktu ia masih duduk di sekolah.