54. Masa lalu

1014 Kata
Adras mencoba tertidur malam itu. Hanya saja bayangan saat bibirnya dan Harpa bersentuhan, kembali hadir. Adras menyentuh dadanya. Berdebar jantung lagi hingga dia sendiri merasa sulit bernapas. Akhirnya pria itu bangun dan duduk di sisi tempat tidur. Matanya menatap ke arah langit-langit. "Kenapa bisa sampai kayak gitu, sih?" Adras usap wajahnya. Sama sekali tak dia sangka kejadian itu akan terjadi. Ia ingin melupakan, tetapi terasa sangat indah. Pria itu kini melangkah menuju meja kerjanya. Dia buka laci paling bawah di mana ada kotak brankas yang hanya bisa dibuka oleh pin. Di sana Thyon berpikir Adras menyimpan uang dan barang mewah. Nyatanya ada barang lainnya, foto-foto bersama Harpa yang tidak pernah dia buang dan barang kenangan pemberian wanita itu. Adras mengambil album foto. Dia buka covernya dan melihat halaman paling depan di mana foto itu diambil di puncak bintang, salah satu objek wisata di daerah timur Bandung. Rindunya kembali hadir mengetuk cinta yang sudah lama tersimpan dalam. "Kamu masih ingat hari ini?" tanya Adras. Hari itu ulang tahun hari jadian pertama mereka. Adras baru memiliki motor pribadi sehingga malam itu, mereka kabur dari rumah dan berangkat ke sana. Awalnya mereka kira di sana sepi, ternyata ada cafe dan orang-orang nongkrong. Akhirnya mereka hanya makan di pinggir lereng berdua. "Kamu gak beli kue?" tanya Harpa. "Aku lupa. Kenapa kamu gak ingetin," protes Adras sambil mengusap rambut Harpa. Harpa memutar bola matanya. "Terus ingatnya apa?" omel Harpa sambil berkacak pinggang. "Ingatnya aku sangat mencintaimu," jawab Adras. Tangannya memegang tangan Harpa. Gadis itu menyandarkan kepala di bahu Adras. "Maaf, ya? Hari ulang tahun pertama sudah gagal. Gak ada kue, gak ada privasi," ucap Adras. "Gak apa. Lebih enak di sini. Lihat saja itu para jomlo ada yang natap ke sini ngiri," celetuk Harpa kemudian tertawa. Dari sini terlihat lampu kota Bandung bertebaran di bawah sana seperti kelipan kunang-kunang di malam hari. Kabut tipis sedikit menghias dan udara terasa dingin. Adras melingkarkan tangan di belakang tubuh Harpa. Dia usap lengan kekasihnya perlahan. "Aku ada ide!" seru Adras. "Apa itu?" Harpa penasaran. Adras kecup kening kekasihnya. "Kamu tunggu di sini saja, ya?" pinta pria itu kemudian pergi meninggalkan kekasihnya di sana. Harpa menatap dengan penuh pertanyaan. "Dia mau ke mana, sih?" pikir gadis itu. Lama menunggu sendirian, Harpa mengambil foto. Dia tak lupa menyembunyikan status dari Papanya dan juga saudara lain. Kemudian barulah menyusun kata-kata yang mewakili isi foto. "Pertama kali keluar rumah tanpa orang tua, dengan pacar pertama, dan ulang tahun pertama." Adras mengecup pipi Harpa dari belakang. Jelas Harpa kaget. Dia merasa lega melihat wajah kekasihnya. Adras menyanyikan lagu ulang tahun. Ada sepiring nasi goreng yang ditata sedemikian indah seperti kue dan di sisi piringnya ada satu lilin putih yang biasa digunakan untuk mati listrik. "Kamu ada-ada saja!" protes Harpa, tapi tetap tersenyum senang. Adras menyimpan nasi goreng di atas meja. Saat itu datang pengamen menyanyikan lagu romantis untuk mereka berdua. Di tengah lagu, keduanya meniup lilin dan saling menyuapi. "Happy anniversary, Pupu," ucap Adras. Pupu, panggilan sayang Adras untuk Harpa. "Sama-sama, Dudu," jawab Harpa. Adras membayar dua puluh ribu rupiah pada pengamen yang dia mintai tolong. Budget sedikit, tapi cukup membuat senyuman Harpa tiada hentinya berkembang. "Mana?" Harpa mengulurkan tangan. "Apa?" Adras menaikkan sebelah alis "Kita gak mau tuker kado?" Harpa manyun. "Bukannya aku sudah kasih. Aku simpan di bawah meja kamu." Adras mengerutkan keningnya. "Di bawah meja? Kapan?" tanya Harpa kaget. Dia menutup mulutnya. Alasan kenapa Adras dan Harpa bisa satu sekolah, karena Harpa sekolah di SMA negeri. Saat itu bukannya Chaldan tak mampu menyekolahkan ke sekolah internasional. Hanya saja ketika SMP, Harpa sering membuat masalah. Karena merasa dilindungi uang Papanya, dia semakin menjadi. Lain kalau di sekolah negeri, nakal sedikit pasti akan jadi rumor ke mana-mana. Terpaksa Harpa agak menahan kenakalannya. Akhirnya sudah jadi hal biasa bagi Harpa menyimpan sampah bekas makanan di kolong laci mejanya. Di sana kadang sangat menumpuk. Karena kebiasaan itu, guru piket keliling kelas untuk memeriksa dan murid yang ketahuan menyimpan sampah akan kena hukuman membersihkan sekolah. Saat itu Harpa terlalu fokus pada game. Dia panik saat teman-teman lainnya berseru akan kedatangan guru piket. Tanpa aba-aba, Harpa langsung mengeluarkan sampah ke pelukannya dan membuang ke tempat sampah. "Kamu apa gak lihat di bawah mejaku banyak sampah?" tanya Harpa histeris. "Memang kenapa? Aku gak tahu. Soalnya buru-buru takut ketahuan kamu," alasan Adras. Harpa merebahkan wajahnya di meja. Air matanya menetes dan ia menangis. "Kenapa?" tanya Adras heran dia bingung dan hanya bisa mengusap rambut Harpa. "Aku buang semuanya dan gak sadar ada kado dari kamu," rengeknya. Adras terkaget jelas. Padahal dia menabung beberapa bulan demi membelikan Harpa tempat pensil official dari salah satu tokoh kartun favorit gadis itu. "Itu mahal, Harpa," keluh Adras. Jika saat itu pasangan itu merengek bersama, kini Adras hanya bisa tersenyum pedih mengingatnya sendiri. Hari itu mereka sepakat merayakan hari jadian dengan tukar kado di tempat yang sama dan menyiapkan checklist agar tak ada yang ketinggalan. Meski ada saja insiden dari hampir ketahuan, diikuti teman sampai sedang marahan. Enam tahun yang indah di mana dulu Adras tak pernah berpikir akan datang hari perpisahan. Empat tahun sudah mereka menjadi orang lain. Meski begitu, tak pernah ada ingatan tentang Harpa yang terhapus. Adras selalu berusaha menerima Okna sebagai pilihan Papanya. Namun, perasaannya tak pernah bisa. Harpa memeluk bantal. Dia memegang bibirnya sambil menatap lurus ke depan. "Ternyata begini rasanya ciuman sama Adras lagi," batinnya. Tak lama Harpa menepuk kepalanya. "Harpa! Harusnya kamu marah!" Tak lama gadis itu terkekeh sendiri. "Kenapa aku malah senang. Itu gak boleh! Kamu harus punya harga diri! Apalagi dia tunangan orang! Lagian Adras gak ganteng amat, dia cuman tampan," batinnya. Harpa lekas berbaring. "Aku harus cepat tidur! Siapa tahu besok bangun dalam keadaan waras!" tegas Harpa. Dia tarik selimut dan menutupi wajah. Baru hitungan lima detik, Harpa lekas bangun lagi. "Kenapa aku malah mimpiin pacaran lagi sama Adras?" teriak Harpa. Dia turun dari tempat tidur, ke kamar mandi dan mencuci muka. Kemudian Harpa ambil foto Dios dan menatapnya dengan waktu yang lama. "Dios! Aku bucin dan cintanya sama Dios saja! Siapa itu Adrasha?" Harpa memalingkan wajah ke sisi lain. "Kenapa juga aku sebut nama dia lagi?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN