Bagian 4

1615 Kata
Usaha adalah suatu langkah menuju keinginan dan kesuksesanmu. Rasanya sia-sia jika kamu menginginkan sesuatu tapi hanya bermodalkan doa saja. Usaha, doa, dan berserah diri adalah satu paket komplit. Saling melengkapi. Tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Sabrina pun tidak melupakan usahanya agar bisa lolos tes SKB. Jika usaha hanya bertanya tentang bagaimana kehidupan CPNS atau PNS pun malah akan membuat diri membayangkan jika nanti aku lolos aku bisa begini begitu. Tapi mereka tidak khawatir jika tidak lolos pun bisa saja menjadi kemungkinan yang akan terjadi. Jangan merasa sombong. Usaha yang dilakukan dimaksimalkan dulu. Paling maksimal semaksimalnya kalau bisa. Dari membeli buku bekas dan baru untuk belajar soal-soal. Mengunduh soal-soal di internet. Melihat tips dan trik mengerjakan maupun menghafal di you tube. Semua sudah Sabrina lakukan. Besok tes SKB akan dilakukan di gedung serbaguna kota Malang. Malam ini dia mulai menyiapkan keperluan yang harus dibawanya. Mulai dari identitas diri, kartu peserta ujian, kartu bukti lolos SKD, dan sampai pakaian yang harus dipakainya besok. Dirasa semua sudah siap, Sabrina ingin mengambil air minum sebelum bersiap untuk istirahat. “Belum tidur, Sab?” Atma yang masih melihat acara komedi di televisi bertanya pada Sabrina yang berjalan ke arah dapur. “Mau ambil minum dulu, yah. Setelah ini Sab baru mau tidur. Ayah ndak tidur? Sudah mau jam 10 ini.” Sabrina akhirnya bergabung dengan Atma untuk menonton komedi. “Setelah ini, sekalian acaranya bubar. Persiapan untuk besok sudah disiapkan semua?” “Sudah, yah. Baru selesai ini tadi.” “Jadi diantar Bima besok?” “Jadi, yah. Dia sudah mengosongkan waktu untuk ndak jualan besok.” “Lain kali jangan sering-sering merepotkan Bima ya, nduk. Apalagi dia kan jualan. Dia juga butuh uang untuk menghidupinya dan ibunya.” Sabrina merasa bersalah, karena dia baru sadar bahwa Bima pasti juga akan sibuk dengan kehidupannya sendiri. Apalagi Bima setiap hari harus berjualan. Saat anak sekolah membeli harum manisnya adalah saat penghasilan Bima lebih tinggi. Namun Sabrina sering mengajak Bima untuk menemaninya ke beberapa tempat. “Sab, dengar perkataan ayah kan? Kalau memang ingin diantarkan nanti bisa minta antar ayah atau ibuk. Kami pasti akan mengantar. Tapi kamu selalu sudah membuat janji dengan Bima dulu.” “Iya, yah. Maafkan Sab,” ucap Sabrina sambil menunduk. “Jangan minta maaf ke ayah. Pokok jangan sering merepotkan Bima. Ndak masalah kalau kamu mau minta antar Bima kemana-mana. Tapi jangan terlalu sering ya.” “Iya, yah.” Atma memberikan tepukan semangat di bahu Sabrina agar dia tidak bersedih lagi. “Ya sudah, segera ambil air minum terus segera istirahat juga.” “Iya, yah. Sab istirahat dulu ya.” Atma menganggukkan kepala dan membiarkan Sabrina beranjak ke dapur. Dia juga memutuskan untuk segera istirahat juga karena malam mulai beranjak. *** Pagi ini kediaman Sabrina lebih ramai dari pada pagi-pagi biasanya. Kanaya sudah memasak lebih awal dan meminta Sabrina segera bersiap. “Sab, ayo segera sarapan. Jam 7 harus sudah di lokasikan?” teriak Kanaya dari arah dapur. Sabrina yang masih mempersiapkan beberapa berkas ke dalam tasnya segera mempercepat kegiatannya. Sabrina juga kesal sebenarnya mendengar teriakan ibunya di pagi hari. Namun, saat ini sudah hampir jam 6. Dia juga sudah harus sarapan agar nanti dapat mengerjakan soal dengan konsentrasi tinggi. Belum juga jika nanti di jalanan arah gedung serbaguna dipadati oleh pengendara yang akan bersekolah ataupun bekerja. “Ayo segera sarapan, Sab”. Kanaya segera membantu menyiapkan sarapan untuk Sabrina. “Bima apa tidak ikut sarapan di sini Sab?” tanya Kanaya. “Ayah juga ke mana ini, kok belum terlihat.” Kanaya segera mengecek keberadaan suaminya di depan rumah. Biasanya suaminya suka melihat tanaman di depan rumah. Saat dilihat di depan, ternyata Atma sedang berbincang dengan Bima. “Bima kok ndak diajak masuk, yah?” Kanaya menghampiri Bima dan Atma yang sedang berbincang. “Sudah sarapan, buk,” ucap Bima setelah mencium tangan Kanaya. “Masuk saja, yuk. Minum kopi atau teh dulu.” Atma mengajak Bima untuk masuk dan bergabung di meja makan. “Eh, Bim. Sudah datang? Sebentar lagi sarapanku selesai. Kamu sudah selesai sarapan?” “Sudah kok, Sab. Santai saja. Lanjutkan dulu sarapanmu. Jangan buru-buru.” Walaupun Sabrina sudah diingatkan Bima untuk santai, namun Sabrina sadar diri. Dia segera mempercepat sarapannya. Hingga saat Sabrina minum air putih dia tersedak. Orang tua Kanaya dan Bima tentu saja segera menghampiri Sabrina. Kanaya segera menenangkan Sabrina dan memberikan air putih agar tenggorokan Sabrina tidak sakit. “Baru juga diingatkan Bima untuk tidak terburu-buru, Sab. Kan masih jam 6 ini. Perjalanan ke gedung serbaguna juga gak sampai setengah jam.” “Kan Sab takutnya di jalan macet, buk. Apalagi hari ini hari Senin. Jadi Sab takut telat nanti.” “Ya sudah sekarang kamu segera berangkat. Ndak ada yang tertinggal barangnya? Coba dicek lagi, Sab.” Atma meminta Sabrina mengecek segala perlengkapan yang harus dibawa. Sabrina mengecek kembali perlengkapannya dan merapikan pakaian tes. Hari ini dia memakai bawahan gelap, atasan kemeja putih, dan berkerudung hitam seperti saat tes SKD. “Sudah, Bim. Ayo kita berangkat. Buk, yah, doakan Sabrina lancar ya hari ini.” Sabrina segera menyalami kedua orang tuanya dan diikuti oleh Bima. Seperti biasanya Kanaya dan Atma mengikuti mengantarkan keberangkatan sang putri hingga mereka sudah tidak terlihat. Perjalanan menuju gedung serbaguna berjalan lancar. Hanya menunggu lebih lama pada beberapa lampu merah karena jumlah kendaraan yang menumpuk pada jalanan di dekat lampu merah. Tepat setengah 7, Sabrina sampai di gedung serbaguna. Bima menurunkan Sabrina di depan gedung karena pengantar tidak diperkenankan parkir di area parkir gedung serbaguna. “Nanti kalau sudah selesai kamu hubungi aku lagi ya. Aku mau ketemu temenku dulu.” Sabrina mengiyakan dan memberikan helm yang dipakainya pada Bima. “Hati-hati, Bim. Terima kasih ya. Nanti aku hubungi kalau tesnya sudah selesai.” Setelah Bima terlihat mulai menjauh. Sabrina segera menuju area untuk dilaksanakannya tes. Hanya enam orang terpilih yang mengikuti tes. Setelah diberikan pengarahan tentang pelaksanaan tes, Sabrina dan peserta tes mengikuti panitia pelaksana menuju ruangan tes. Tes dilaksanakan dengan berbasis komputer seperti saat SKD. Dengan kursi untuk tiap-tiap peserta yang berjauhan, Sabrina duduk di kursi yang tengah. Dia tidak mau berada di paling ujung karena Sabrina merasa tidak nyaman. Waktu pelaksanaan tes dimulai, Sabrina segera mengerjakan soal-soal yang berada pada layar. Waktu pelaksanaan tes selama 90 menit. Di lain tempat, Bima sedang bertemu dengan seorang wanita yang menyebabkan keributan di antara para pedagang di sekolah. “Jadi sebenarnya ada masalah apa? Kenapa saat itu sampai menyebabkan keributan?” tanya Bima saat sang wanita itu sudah datang di tempat mereka janjian. Di salah satu warung makan lesehan, Bima juga ingin sekalian sarapan karena tadi dia berbohong saat di rumah Sabrina. Dia memilih sarapan sekalian di sini dari pada mendengarkan omongan wanita itu tanpa sarapan tentunya membuat Bima bosan. “Dia mantan suamiku. Dia selalu meminta bertemu dengan putri kami. Tapi aku tidak pernah menjanjikan mereka bertemu. Anakku selalu merasa ketakutan jika bertemu dengannya. Dia pernah membuatku terluka kala itu, jadi hal itu yang membuat putriku takut.” “Alasan dia selalu ingin bertemu putrimu apa?” “Aku juga tidak tahu.” Hening di antara mereka. Bima melanjutkan memakan sarapannya dan membiarkan sang wanita di depannya diam. Bima juga tidak tahu mengapa dia bisa bersedia untuk bertemu wanita itu. Dia tidak mengenal wanita itu dengan baik. Ya hanya karena peristiwa saat di depan SD waktu itu yang membuat mereka bertemu pagi ini. “Lalu tujuan kamu mengajak aku bertemu apa?” “Aku ingin minta tolong. Tolong, kalau kamu bersedia. Tolong bantu aku untuk lepas dari laki-laki itu.” “Jika hanya menolong untuk menyelamatkanmu aku bisa. Karena aku juga tidak ingin seorang wanita disakiti oleh laki-laki. Tapi jika ini berlebihan, maaf itu bukan kuasaku. Aku tahu laki-laki itu pasti mencari-cariku dan kamu ingin aku membantumu karena laki-laki itu pasti tidak akan melepaskanku kan?” “Bagaimana kamu tahu?” “Itu lihatlah. Di belakangmu. Dia sedang mengamati kita.” Wanita itu pun menoleh ke belakang. Dan benar ternyata laki-laki tempo hari ada di belakang mereka. Jujur, wanita itu takut akan membuat keributan seperti saat itu. Dering ponsel Bima menyadarkan wanita itu dan menoleh ke arah Bima. “Iya, Sab? Gimana? Sudah selesai? Oke oke. Aku otw setelah ini ya. Tunggu aku. Kamu bisa tunggu di area food court saja. Jangan di tempat sepi. Kalau di keramaian lebih aman.” Bima segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. “Urus urusanmu dengan laki-laki itu. Aku ada urusan lain.” Bima segera beranjak ke kasir untuk membayar sarapannya. Dia tidak mempedulikan wanita itu. Dia tidak ada urusan dengan mereka. Kenapa jadi dia yang tiba-tiba harus masuk dalam kehidupan mereka. Wanita itu jengkel dan sebal. Dia harus segera bergegas sebelum lelaki di belakangnya membuat keributan di tengah warung. Cukup waktu itu dia menjadi pusat perhatian. Hari ini dia tidak ingin jadi pusat perhatian orang lagi. Sabrina yang sudah selesai mengerjakan tes segera menuju ke food court sesuai arahan Bima. Dia tidak tahu kenapa Bima memintanya menjauhi tempat yang sepi. Padahal biasanya jika mereka janji bertemu di mana pun semuanya baik-baik saja. Tapi Sabrina lebih baik menuruti keinginan Bima. Dia juga berjaga-jaga tidak ingin membuat dirinya celaka. Sabrina memesan jus alpukat sambil menunggu Bima. Dia fokus melihat feed di i********: untuk mengurangi rasa bosan menunggu Bima. Benar ayahnya, seharusnya dia meminta antar ayah atau ibunya saja agar mereka bersedia menungguinya, jadi dia tidak bosan menunggu kehadiran Bima. Tapi dia juga selalu menyukai kebersamaannya dengan Bima. Ah, kalau orang sudah suka mah apapun dilakukan agar bisa selalu bersama dengan orang yang disukainya. “Sab,” panggil seseorang saat dia sedang asyik melihat ponselnya. Sabrina segera mengangkat kepalanya dan melihat kedatangan Bima dari arah parkiran food court. “Aku tadi beli jus, Bim. Belum diantar. Kamu mau pesan sekalian?” “Nggak usah. Aku tadi sudah beli minum kok.” “Oke. Tunggu minumanku datang dulu ya. Kamu tadi habis dari mana emangnya?” “Ketemu temenku. Ada urusan sedikit sih.” Bima sengaja tidak memberi tahu hal yang sebenarnya. Toh Sabrina tidak mengerti akan hal itu. Jadi lebih baik dia merahasiakannya saja. Pesanan Sabrina akhirnya datang. Untungnya jusnya dikemas dalam gelas cup sehingga jusnya bisa dibawa pulang. “Langsung pulang yuk, Bim.” “Oke, ayo.” Mereka akhirnya menuju ke arah parkiran dan pulang ke rumah Sabrina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN