Rey hanya menatap diam Andra yang sekarang sedang ada di hadapannya itu dengan penuh tanda tanya. Hari ini Andra terlihat lebih murung dari hari biasanya. Padahal cowok satu ini biasanya paling ramai di dalam kelasnya. Bahkan saat jam pelajaran berlangsung pun, Rey sering memergoki Andra sedang melamun dan tidak mengikuti jalannya pelajaran.
Bahkan sekarang pun Andra sama sekali tidak menyentuh makanan yang dipesannya tadi. Dia hanya menatap kosong ke dalam mangkuk soto yang sudah mulai dingin itu. Rey benar-benar bingung dengan sahabatnya itu. Padahal soto adalah makanan favorit Andra. Dan cowok ini bisa menghabiskan beberapa mangkuk soto setiap harinya.
“Elo kenapa?” Tanya Rey sambil menyentuh pelan bahu Andra.
Kebingungan Rey semakin bertambah karena Andra sama sekali tidak merespons sentuhannya. Padahal Andra adalah orang yang sangat sensitif kalau ada orang yang menyentuhnya, meskipun itu hanya sentuhan pelan sekali pun.
“Woi!!!” Pekik Rey kesal karena Andra tidak mengubrisnya. Padahal sedari tadi dia sudah berusaha untuk menarik perhatian Andra.
“Ah... eh...” Andra sedikit bingung saat Rey berteriak. Kemudian mata mereka berdua pun beradu saat kesadaran Andra telah kembali sepenuhnya.
“Elo ngapain dari tadi diem aja? Kesambet entar baru tau rasa lo!” Desis Rey.
Andra menggeleng dengan tidak bersemangat. “Gue gak kenapa-napa…”
“Halah, bohong tuh pasti! Gue udah 5 tahun temenan sama elo, Ndra. Gak mungkin gue percaya elo gak kenapa-napa sedangkan ekspresi lo bilang kalo lo itu kenapa-napa. Ada apa sih? Cerita sama gue!”
“Gue di tolak, Rey.” Sahut Andra lirih.
Kebetulan saat itu suasana kantin sedang sepi. Karena memang pada saat itu Rey dan Andra makan pada saat jam pelajaran. Jadi sudah pasti tidak ada yang mencuri dengar percakapan Rey dan Andra, kecuali para penjual di kantin mereka.
“Di tolak?” Tanya Rey kaget. “Sama siapa?”
“Gue di tolak Alya, Rey.”
“Kok bisa?”
“Dia gak suka sama gue Rey.”
“Emangnya elo udah nembak dia?” tanya Rey meminta penjelasan lebih rinci.
Andra mengangguk lesu. “Udah, Sabtu kemaren gue nembak dia, dan dia nolak gue Rey.”
Rey turut prihatin atas kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Sahabatnya itu sungguh malang. Baru pertama kali jatuh cinta, kini harus menerima kenyataan kalau dia baru saja ditolak oleh gadis impiannya itu.
Rey ikut merasakan apa yang Andra rasakan. Walaupun dia sama sekali belum pernah merasakan seperti apa rasanya di tolak oleh gadis yang kita sukai. Karena sampai sekarang dia sama sekali belum pernah menembak seorang gadis pun. Dia hanya akan mau menembak seorang gadis yang benar-benar dia cintai. Dan gadis itu adalah Alina.
Rey menepuk pelan bahu Andra tanda ikut prihatin. “Yang sabar ya, bro. Dia nolak elo pasti karena ada alasannya.” Hibur Rey.
“Gue udah tau alasan dia nolak gue Rey.” Bisik Andra lirih.
“Apa alasannya?”
“Dia bilang dia gak pantes buat gue, gara-gara dia itu cacat, padahal gue udah bilang sama dia kalo gue nerima dia apa adanya. Gue menyukai dia tulus dari hati gue. Tapi dia malah nyuruh gue buat nyari gadis lain yang lebih baik dari dia. Saat itu gue bener-bener ngerasa sakit Rey. Padahal gue berharap dia nerima gue, tapi kenyataannya dia malah nolak gue.”
“Mungkin dia gak mau elo malu kalo orang-orang tau kalo elo punya cewek yang, ehm, cacat.” Rey mengatakannya dengan sangat pelan. Takut kata-katanya itu semakin menyakiti perasaan Andra.
“Gue gak akan ngerasa malu Rey kalo orang-orang tau gue pacaran sama dia. Malahan gue ngerasa sangat bangga bisa naklukin hati dia. Dia itu spesial Rey. Dia itu berbeda dari gadis yang lain. Dia gak manja, dia gak cengeng, dia kuat. Tegar.” Andra memuji-muji kelebihan Alya yang membuatnya menyukai gadis itu.
“Itu kan menurut elo, tapi menurut dia mungkin beda,”
“Gue gak akan pernah nyesel pernah menyukai dia. Gue akan selalu nyimpen perasaan gue ini sampe dia mau membalas perasaan gue ini. Gue bener-bener cinta sama dia. Gue bersyukur dia masih mau temenan sama gue. Gue harus syukuri itu.”
“Kayaknya tuh cewek berarti banget, ya, di hati lo?” tebak Rey sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Dia sangat berarti di hidup gue. Dia pelangi di kehidupan gue. Karena dia hidup gue semakin berwarna. Dia jiwa gue, dia nafas gue, Rey.”
***
Rey tidak tahu kenapa langkah kakinya menuju ke koridor yang menuju ruang lukis. Biasanya setiap pulang sekolah, dia selalu melewati koridor utama. Tapi kali ini Rey tidak tau kenapa tiba-tiba kakinya mengarahkannya menuju ruangan ini.
Entah ada angin apa. Tiba-tiba Rey sudah berdiri tepat di depan ruang lukis. Dia juga sama sekali tidak mengerti mengapa otaknya memerintahkan seluruh organ tubuhnya untuk menuju tempat itu.
Rey sangat berharap sosok Alya berada di dalam ruangan tesebut. Dia juga tidak tahu kenapa dia sangat ingin bertemu dengan gadis itu. Dia sangat ingin berada di dekat Alya, bercanda dengannya, melihat senyumnya, dan mendengar tawa riangnya. Walau dia belum begitu kenal Alya, tetapi seolah-olah dia mengenalnya jauh sebelum dia bertemu pertama kali dengan Alya.
Dia sama sekali tidak tahu dari mana datangnya pikiran-pikiran yang sebelumnya tidak pernah ada di otaknya itu. Setelah pertemuannya dengan Alya tempo hari, Rey sangat haus akan wajah Alya. Rasanya ada yang kurang di hatinya kalau tidak melihat wajah Alya.
Rey ragu-ragu untuk masuk ke dalam ruangan itu. Apalagi setelah melihat Alya berada di dalam ruangan itu. Entah kenapa hatinya berlonjak-lonjak kegirangan. Semua rindu di hatinya terasa terobati setiap kali melihat wajah Alya.
***