62. mencoba

1010 Kata
"Bukannya trainee ini sudah mengalami masalah? Walau masih berupa rumor, hanya saja reputasi Callir sangat dipertanyakan dalam hal ini, Nona," tanya Dios bingung. Beberapa bulan lalu trainee tersebut terseret rumor bahwa dia telah menghamili teman sekelasnya dan memaksa gadis itu mengugurkan kandungan. Padahal dia masih duduk di kelas dua SMA. Harpa tahu rumor itu benar, dia hanya menunggu menghancurkannya saat Gera merasa melambung tinggi di atas. "Biarkan saja seperti itu. Aku sudah pusing melihat kelakuannya yang bodoh. Tak tahu apa yang sudah diberikan orang tua anak itu pada Gera!" ucap Harpa kesal. "Aku yakin pasti akan ditutup rapat. Dia punya orang yang melindungi di belakang. Bahkan dia tak punya rasa hormat pada Diamond," timpal Dios. "Aku akan menghadiri rapat hari ini. Aku yakin masalah ini akan dibahas pula." Setelah selesai menelepon, Harpa lekas beranjak menuju ruang rapat. Sudah duduk para petinggi yang siap menyusun anggaran kerja pada saat itu. Semua awalnya berjalan lancar hingga Gera mengungkapkan anggaran yang dia minta serta direktur lain yang ada di pihaknya. "Tuan Gera, apa ini tidak terlalu terburu-buru?" tanya komisaris. "Kalau CEO bisa memaksa melakukan banyak proyek dengan jalan seperti itu, saya juga. Lagipula, Diamond sudah sangat lama debut, memang waktunya berganti generasi baru yang akan melebihi Diamond," ungkap Gera. Harpa tersenyum sinis. "Bilang saja, karena Diamond ada di pihakku, makanya Anda ingin menyingkirkan mereka. Hanya saja Anda harus hati-hati. Jangan sampai kena hujat sebelum mulai," sindir Harpa. "Anda jangan selalu berpikir negatif, CEO. Apalagi kita satu kesatuan di perusahaan ini. Sungguh tidak sehat apabila ada persaingan," timpal Gera. "Aku hanya malas menutupi skandal salah satu trainee yang Anda bilang akan menggantikan Dios," jawab Harpa. "Itu hanya rumor," kilah Gera. Harpa mengusap dagunya. "Benarkah? Aku tidak yakin, apa kamu juga sama? Apa ada bukti kalau itu hanya rumor?" Gera menaikkan salah satu sudut bibirnya ke atas. "Apa ada bukti faktanya?" balas Gera. Keduanya saling tatap. Gera duduk ke tempatnya. "Dibandingkan itu, lebih baik Anda pikirkan kelangsungan Kariswana. Anda sudah bukan anak kecil lagi. Keluarga Kariswana harus memiliki keturunan. Kami semua di sini butuh kepastian bahwa warisan Anda akan jatuh pada keturunan selanjutnya, bukan pada orang lain," pancing Gera. "Benar, Nona. Kalau Kariswana tidak memiliki keturunan, pada siapa itu akan diwariskan?" timpal direktur yang lain. "Anda sudah membicarakan warisan saja. Sepertinya aku akan mati dalam waktu dekat? Apa ini pertanda kalau nyawaku sedang kalian incar?" serang Harpa dengan nada santainya seperti biasa. Gera tertawa. "Kenapa Anda bersikap begitu pada sepupu Anda sendiri? Mana mungkin bisa saya mencelakai Anda?" Harpa memalingkan wajah sejenak. "Bisa saja. Apalagi kalau aku tidak ada, Anda yang akan duduk di sini dan mengendalikan segalanya. Tapi benar juga, Anda sangat menyayangi saya. Jadi sampai nanti, Anda akan tetap menjadi bawahan saya," celetuk Harpa. Gera tak bisa melawan meski dalam hati sudah komat-kamit. "Tetap saja saran Tuan Gera benar, Nona. Akan lebih baik Anda menikah lebih cepat. Saya akan mengenalkan Anda pada beberapa pria yang saya kenal," tawar Komisaris. "Tidak, saya dipercaya Tuan Chaldan untuk memilihnya. Saya bisa buktikan sendiri dengan rekaman percakapan. Anda akan ikut kencan buta dalam waktu dekat dengan pria tersebut, kan?" tawar Gera. Harpa menatap Gera tajam. "Jadi sekarang caranya begini?" batin Harpa. "Bagaimana kalau saya menolak? Aku punya hak menentukannya sendiri," tegas Harpa. "Kalau begitu, tolong segerakan. Kami khawatir kalau harta Kariswana jatuh pada pihak lain yang tidak memiliki visi dan misi yang sama dengan kita," timpal komisaris. "Baik, Tuan! Aku yang cuman remahan rengginang ini bisa apa? Sebentar lagi kisah hidupku akan berubah judul menjadi CEO terpaksa menikah cepat," keluh Harpa. Benar saja, saat dia kembali ke kantor kaki Harpa dihentakkan hingga mengeluarkan suara yang keras. "Mereka pikir nikah itu kayak maka cabe? Begitu makan langsung pedas! Keturunan? Aku ini memangnya ayam petelur?" omel Harpa sambil menggebrak meja. "Ada apa lagi?" tanya Narvi yang datang ke kantor Harpa bersama Isla. "Mereka ingin aku cepat menikah dan punya anak," jawab Harpa. Gadis itu duduk dan memijiti kening. "Gak usah merasa terbebani. Buat anak itu kata orang yang pernah rasainnya, enak," celetuk Narvi. "Nikah bukan sebatas itu, Narvi! Pikir baik-baik, aku ini bukan kucing!" omel Harpa. "Lagian apa hak mereka ngatur pernikahan kamu? Memang ini kerajaan?" komentar Isla. "Iya, macam novel saja CEO dipaksa nikah demi keturunan," celetuk Narvi. Harpa menyandarkan kepala ke meja. "Masalahnya kalau aku mati dan belum punya anak, harta Kariswana akan diberikan ke yayasan yatim piatu. Artinya kepemimpinan perusahaan ini juga. Mereka dilema karena nanti keuntungan akan lebih besar untuk amal. Begitu," jelas Harpa. "Ternyata logis juga. Aku pikir bakalan ngada-ngada." Narvi mengangguk-angguk. "Sudah, culik saja Dios ke KUA." Harpa mengangkat kepala. "Memang semudah itu? Kalau fans Diamond marah, mereka hengkang dari Callir ke agensi lain. Habis sudah perusahaan ini. Aku gak boleh punya skandal dengan artisku sendiri," jelas Harpa. "Kalau begitu, hati-hati kalau pergi dengan Dios. Kalau sampai ketahuan Anda bisa kena masalah besar," saran Isla. "Aku tahu. Aku sama dia cuman sebatas teman. Kalian tahu, kan? Aku sangat sadar diri," jawab Harpa sambil memegang bahunya sendiri. "Perasaan kamu seringnya malah gak waras," ledek Narvi. Harpa ambil pulpen dan melempar ke arah sahabatnya sendiri. Setelah galau seharian, akhirnya Harpa menerima tawaran Nyonya Sulivan tahun lalu. Dia pergi menemui putra sahabat wanita itu. Harpa mengenakan gaun hitam berlengan pendek dan roknya di bawah lutut. Dia turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran mewah. Harpa mengedarkan pandangan. Dia melihat ke berbagai sisi untuk menemukan orang itu. "Nona, ada yang bisa saya bantu?" tawar seorang pelayan. "Saya Harpa Kariswana. Yang sudah reservasi meja VIP," jawab Harpa. "Izinkan saya mengantar Anda, Nona." Pelayan itu menunjukan jalan. Harpa mengikuti saja. Akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan dengan pintu tertutup. "Silakan." Pelayan itu membuka pintu. Harpa menarik napas. Dia lekas masuk ke dalam meski merasa tak yakin. Ada seorang pria mengenakan jas dan memiliki tubuh tinggi. Rahangnya tegas dan wajahnya setengah keturunan eropa. Pria itu berdiri dan saling membungkuk dengan Harpa. "Silakan duduk, Nona Kariswana," pinta pria itu. Harpa mengangguk. Pelayan membantu menarik kursi tempat Harpa duduk. Kini dia siap berkenalan dengan orang baru dalam hidupnya. Meski Harpa tidak yakin apa dia bisa melupakan masa lalu di belakang sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN