Bab 5

1119 Kata
Maya tersenyum sambil terus melayani pembeli.”Daun salam dimakan kuda, Waalaikum salam, Om-Om Duda.” “Makan pepaya di kota raja. Eh, Maya...kok makin cantik aja,” balas Rion lagi. “Om bisa aja.” Maya terkekeh. Ia memberikan pesanan sang pelanggan, menerima uang lalu ornag tersebut pergi. Kini  pandangannya beralih kepada ketiga lelaki itu.”Makan ayam panggang, minumya jus kuini. Ada gerangan kedatangan Om-Om ke sini.” “Terus aja berpantun sampai katak berbulu domba,” gumam Randy. “Tahu, nih, Rion. Kayaknya lebih cocok jadi sastrawan daripada content writer atau youtuber.” Rion yang Mendengar celotehan kedua temannya itu terkekeh. Ia mengangkat kedua tangannya.”Tenang, saudara-saudara.” Ia kembali beralih ke Maya.”Buah Pepaya, buah Saga....Neng, maya...es buahnya tiga.” Randy dan Reno menggeleng-gelengkan kepala mereka. Lalu memilih untuk duduk. Kalau ditungguin seperti ini, maka berbalas pantun mereka tidak akan selesai-selesai. “Siap, Om Duda. Silahkan duduk ya.” tangan Maya cekatan meracik sup buah dan menyajikannya pada ketiga lelaki itu. “Silahkan, Om.” “Terima kasih, Maya.” “Sama-sama, Om. Maya tinggal dulu ya, Om...kalau boleh sekalian jagain warung. Soalnya Emak lagi keluar.” Mereka bertiga bertukar pandang.”Loh, memangnya kamu mau kemana?” “Mau mandi, Om. Udah keringetan nih.” “Ya udah, jangan lama-lama ya,” pesan Reno. “Iya, Om, Makasih sebelumnya ya.” Maya melenggang masuk ke dalam rumah. Ia segera mandi. Sekitar sepuluh menit kemudian, Maya muncul dengan penampilan yang rapi dan wangi.”Sudah, Om, makasih ya udah dijagain.” “Sama-sama, Maya,” jawab mereka bertiga bersamaan. Maya merapikan barang-barang dagangannya agar enak dipandang. Sesekali mengelap meja dan etalase agar terlihat selalu bersih. “Maya, nih uangnya!” Rion menyodorkan selembar uang seratus ribu. “Iya, om, sebentar ya...Maya ambilkan kembaliannya.” “Enggak usah, May, kembaliannya buat kamu aja.“ “loh kok gitu, Om?” Maya kebingungan.”Jangan deh, Om, ini bukan haknya Maya.” “Ambil aja, Maya. Soalnya es buahnya enak.” Maya mengangguk-angguk.”Terima kasih, Om-Om Duda. Semoga murah rejekinya.” “Aamiinn.” “Om-Om ini temenan deket ya?” tanya Maya. “Iya, kita berteman sejak...ketemu di pengadilan,” jelas Rion. “Jadi, kenalnya di pengadilan gitu, Om?” “Iya betul sekali!” Rion menjentikkan jarinya. "Oh jadi kalian dipertemukan karena senasib, sepenanggungan dan sesama duda gitu ya."Maya mengangguk-angguk mengerti. "Apa sih kamu, Maya...." Reno meringis malu ke arah Randy dan Rion. “Tapi, itu bener, Ren.” Randy tertawa. “Ya udah, May...kita harus pergi. Soalnya banyak urusan.” “Iya, Om. Terima kasih udah mampir. Jangan lupa main ke sini lagi,” kata Maya dengan ceria. “Sampai jumpa lagi, Maya,” Rion melambaikan tangan. Sementara Reno hanya bisa senyum-senyum tanpa bisa berkata apa-apa. Untunglah ada Randy dan Rion. Maya melambaikan tangannya. Ketiga pria itu sudah masuk ke dalam mobil dan menghilang di ujung jalan. “Siapa itu, May?” Emak datang membawa kantongan plastik. “Om Duda, mak,” jawab Maya sambil merapikan gelas bekas es ketiga duda tadi. “Om Duda?” Emak mengernyitkan keningnya. ”Siapa Om Duda?” “Om Reno, Mak, yang jual buah di pasar. Nah, dia mampir sama temen-temennya minum es buah.” “Oh, Reno...kok manggilnya Om Duda sih?” “Karena dia duda.” “Enggak boleh gitu ah, enggak baik.” Maya tersenyum.”Iya, Mak. Emak bawa apa ini?” “Nasi hajatan, dari rumah Bu Jamilah. Dimakan, May. Emak mau hitung hasil jualan dulu.” “Iya, Mak.” Maya membuka bungkusan itu dan menikmati nasi hajatan sebagai makan malamnya.   **   Suasana pasar sudah mulai sepi. Beberapa pedagang juga sudah menata barang-barang dagangannya dan menyimpan ke dalam mobil pick up atau pun gudang penyimpanan. Reno masih bertahan di sana, pelan-pelan ia menatap buah-buahan dan memasukkannya ke gudang. Dibantu oleh ketiga pekerjanya. "Tutup sekarang, bos?" tanya Jupri. "Sebentar lagi aja," balas Reno. Ia duduk di bangku kayu tepat di hadapan buah-buahan yang ditata rapi. Ia mengambil ponsel dari saku dan memainkannya. "Makan pare di warung Buk Ida, selamat sore,Om duda," sapa Maya mengagetkan Reno. Ponsel di tangannya hampir saja terjatuh. "Astaga. Bikin kaget aja." Maya merapikan poninya."Chatting sama calon isteri ya, Om?" "Ya enggaklah, kan calon isteri saya ada di depan saya." Maya terdiam sebentar, berusaha mencerna ucapan Reno."Di depan Om ada...tiang. ck...ck...ck, Om kelamaan duda jadi halusinasi." "Mau ngapain, Maya?" "Beli besi satu kilo, Om," jawab Maya asal. "Besi enggak ada. Cek toko sebelah," jawab Reno. Ia mulai bisa mengimbangi kelakuan Maya yang menyebalkan tapi selalu bikin kangen. "Oh di toko sebelah." Maya pergi ke kios sebelah. Beberapa detik kemudian ia kembali."Di sebelah jualan sembako,Om." "Memang kamu mau beli apa?" "Beli buah, Om...,nih!" Maya menyodorkan catatan. Reno menggelengkan kepalanya. Ia mengambil catatannya."Buah yang kamu beli kan setiap hari sama ya. Enggak usah pakai catatan. Kamu bilang kayak biasa aja gitu. Trisno, ambilin nih pesanan Maya." "Siap, Bos." Maya duduk di bangku yang ada di depan kios."Enggak apa-apa, Om...takutnya ada yang lupa. Kan harus bolak-balik jadinya." Reno mendecak."Enggak lupa lah. Saya belum pikun." "Reno!" Seorang wanita dengan style yang menonjol datang menghampiri Reno. Bahkan wanita itu tidak segan-segan masuk ke dalam kios dan memeluk duda itu. "Eh, busyet ada artis masuk kampung." Maya menatap wanita itu tanpa berkedip. "Eh ...jangan peluk-peluk." Reno menjauh dari wanita bernama Juleha itu. Juleha adalah janda kembang di kampung ini. Terakhir kali statusnya adalah isteri dari juragan tanah, tapi karena memang sudah uzur, suaminya itu meninggal dan Juleha mendapatkan harta warisan yang banyak. Juleha sangat cantik seperti seorang gadis. Banyak pemuda yang juga tertarik padanya. "Ih,Reno...kenapa sih. Kan aku kangen,"balas Juleha genit. Reno meringis."Maaf, kamu keluar. Enggak enak dilihat orang. Itu duduk aja di sebelah mbak yang itu." Juleha memanyunkan bibirnya kesal. Ia menuruti perkataan Reno dan duduk di sebelah Maya. "Mpok...habis darimana?" Maya bertanya dengan santainya. Tidak peduli ekspresi Juleha. "Dari rumah," balasnya jutek. "Kirain habis kena angin topan, Mpok." Juleha menatap Maya kesal."Memangnya kenapa?" "Rambut Mpok berantakan, bedaknya agak luntur dan...bulu matanya agak sengklek," kata Maya berlebihan. Padahal sebenarnya penampilan wanita itu baik-baik saja. Juleha langsung panik."Astaga, pantesan Reno ilfeel lihat aku. Ini gara gara Yanto nih, mobil pakai masuk bengkel segala. Jadinya kan luntur make up aku." Wanita itu pun pergi, mulutnya terus komat-kamit memarahi pria bernama Yanto. "Untunglah dia pergi."Reno mengembuskan napas lega. "Terima kasih dong, Om, sama Maya." Maya menepuk dadanya sendiri dengan bangga. "Terima kasih, ada gunanya juga kamu ada di dunia ini." Bukannya sakit hati dengan perkataan Reno barusan, Maya justru tertawa."Ya iya dong, Om. Maya ini memiliki banyak fungsi, memperbaiki hati yang patah, menyembuhkan luka akibat serpihan cinta...atau melegakan tenggorokan dengan sop Buah bikinan sendiri...semua bisa." "Kalau merubah statusku menjadi tidak duda bisa enggak?"tanya Reno.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN