Sei sebenarnya ingin segera menuju ke apartemen Neira. Akan tetapi ia tidak sanggup menolak perintah Homes yang menginginkan ia menemani Sally di pesta usai pertunjukan.
"Mau kemana kamu Sei?" tanya Homes saat melihat Sei hendak pergi tanpa bergabung ke pesta usai pergelaran.
"Pulang."
"Apa kamu tega membiarkan Sally sendirian begitu saja?" ucap Homes dingin.
"Dia bersama kakek sekarang," jawab Sei yang tidak lagi segan menunjukkan rasa tidak sukanya.
"Tapi kakek mau pulang. Lutut kakek sudah gemetar karena ingin beristirahat. Kamu temani Sally dan antarkan dia pulang, " perintah Homes tegas.
Sei tidak berkutik saat Homes langsung berbalik. Padahal ia ingin menolak dengan keras perintah Kakeknya.
Sally jelas merasa senang. Sikap Sei kemarin sempat membuatnya khawatir, ia takut kalau Sei akan menjauhinya gara gara dia mengadu pada kakek Homes.
"Bagaimana kalau kita menyapa tamu lainnya?" tanya Sally yang selalu bersikap seolah dirinya adalah istri Sei.
"Lakukan sendiri, aku sudah melakukannya, " kata Sei dingin.
Sally cemberut. Padahal dia sangat suka perasaan dianjung dan rasa iri para artis yang menatapnya karena menganggap ia beruntung menjadi tunangan Sei. Tampan dan berdompet tebal, siapa yang tidak menyukainya.
"Temani aku," rengek Sally.
Sei yang malas berdebat memilih menuju ke sekumpulan artis yang sudah mengisi acara. Sejak tadi ia ingin berbincang dengan mereka dan mengucapkan selamat atas kesuksesan penampilan mereka.
"Mr Sei, aku kira body guard mu tidak akan melepaskan mu," ejek Bella main- main.
"Benar kata Sally. Tunanganmu menakutkan, jangan-jangan dia akan terganggu kalau melihat penampilan kami,'' celetuk Syala. Mereka semua menjadi saksi seperti apa watak tak masuk akal Sally yang cemburu karena melihat gadis lain lebih seksi darinya.
"Hei, kalian bagaimana pun dia adalah tunangan Mr Sei, jadi jangan menjelekkan dia di depan Mr Sei seperti ini," sindir Neira.
Mereka pun terkikik setelah mendengar ucapan Neira.
"Neira justru kamu yang harus waspada. Kamu tadi tampil sangat memukau hingga Mr Sei tidak berkedip." Penyanyi Samuel ikut bergabung dalam percakapan itu. Ternyata mereka semua disatukan dengan rasa tidak suka pada Sally akibat ia terlalu arogan.
"Sudah, berhenti bercanda. Neira, penampilanmu tadi memang memukau. Aku hanya berharap konsep MVP nya tidak terlalu memamerkan banyak kulit," saran Sei. Sebuah perintah yang dikemas dalam saran yang manis untuk menutupi hatinya yang marah karena Neira bermain api.
Neira pura-pura memprotes. "Maaf, aku tidak bisa begitu. Barang kali ada pria baik-baik yang tertarik padaku jadi aku harus memanfaatkan momen rilis lagu solo untuk mencari jodoh, " jawab Neira sambil malu- malu.
"Ya ampun, kenapa kamu ingin mencari jodoh. Apa kamu ingin segera menikah?" tanya Syala.
"Sebenanya aku hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik untuk suami ku. Sayangnya adikku membutuhkan biaya besar sehingga aku harus terjun ke dunia hiburan. "
Jawaban Neira membuat semuanya terdiam.
"Adikmu? kenapa dia?"
"Dia sakit dan biaya rumah sakit tidak murah. Apalagi kami tidak memiliki keluarga lain. Di dunia ini aku hanya memiliki adikku seorang," jawab Neira.
Mereka pun menjadi simpati pada Neira. Siapa yang menyangka kalau artis naik daun seperti Neira malah memiliki kisah menyedihkan.
'Pantas saja Neira rela menjadi simpanan ku,' batin Sei. Dia memang mendengar kalau adiknya sakit, tapi ia tidak pernah mengira kalau butuh biaya besar untuk pengobatan adiknya.
"Jadilah dirimu sendiri, Neira. Ekspresi kan semua yang ada dalam dirimu melalui lagu," saran Bella.
Sejak tadi Sally ingin mendekat pada Sei. Hanya saja ia tahu kalau tidak disukai oleh sekumpulan artis yang sedang berbincang dengan Sei. Jadi ia menunggu Sei selesai bicara dengan mereka.
"Kapan sich mereka selesai bicara?" gerutu Sally. Dia pun mencoba bergabung dengan istri atau putri tamu undangan lain. Sayangnya mereka tidak terlalu mengenal Sally karena dia bukan pengusaha. Jadi mereka menatap heran pada Sally saat memperkenalkan diri.
"Aku Sally Winterwood. Salah satu pemilik saham SI Internasional Corp," kata Sally yang mulai memperkenalkan diri.
"Oh, maaf. Aku baru dengar nama mu."
"Bagaimana dengan Sei Mc Rien? dia tunanganku."
"Oh My, tentu saja aku mengenalnya. Tapi kenapa kamu sendirian? Tunangan mu nampaknya bersenang-senang dengan artisnya di sana."
"Aku tidak ingin mengganggu dia yang mungkin saja sedang memberi arahan tentang apa yang harus artis itu lakukan. Apalagi ada yang akan mengelarkan singgle terbaru," jawab Sally.
Sayangnya para tamu mulai curiga dengan Sally. Mereka mulai menduga kalau Sally adalah gadis yang mengaku-ngaku sebagai tunangan Sei.
'Sialan, kenapa tatapan mereka menjadi aneh?' tanya Sally dalam hati.
"Kalu begitu aku permisi."
Sally tidak tahan lagi. Dia pun mencari keberadaan ayah Sei yaitu James. Sayangnya dia juga sudah tidak terlihat. Akhirnya Sally menyerah karena selama ini tidak ada yang memperhatikan mereka walau sering ia sapa dengan Sei saat pesta.
"Sei, aku mau pulang," ucap Sally yang datang tiba-tiba.
Sei menoleh ke arah Sally yang mengait lengannya. Dia tidak perduli kalau artis di depannya memberi tatapan menghina padanya.
"Baiklah."
Dia menoleh ke arah para artisnya, termasuk pada Neira. "Kami pamit dulu. Penampilan kalian tadi luar biasa," ucapnya.
Sei dan Sally pun pergi meninggalkan pesta. Yang mana kepergian mereka masih di tatap oleh Neira sebelum Johan mendekatinya.
"Miss Neira, kurasa kau juga perlu pamit. Ada hal yang harus kita selesaikan terkait singgle mu," kata Johan.
"Pergilah Neira. Mulai hari ini kamu pasti akan sangat sibuk."
Neira melambai pada mereka. Dia pun mengikuti Johan dari belakang.
"Apa ada yang penting?" tanya Neira.
"Ya, besok kamu harus siap membeli saham SI Internasional Corp. Harga saham akan turun dan itu waktunya kamu membelinya."
Neira tidak mengerti. Tapi ia tidak membantah. "Aku akan mencairkan sejumlah uang," ucap Neira.
"Tidak perlu. Aku yakin singgle mu meledak dan kamu akan mendapatkan penghasilan sesuai kontrak. "
Neira berdebar- debar karena tidak sabar untuk memiliki salah satu saham perusahaan besar. Sebab itu artinya jalan untuk memiliki Sei semakin dekat.
"Baiklah, ayo kita berjuang Johan."