CHAPTER 4. Beautiful Sky

2676 Kata
*** Tatapan lembut, senyum tulus dan wajah yang terlihat pasrah yang Namira tampkan membuat Zafi sedikit salah tingkah. Dirinya sebal karena hal itu. Terbukti dari decakan kesal yang tanpa peduli ia keluarkan di depan perempuan yang namanya mirip dengan tunangannya ini. Zafi menyimpan kedua tangannya pada masing-masing sisi di penggangnya. "Menghindar! Kamu paham?" suara Zafi sedikit bersaing dengan deburan ombak. Sekali lagi Namira menganggukan kepalanya. Tak pernah ia memalingkan wajah dari tatapan Zafi yang tajam bahkan ketika si pemilik tatapan memalingkan wajahnya. "Iya Zafi aku akan menghindar dari Kanara," ucap Namira masih dengan senyum lembut miliknya. "Bagus!" Zafi menunjuk wajah Namira, "satu lagi jangan panggil aku dengan namaku," ucapnya. Kali ini ekspresi Namira berubah kaget. "Maksudmu?" tanyanya tidak mengerti. Haruskan ia memanggil Zafi dengan panggilan tuan pemilik kapal pesiar? Atau tuan sombong tunangan Kanara. Begitu? Namira tidak bisa berpikir jernih saat tiba-tiba saja Zafi menggeram kesal. Lelaki itu mendorongnya ke pagar kapal. "Aaaaaaa," pekik Namira. "Zafiiii lepasin!" ujarnya panik. Bagaimanapun Namira tidak ingin mati dua kali dan berujung kembali membuat Kanara kerepotan. Bisa-bisa Zafi semakin membencinya meskipun sudah menjadi mayat. Namira bergidik ngeri, ia tidak bisa membiarkan Zafi menjadi pembunuh. Tentu semua itu bisa membuat malaikat penolongnya bersedih. "Sudah ku peringatkan jangan panggil namaku!" ucap Zafi dengan dingin. Namira semakin kebingungan. Lantas dengan apa dirinya harus memanggil lelaki kekurangan sopan dan santun ini? Mengerjapkan matanya, Namira mencoba menarik napasnya dalam-dalam. Ia harus mengeluarkan bakat ektingnya agar Zafi tidak semakin mendorongnya. "Zafi please," suara lembut Namira terdengar di telinga Zafi. Bersamaan dengan itu, ringisan dan embun tipis pada mata Namira mengambil peran yang sangat penting dalam ektingnya. "Zaf," sekali lagi Namira memohon. Matanya yang sayu dan tampak pasrah benar-benar mengganggu penglihatan Zafi. "Apa kamu bodoh? Jangan menyebut namaku dan jangan menatap seperti itu." ucap Zafi sambil mencengkeram bahu Namira membuat perempuan berperawakan mungil itu benar-benar meringis kesakitan. Namira tidak tahu apa kesalahannya? Kenapa Zafi selalu mudah terpancing emosi ketika melihatnya? Apa benar kehadirannya ini mengganggu penglihatan lelaki itu? Meski ingin sekali menangis namun Namira berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Ia tidak bisa terlihat semakin buruk di mata lelaki itu. "Zafi!!! Apa yang kamu lakukan?" teriakan Kanara menghentikan semuanya. Perempuan yang telah Namira anggap sebagai malaikatnya itu kembali menyelamatkannya. Napas lega terdengar jelas pada Namira setelah Zafi melepasnya. Demi apapun ia takut dengan suasana hati Zafi yang dingin. "Nara kamu ngapain di sini?" suara Zafi yang tadi terdengar menusuk pada telinga Namira kini berubah selembut sutra ketika berbicara dengan Kanara. "Apa yang kamu lakukan sama Namira?" tanya Kanara dengan menekan setiap kata yang terucap. Dirinya tidak menyangka Zafi akan melanggar janjinya bahkan dalam waktu yang tak sampai satu jam. Zafi mencoba menyentuh bahu Kanara namun Kanara menghindarinya. Ia jelas meminta penjelasan dari tunangannya itu. Zafi mengerti, tapi ia tak bisa berkata apa-apa. "Kanara maafin Zafi, dia nggak bermaksud nyakitin aku," ucap Namira membela Zafi setelah napasnya teratur dengan baik. Namun bukannya senang dengan pembelaan itu, Zafi justru menatap tajam ke arah Namira. Zafi tidak suka apapun yang Namira lakukan. Ia yakin perempuan itu memiliki maksud tersendiri yang bisa menguntungkannya. Sialan! Seburuk itu Namira di mata seorang Zafi yang bahkan tak mengenalnya sama sekali. Kanara menatap Zafi dan Namira bergantian. "Lihat Zafi, dia bahkan belain kamu disaat aku jelas lihat kamu bermaksud menakutinya," lirih Kanara. Ia menghampiri Namira dan membawanya masuk. Saat berada tepat di depan Zafi, Kanara berucap, "Aku kecewa Zaf, kamu ingkar janji dalam waktu kurang dari satu jam." setelah itu Kanara membawa Namira bersamanya. Zafi hanya bisa menatap nanar kepergian Kanara yang membawa rasa kecewanya. Zafi tidak bermaksud membuat Kanara kecewa, ia hanya ingin memberi pelajaran pada Namira. Hanya itu saja. Zafi tidak menyangka Kanara akan memergokinya seperti ini. "Sial!" umpat Zafi melampiaskan kekesalannya. Namira benar-benar membawa petaka bagi kehidupannya. Sementara itu, setelah membawa Namira bersamanya, Kanara memasang wajah paling menyesal kepada Namira mengingat kelakuan Zafi yang sudah sangat keterlaluan. Melihat itu, Namira merasa bersalah. Sebab meskipun sangat ketakutan, dan lelah menahan tangis namun Namira tidak bermaksud membuat Kanara dan Zafi berselisih paham karenanya. Namira menghembuskan napasnya dengan berat. Ia memegang punggung tangan Kanara dengan lembut. "Kanara maafin Zafi ya, aku nggak apa-apa. Wajar kalau dia sedikit kesal," ucapan Namira menyentil perasaan Kanara. Seharusnya ia yang berkata seperti itu mewakili Zafi yang sudah menyakiti Namira dengan sangat keterlaluan. "Ra, jangan berantem sama dia. Aku nggak enak," Namira masih melanjutkan ucapannya. Perempuan dua puluh tujuh tahun itu bersungguh-sungguh. Ia tidak bermaksud mengacaukan semuanya. Membalas genggaman tangan Namira, Kanara menghembuskan napasnya dengan lega menyadari Namira bukan perempuan egois yang memikirkan dirinya sendiri. Kanara bersyukur telah menyelamatkan perempuan sebaik Namira. "Terima kasih, Namira. Maafin Zafi ya," kini Kanara memohon maaf atas nama Zafi. Tanpa keduanya sadari mereka sama-sama membela lelaki itu. Jika Namira melakukan itu demi hubungan Kanara dan Zafi agar baik-baik saja, maka Kanara meminta maaf demi hubungan mereka bertiga. "Iya Kanara, aku nggak apa-apa. Maaf udah ngerepotin kalian," ucap Namira dengan tulus. Kanara yang merasakan ketulusan itu mengusap air matanya. Namira pasti merasa bersalah karena semua ini. Tetapi perempuan itu juga tidak bisa melakukan apapun. "Kamu sebaiknya temuin Zafi. Aku takut dia semakin salah paham," kernyitan pada dahi Kanara menandakan bahwa ia sedang kebingungan. "Salah paham?" tanya Kanara. Namira menghembuskan napasnya dengan berat. Ia ragu haruskah menceritakan apa yang Zafi katakan atau hanya memendamnya saja. Namira takut hubungan Kanara dan Zafi akan kembali memanas. Namun tuntutan pada mata Kanara membuat Namira memutuskan untuk menceritakan semunya. "Zafi melarangku bertemu kamu," ucap Namira. Tidak ada kebohongan di sana. Namira hanya mengganti kata yang Zafi gunakan padanya beberapa saat lalu yang maksudnya sama saja yaitu menyuruhnya menjauh dari Kanara. "Apa?" Kanara terkejut. Bagaimana mungkin Zafi melakukan itu padanya. Meskipun Kanara mengerti Zafi hanya ingin melindunginya namun apa yang Zafi lakukan dengan mengancam Namira agar tidak berdekatan dengannya sungguh keterlaluan. Kanara tidak bisa menerima semua ini. Ia benar-benar harus bicara empat mata dengan Zafi. Ruang tamu di kapal itu mendadak terasa mencekam saat Kanara melihat raga Zafi menghampiri mereka. Mata Kanara benar-benar menunjukan kegelisahan terhadap sikap Zafi yang terlalu berlebihan. "Kanara," lirih Zafi menatap mata Kanara dengan dalam. Demi apapun tidak ada yang lebih penting bagi Zafi selain Kanara. Ia rela melakukan apapun agara tatapan kesal yang Kanara tunjukan hilang dari penglihatannya. "Aku bisa jelasin," ucap Zafi. "Iya! Kamu emang harus jelasin semuanya." balas Kanara penuh tuntutan. Zafi mengangguk mantap. Ia mengalihkan tatapannya pada Namira yang sejak tadi hanya bisa melirik saja. Tetapi ketika baru beberapa detik Zafi menatap perempuan itu dengan tajam, mendadak tatapannya kembali lembut karena wajah Namira secara tiba-tiba tergantikan dengan wajah Kanara. Ya, perempuan itu menutupi pandangan tajam yang Zafi tujukan untuk Namira. "Dia harus keluar," ucap Zafi sambil menunjuk Namira. Kanara dengan tegas menggelengkan kepalanya. "Namira tetap di sini." katanya. "Nara," zafi memohon pada kekasihnya itu. Melihat Zafi yang tidak sudi dirinya ada di sini, Namira berinisiatif memohon izin untuk pergi kepada Kanara. "Aku pergi dulu, Ra, nggak apa-apa," katanya. Tetapi sekali lagi Kanara menggeleng dengan tegas. Semua kejadian ini berhubungan dengan namira sehingga Kanara pikir lebih baik perempuan itu ada di sini bersama mereka. Ikut mendengarkan penjelasan Zafi agar semua kesalah pahaman ini berakhir sampai di sini saja. Kanara pun merasa lelah menghadapi ketegangan yang entah kenapa semakin hari semakin Zafi perlihatkan. "Sekarang kamu jelaskan," tidak ada penawaran sama sekali. Apa yang Kanara putuskan harus Zafi lakukan. Dengan sangat terpaksa Zafi membiarkan Namira berada di ruangan yang sama dengannya maupun Kanara. "Dengar, aku cuma mau ngasih dia peringatan," Zafi memulai penjelasannya. Rasanya Kanara ingin membungkam mulut Zafi karena dengan percaya diri mengatakan itu. "Aku nggak ada niat bunuh dia, Nara," lanjut Zafi. Ia membiarkan kedua tangannya terangkat dan saling bertautan. "Aku cuma mau yang terbaik buat kita," ucap Zafi dengan lembut. Kanara menggelengkan kepalanya. "Terus maksud kamu nyuruh Namira jauhin aku apa?" bentak Kanara tak lagi bisa menahan amarahnya. Zafi sempat terbungkam. Ia melirik Namira dengan tajam, memberi peringatan melalui kedua matanya. "Zafi jawab!" kembali Kanara menuntut jawaban dari Zafi. Lelaki itu terkesiap, ia mulai menyusun kata yang bisa menghindari kemarahan Kanara. "Itu.. Aku mau yang terbaik buat kamu sayang. Kamu butuh istirahat, kamu.." "Tapi nggak gitu caranya, Zaf! Kamu nggak berhak larang aku dan Namira berteman. Aku.. Aku.." Zafi berdecak kesal, "Nara! Aku mau yang terbaik buat kamu. Sedikit aja kamu ngertiin aku. Kamu nggak tau sebesar apa rasa khawatirku ke kamu, Ra! Kamu nggak seperti perempuan ini yang punya..." "Cukup Zaf! Jangan diteruskan, aku ngerti." potong Kanara karena tak ingin Namira tahu tentang penyakitnya karena Kanara yakin Zafi akan mengatakan itu. Memilih menuruti perkataan Kanara, Kebungkaman benar-benar terjadi, Zafi tak lagi banyak bicara. Ia hanya menunggu apa yang akan Kanara lakukan selanjutnya. Dapat Zafi lihat Kanara menghadap ke arah Namira. Air mata perempuan itu jatuh membasahi pipinya. "Heii heiii okay aku minta maaf sayang, please jangan nangis," merasa tak tega melihat Naranya menangis, Zafi terenyuh, ia ingin meraih Kanara ke dalam pelukannya namun Kanara menepis tangan Zafi. Napas Kanara tersengal, putus-putus dan menyakitkan bagi Zafi. Tak ingin menyerah, Zafi mecoba sekali lagi. Ia membujuk Kanara dengan segala cara. "Sayang maaf, okay? Jangan gini, aku sayang banget sama kamu," lirihnya tanpa sadar. Zafi meraih Kanara, menyentaknya dalam satu sentakan hingga perempuan itu berada dalam dekapannya. Kanara sesegukan, ia menyesal memiliki tubuh yang lemah dan selalu merepotkan Zafi, membuat lelaki yang paling ia kasihi itu terus menerus mengkhawatirkannya. "Sayang," ucap Zafi meraih dagu Kanara. Setelah itu ia mengecup bibirnya, melumat hingga benda kenyal itu memenuhi mulutnya. Sementara itu Namira yang sejak tadi memperhatikan interaksi keduanya segera memalingkan wajah. Ia terkesiap melihat bagaimana Zafi memperlakukan Kanara, dan merasa sangat menyesal menyaksikan semua itu dalam jarak sedekat ini. Namira juga menyayangkan degupan jantungnya yang bertalu serta semu merah yang muncul begitu saja pada pipinya. Astaga! Kenapa situasi seperti ini harus ia rasakan disaat mereka baru saja bersitegang. Ketika Namira ingin meninggalkan ruangan itu, tangannya ditahan oleh Zafi. Tentu saja Namira terkejut. Zafi menahan tangannya di saat tangan yang lain memegang kepala Kanara agar ciuman mereka tidak terputus. Namira tak bisa melakukan apa-apa selain menatap heran kelakuan Zafi. Sebelum kemudian ia melihat seringai licik di sudut bibir Zafi yang masih mengecup bibir Kanara. Sial! Bagi Namira itu adalah ancaman, lagi. Setelah beberapa detik saling menatap dengan tatapan yang berebeda, Zafi melepas tangan Namira. Membiarkan perempuan itu berlari kecil meninggalkannya bersama Kanara. Mata Zafi masih mengikuti punggung Namira hingga menghilang dibalik pintu. Setelah itu Zafi memejamkan matanya, merengkuh Kanara jauh ke dalam dekapannya. Zafi mengangkat tubuh tunangannya itu, lantas membawanya pergi. Napas Kanara kembang kempis pada saat Zafi melepas ciumannya. Kanara terkesiap saat sadar di mana keberadaan mereka. "Astaga! Di mana Namira?" tanyanya di tengah-tengah mengatur pernapasannya. Zafi mengelus rambut panjang Kanara dengan sayang. Perempuan berparas cantik itu sedang duduk di pangkuannya. "Jangan khawatir, perempuan itu sadar dia mengganggu kita. Dia sudah istirahat ke kamarnya sendiri," jawab Zafi menebak keberadaan Namira. Padahal ia tidak tahu ke mana Namira pergi setelah meninggalkan ruang tamu. Kanara menghembuskan napasnya dengan lega. Ia betul-betul terlena dengan perlakuan yang Zafi berikan hingga melupakan keberadaan Namira. "Kamu istirahat ya. Aku janji baikan sama Namira asal semua itu bisa buat kamu bahagia," ucap Zafi mencoba menenangkan kekasihnya. Melihat bagaimana Zafi mengatakan itu dengan bersungguh-sungguh membuat Kanara menganggukan kepalanya. Ya, Kanara memang semudah itu mempercayai terlebih kepada Zafinya. "Jangan berantem lagi sama dia," ucap Kanara sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Setelah itu Zafi membantu Kanara merebahkan dirinya. Lelaki itu menunggu hingga Kanara benar-benar terlelap. Tatapan mata Zafi kembali tajam setelah memastikan Kanara tertidur. Ia meninggalkan kamar tidur Kanara demi menemukan keberadaan Namira. Urusannya dengan gadis itu belum selesai. Zafi tersenyum sinis, di sana di tempat yang sama dengan kejadian yang hampir saja membuat Kanara marah besar padanya, Namira tengah berdiri mendongak ke atas. Menatap langit yang terik. Telapak tangan perempuan itu ia letakan di atas dahinya demi menghalangi sinar matahari mengenai matanya secara langsung. Perlahan Zafi menghampiri. Bersedekap, menatap Namira dengan tatapan tajamnya. Entah karena terlalu fokus menatap langit atau karena pura-pura tak menyadari kehadirannya, perempuan itu sama sekali tidak terusik. Namira masih fokus menatap langit biru yang cantik persis seperti dirinya sendiri. Zafi menepuk mulutnya, memaki karena memikirkan hal itu. Tujuannya ke sini bukan untuk memuji kecantikan alami yang Namira miliki namun ia ingin menegaskan bahwa perempuan itu harus menuruti perintahnya jika tak ingin dilempar ke laut. "Ehmm," Zafi berdehem agar Namira mengalihkan fokusnya. Beberapa detik setelah itu Namira sempat terkejut mendapati Zafi ada di sebelahnya. Ternyata Namira betul-betul tidak menyadari kehadiran Zafi. Mundur beberapa langkah adalah reaksi Namira selanjutnya. Setelah itu ia mulai mempertanyakan maksud kedatangan Zafi yang lagi-lagi membuatnya menahan napas. "Ada apa?" tanya Namira sebisa mungkin bersikap biasa. Zafi menyunggingkan senyum sinisnya untuk yang kesekian kali kepada Namira. "Kamu masih mau tinggal di sini?" pertanyaan Zafi membuat Namira bergidik ngeri. Perempuan itu mengangguk singkat. "Bagus. Kamu bisa tinggal di sini dengan syarat harus menuruti semua perintahku," penjelasan Zafi mengenai pertanyaannya kembali membuat Namira diam-diam meremas pakaiannya. Namira ingat bahwa Kanara sudah memberi peringatan pada Zafi. Ia akan mencoba menggunakan itu agar Zafi tidak mengganggunya. "Tapi Kanara bilang kamu.." "Ssttttt," Zafi memotong perkataan Namira hingga ia tak lagi bisa melanjutkan pembelaannya. "Turuti semua perintahku atau kamu terjun ke laut sekarang juga." Namira bergidik ngeri. Ia tak memiliki banyak pilihan selain menyetujui apapun yang Zafi katakan. Bagaimanapun juga kapal ini adalah milik Zafi dan ia sendiri tak bisa berharap terlalu banyak pada Kanara melihat bagaimana perempuan itu juga luluh dengan perlakuan Zafi. Dari pada Namira dibuang ke laut lebih baik ia mengikuti apapun perintah Zafi. "Kamu dilarang muncul secara tiba-tiba saat aku sedang bersama Nara," peraturan pertama dari Zafi. "Jangan terlalu sering mendekati Nara selain karena dia yang nyari kamu." "Hindari berada di meja makan yang sama dengan kami," "Jangan ajak Nara bercanda, ngobrol terlalu lama, dan jangan pengaruhi dia. Paham?" tanya Zafi setelah mengatakan semua perintah dan peraturan yang harus Namira turuti. Namira hanya bisa menganggukan kepalanya dengan singkat. Ia menyimpan semua larangan yang Zafi sebutkan di dalam memorinya. "Ahhh satu hal yang paling penting. Jangan pernah tampakan batang hidungmu itu di depanku. Ngerti kamu?" Sekali lagi Namira mengangguk patuh. Perempuan itu memang tidak berani mengeluarkan sepatah dua patah kata namun sejak tadi dirinya berusaha memberikan senyum tulus tanpa paksaan yang tanpa sadar memberi Zafi peringatan bahwa dia tak pernah takut kepada lelaki itu. Hanya saja demi membuat semunya baik-baik saja, maka Namira akan dengan senang hati mengalah. "Sudah?" tanya Namira pada akhirnya karena Zafi hanya menatapnya dengan tatapan tajam andalannya itu. Berdecak kesal, "Iya!" Zafi menjawab dengan ketus. Namira mengabaikan itu. Ia kembali fokus menatap blue sky yang menenangkan. Senyumnya terbit jauh lebih indah dari yang terkahir kali. Tak lupa ia meletakan telapak tangan di atas pelipisnya demi menghalangi sinar matahari menembus retina cantiknya yang lembut. Namira menyipitkan mata, ternyata telapak tangannya tak cukup mengahalau sinar matahari yang hangat. Bulu matanya yang lentik bergerak tanpa dapat dicegah saat matanya merasa silau. Meski pupilnya menutup sejenak tak mengurangi rupa elok pemilik senyum manis itu. "Cantik," pujian itu membuat Namira menghentikan kegiatannya. Menatap Zafi yang juga sedang menatapnya, lalu ia bertanya, "apanya yang cantik?" baru setelah itu Zafi tersadar. Tatapannya berkali lipat lebih tajam. "Langitnya!" jawabnya dengan suara yang tinggi. Mengabaikan keketusan lelaki itu, Namira kembali melanjutkan aktivitasnya. Zafi tertegun, semua yang tergambar jelas adalah hasil dari penilaiannya terhadap perempuan yang masih saja asyik menatap langit nun biru. Menggelengkan kepala dengan keras, Zafi memaki dirinya sendiri atas pikiran tak masuk akan yang baru saja ia akui telah mengagumi sosok perempuan bertubuh mungil di sampingnya ini. Zafi berlari meninggalkan Namira yang menatap bingung tingkahnya. Namira mengedikan bahu, lagi-lagi ia mengabaikan itu, kembali menikmati langit biru yang cantik di atas sana. Sementara itu, Zafi yang tadi berlari meninggalkan Namira sedang bersembunyi, diam-diam menatap perempuan itu dengan tatapan tajamnya. Rasanya menyebalkan melihat Namira masih saja tersenyum padahal sudah berkali-kali ia tindas. Bahkan perempuan itu masih saja asyik berada di bawah sinar matahari, menikmati indahnya pemandangan yang dibentuk oleh awan di langit sana di saat Kanaranya sedang tertidur mengistirahatkan diri karena terus membela perempuan itu. Zafi sungguh kesal dan tentu saja menyesal karena pernah membiarkan pikirannya memuji kecantikan Namira. "Kanara jauh lebih cantik." gerutunya tak terima. Setelah itu ia membaikan tubuhnya, melangkahkan kakinya untuk kembali menemani Kanara tidur di kamarnya. . . B E R S A M B U N G.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN