Bagian 5

1526 Kata
Waktu berjalan semakin cepat. Kadang kita merasa bosan jika menunggu sesuatu. Namun, jika kita mengisi kegiatan dengan banyak hal positif dan melakukan hal yang kita sukai, semuanya berjalan cepat. Bahkan mungkin sangat cepat. Tidak terasa hari ini adalah tanggal diumumkannya peserta seleksi CPNS yang lolos tes seleksi SKB. Rasanya lebih mendebarkan dari pada saat akan diumumkannya tes SKD. Karena ini yang menentukan dia bisa jadi CPNS atau tidak. Dari tadi malam, Sabrina sudah merasa deg-degan luar biasa. Seperti saat akan melihat hasil pengumuman masuk perguruan tinggi. Rasanya hampir sama seperti itu. Suara ketukan pintu pada kamar Sabrina membuat Sabrina merasa terganggu. Dia baru bisa tidur setelah melaksanakan sholat Shubuh. Memikirkan hari ini membuat dia tidak bisa tidur. Hanya membolak balikkan posisi tubuh. Bermain ponsel hingga baterai habis sudah dia lakukan. Namun, kantuk tak kunjung menghampirinya. Sebelum adzan Shubuh berkumandang dia sudah merasakan rasa kantuk. Tapi dia tidak ingin meninggalkan sholat. Suara ketukan pintu yang berubah menjadi gedoran membuat tidur Sabrina terganggu. Diiringi dengan teriakan sang ibu, membuatnya harus segera bangun sebelum telinganya semakin panas. “Ada apa, buk?” Setelah Sabrina membuka pintu dan melihat Kanaya ada di depan pintu. Mata yang belum terbuka sempurna membuat sang ibu paham jika Sabrina baru saja bangun tidur. “Kamu tumben baru bangun tidur? Ini sudah jam 9, Sab. Makanya ibu membangunkan kamu. Ibu merasa heran saja karena kamu belum ke dapur buat sarapan.” “Dari tadi malam ndak bisa tidur, buk. Baru tidur setelah sholat. Sab mau tidur lagi dulu ya, buk.” “Ya sudah terserah kamu. Kalau lapar segera sarapan. Jangan lupa dicek juga gimana hasilnya. Ibu juga penasaran.” “Ibuk malah ngingetin aku lagi. Jadi gak ngantuk lagi ini, buk,” ucap Sabrina sambil mengucek matanya. Kanaya hanya tertawa melihat kelakuan sang putri. Kanaya akhirnya meninggalkan Sabrina di depan pintu dan kembali ke dapur. Sabrina masuk kembali ke kamar dan menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Dia menghampiri Kanaya yang sedang berada di dapur. Mengikuti saran ibunya untuk segera sarapan, akhirnya Sabrina sarapan lebih dulu sebelum membuka HP dan membrowsing web pengumuman hasil tes SKB. Setelah selesai sarapan, dia segera menuju ke ruang keluarga. Kanaya yang sedang menonton tv seperti biasanya hanya mengamati raut muka Sabrina. Dia tahu Sabrina deg-degan, namun dia juga tidak ingin menunjukkan wajah kalau dia juga deg-degan seperti sang putri. “Sudah siap?” Kanaya menanyakan kesiapan Sabrina melihat hasil tes. Sabrina hanya menghela napas dan segera membuka aplikasi browser pada handphonenya. Rasa deg-degannya semakin menjadi saat koneksi internetnya dirasa sangat lemot. Padahal dia merasa sudah mengisi kuota internetnya satu minggu yang lalu. “Gimana, Sab?” Kanaya juga ikut melongok melihat layar ponsel Sabrina. “Sabar, buk. Gak tahu kok tiba-tiba internetnya rasanya lemot banget.” Kanaya hanya diam saja. Dia tidak ingin membuat keributan disaat Sabrina sedang dalam kondisi seperti ini. Bisa-bisa Kanaya mendapatkan amukan dari Sabrina. “Sudah terdownload buk filenya. Tapi harus kayak waktu itu juga lihat per formasi. Jadi harus sabar ini.” Kanaya hanya mengangguk mengiyakan saja. “Buk, buk,” panggil Sabrina saat Kanaya sedang asyik menonton tv. Setelah Sabrina tadi memberitahu Kanaya kalau melihat hasilnya harus melihat per formasi, Kanaya memutuskan untuk fokus kembali melihat tv. Khusus saat ini dia tidak ingin membuat keributan dan kehebohan dengan Sabrina. “Buk,” panggil Sabrina karena Kanaya masih fokus dengan tv. “Apa sih, Sab?” Kanaya sebal juga karena Sabrina terus memanggilnya. FTV yang dilihatnya sedang seru-serunya tapi Sabrina tidak berhenti menggoyang-goyangkan lengannya. “Lihat ini, buk.” Sabrina menunjukkan tampilan layar ponselnya. “Ya Allah, Sab. Alhamdulillah. Selamat anaknya ibuk. Ya Allah.” Kanaya merasa haru dan membuatnya menitikkan air mata. Kanaya segera memeluk Sabrina dan terus menangis haru. “Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih. Selamat, Sab. Usaha tidak pernah menghianati hasil.” Kanaya tentu saja sangat bangga. Karena dia tahu bahwa tes CPNS banyak direbutkan orang dan harus dilalui dengan beberapa kali tes. Tapi jika usaha yang dilakukan sudah sangat maksimal dan doa yang selalu mengiringinya juga kuat. Terutama restu dan doa orang tua sangat mudah dikabulkan. “Ibu harus segera memberi tahu ayah ini, Sab.” Kanaya segera mengambil hp dan akan menghubungi Atma. Namun Sabrina menghalangi niat sang ibu. “Jangan, buk. Nanti saja. Kita kasih tahu ayah waktu ayah sudah pulang. Biar surprise.” “Bolehlah. Ibu pingin bagi-bagi rejeki ke tetangga jadinya karena kamu lolos tes. Biar semuanya berkah. Dan biar semuanya ikut mendoakan yang terbaik dan merasakan kebahagian kita.” “Haduh, buk. Sab ndak yakin. Ibu pasti pamer nanti ujung-ujungnya. Sab gak suka, buk.” “Lihat nanti saja deh. Ibuk ijin ke ayah dulu. Kalau boleh ibu mau bagi-bagi nasi ke tetangga.” Hal ini yang membuat Sabrina sebal dengan ibunya. Ibunya selalu memamerkan pencapaian sang anak dengan tetangganya. Dulu saat dia lolos masuk ke universitas negeri, ibunya membagikan rejeki ke tetangga dan tentu saja berbagi cerita tentang kelolosan sang anak. Atma juga sudah sering mengingatkan sang istri, namun tentu saja Kanaya yang masih sering merajuk membuat Atma hanya bisa mengalah. Atma dan Sabrina tidak ingin membuat para tetangga menjadi iri dengan mereka. Selain itu, mereka juga tidak ingin dijadikan bahan gunjingan para tetangga. Terkadang mulut tetangga luar biasa mengganggu dan membuat hidup menjadi tidak tenang. “Kalau ibu nekat bagi-bagi, biar Sab saja yang mengantar ke tetangga. Jangan ibu.” “Lha kenapa? Biasanya kamu juga nggak pernah mau kalau harus ke tetangga-tetangga.” “Ya khusus hal ini biar Sab saja yang mengantar, buk.” “Pokok ijin ayah dulu.” “Terserah ibu saja deh. Sab mau ke kamar dulu.” Sabrina merasa lebih baik jika dia ke kamar dari pada berdebat dengan ibunya. Selalu saja berdebat masalah seperti ini. Berulang kali Sabrina mengingatkan ibunya agar tidak memamerkan apa saja yang keluarga mereka capai. Dan ujung-ujungnya seperti ini. Bilang ijin ayahnya, namun tentu sang ayah tidak ingin membuat ibunya kecewa dan ayah pasti menyetujui keinginan sang istri. Kanaya tentu saja membiarkan Sabrina yang pamit kembali ke kamar. Dia hanya ingin berbagi kebahagian kepada tetangga dengan memberikan nasi atau sembako. Tapi kadang jika tetangga bertanya alasan apa yang membuat Kanaya berbagi tentu saja dia dengan senang hati akan menceritakan semuanya. *** Siang hari saat Atma pulang Kanaya segera memberitahukan kepada suaminya jika Sabrina lolos tes SKB. Tinggal menunggu tanggal pengumpulan berkas administrasi untuk mencocokkan file yang diuploud pada web dengan keaslian berkas. Atma yang diberitahu seperti itu tentu saja merasa bangga dan senang terhadap pencapaian Sabrina. Sebagai ayah rasanya luar biasa bahagia karena putri semata wayangnya bisa meraih apa yang diimpikannya. Kanaya yang menyadari kebahagian sang suami pun juga ikut merasa bahagia dan tidak menyiakan kesempatan ini untuk memberitahu kepada Atma akan rencananya tadi pagi. Dia harus berhasil membujuk suaminya sebelum Sabrina bergabung untuk makan siang. “Yah, ibuk pingin bagi-bagi rejeki ke tetangga. Biar semuanya dimudahkan dan berkah untuk Sabrina karena banyak yang mendoakan.” Kanaya memberikan senyuman manis diujung kalimatnya untuk meluluhkan hati suami. Atma menghembuskan napas lelah. Istrinya ini tidak pernah mau berhenti untuk membujuknya dengan hal-hal seperti ini. “Buk, ayah kan sudah berulang kali mengingatkan ibuk untuk tidak memamerkan ke tetangga tentang pencapaian apa yang telah keluarga kita raih. Nanti malah membuat tetangga iri dan menyebabkan keburukan di belakang.” Kanaya yang mendengar balasan sang suami pun tentu saja cemberut. Dia tadi sudah sangat yakin jika suaminya akan menyetujui keinginannya. “Buk, berbagi kebahagian bisa dengan memberikan sedekah atau infaq ke masjid, musholla, atau panti asuhan, buk. Itu lebih baik. Pahalanya lebih besar. Mengalir hingga kita meninggal nanti. Kalau kita berbagi ke tetangga memang sama niat kita sedekah. Tapi apa ibuk yakin jika dalam hati ibu ndak ada niatan untuk pamer?” Kanaya hanya diam menyimak ucapan sang suami. Sangat benar memang ucapan sang suami. Namun, rasanya dia tidak ikhlas dan rela jika keinginannya tidak terwujud. “Lebih baik kita makan malam bersama saja nanti, buk, yah. Sabrina pingin makan malam di daerah Batu. Pasti asyik. Kita rayakan rejeki yang Sab peroleh dengan kumpul bersama saja. Dan Sab setuju jika nanti kita bisa menginfaqkan rejeki kita ke masjid atau panti asuhan seperti saran ayah.” Sabrina memutuskan ikut nimbrung sebelum sang ibu berusaha semakin gigih membuat ayahnya menyetujui keinginan ibunya. Sejak mobil Atma terpakirkir, Sabrina memutuskan untuk segera menuju ke dapur dan bergabung untuk makan siang. Namun, Kanaya yang sudah heboh memberitahu ayahnya jika dia lolos dan masuk dalam formasi CPNS membuatnya mengurungkan diri bergabung di dapur. Dia ingin mendengarkan ibunya membujuk ayahnya seperti apa. Dan betapa leganya Sabrina saat ayahnya menolak keinginan sang ibu. “Saran Sabrina boleh juga. Nanti kita ajak Bima dan bu Darma sekalian saja. Mereka kan juga sudah membantu kita atas pencapaian yang diraih Sabrina. Kalau tidak diantar Bima ketika tes tidak mungkin Sab bisa berhasil juga.” “Boleh, yah. Sab hubungi Bima dulu ya.” Sabrina dengan perasaan bahagianya segera kembali ke kamar untuk mengambil hp dan menghubungi Bima. Kanaya yang melihat hal itu tentu saja harus mengalah. Kalau sudah seperti ini, niat untuk berbagi ke tetangga harus dihapuskan dari pikirannya. “Sudah, buk. Ayo kita siap-siap makan siang. Sabrina sedang bahagia. Ibuk jangan membuat dia galau dan murung karena berdebat dengan ibuk.” Kanaya semakin cemberut mendengar ucapan sang suami. Dia segera beranjak mengambil hasil masakan dan meletakkannya pada piring dan mangkok untuk lauk dan sayur. Atma hanya tersenyum kecil melihat Kanaya yang cemberut. Walaupun Kanaya sudah menjadi ibu dari anak yang sudah berumur 20 lebih, tetap saja cemberut dan merajuk masih menemani kesehariannya. Tapi apapun itu, Atma bersyukur atas kehidupan keluarga yang dimilikinya. “Bima bisa katanya, yah. Bu Darma juga mau. Nanti kita jemput mereka sekalian ya, yah.” “Beres. Ayo kita makan siang dulu.” Walaupun Kanaya kecewa namun dia juga tidak ingin membuat Sabrina murung. Maka dia harus bisa mengalahkan egonya. Kebahagian anak lebih baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN