Putri dan Vando saat ini tengah menikmati waktu berdua mereka. Setelah seminggu lebih keduanya tidak memiliki waktu, kini adalah waktu yang tepat untuk quality time. Tidak muluk-muluk dan penuh kemewahan, sekadar menghabiskan waktu berdua menikmati senja di kala sore hari menjadi pilihan mereka. Di bawah pohon mangga yang tersedia di sebuah bukit, menjadi tempat favorit mereka. Putri yang sedang bersandar di bahu Vando tampak tersenyum bahagia mengingat dirinya masih memiliki waktu untuk bersama dengan Vando.
“Hari ini aku bahagia banget. Terima kasih ya, Kak.”
“Aku yang harusnya ucapin terima kasih. Terima kasih sudah mau bertahan sampai saat ini bersamaku.”
“Aku bersyukur punya Kak Vando yang selalu ada ketika aku butuh. Mengingat bagaimana latar belakang kehidupanku yang dulunya hanya anak –“
“Sssttt, itu masa lalu dan jangan diingat. Bagiku kamu adalah kamu, terlepas dari segala kekurangan dan kelebihanmu. Aku memilihmu bukan karena kelebihan atau kekurangan yang kamu miliki. Aku memilihmu murni karena hati. Dulu sebelum kamu datang, hatiku terumbang ambing bak perahu di lautan. Dan sekarang sudah berbeda, karena hatiku sudah bersandar. Ya, perahu itu ternyata sudah menemukan tempat berlabuhnya.”
“Tetap seperti ini, jadi Kak Vando yang selalu Putri cintai. Jangan pernah berubah.”
“Kamu juga.”
***
Kehidupan kampus Putri sudah dimulai. Jadwal yang padat dan perbedaan mata kuliah menjadi kendala Putri dan Vando untuk bersama. Tidak jarang keduanya mencuri-curi waktu di sela break kuliah. Sepuluh menit bertemu sudah menjadi hal yang membahagiakan bagi mereka, di mana waktu yang mereka miliki tersisa sedikit dan itu harus mereka manfaatkan betul.
Di sisi lain, ada Rio yang tampak bingung perihal event bulanan yang biasa dilaksanakan oleh kampusnya. Ini adalah event tiga bulanan, dan sialnya dialah yang terpilih di angkatannya, dan lebih parahnya lagi diwajibkan untuk berkolaborasi dengan angkatan yang berbeda. Haruskah Rio mencari?
Pagi ini aku bermimpi
Akankah jadi kenyataan
Bisanya kau mengubah rasa
Jadi makin cinta
Apakah rasamu kan sama
Kuharap kau pun rasa
Namun kusadari akhirnya
Kamu tidak cinta
Saat itu Rio tanpa sengaja melewati ruang musik. Suara merdu seseorang tanpa sadar membuat Rio sedikit terhanyut. Namun, Rio belum mampu menebak siapakah di balik suara itu. Lantas, diam-diam Rio menilik orang tersebut. Nasib s**l kembali melanda tatkala orang itu membelakangi pintu dan Rio tidak bisa melihat siapa dia. Suara gadis itu lembut dan Rio seakan terhipnotis dan ia dapat merasakan apa yang disampaikan lewat lagu tersebut. Bukankah lagu adalah penyampaian isi hati?
Cit
Lagi dan lagi Rio kembali s**l saat dia tanpa sengaja menyenggol bangku di sana. Niat hati ingin masuk diam-diam dan melihat siapa yang bernyanyi, Rio malah membuat kegaduhan sehingga nyanyian orang itu berhenti.
“Siapa di sana?”
“Kucing.”
Ups
“Ha? Kucing bisa bicara?”
Terdengar suara langkah kaki mendekat dan sudah dapat di pastikan jika keberadaan Rio akan diketahui. Rio segera mengambil tempat persembunyian.
“HUWAAA SETANNN.”
“Putri?”
“Kak Rio?” ucap mereka berbarengan.
“Kak Rio ngapain di sini? Kak Rio ngintip aku ya? Hayo ngaku,” tuduh gadis itu langsung yang sudah menangkap basah Rio bersembunyi.
“Eng … enggak kok. Gue kebetulan lewat sini terus ada tikus kayaknya yang masuk.”
Putri memicingkan matanya curiga. Terlihat betul jika Rio tengah berbohong kepada dirinya. “Bohong.”
“Ya sudah sih kalau nggak percaya, gue nggak punya wewenang untuk jelasin. Ya sudah lo lanjut aja, gue mau pergi.”
“Eitssss, main pergi aja kayak setan.”
“Lo panggil gue setan lagi, gue buang lo ke emaknya setan!”
“Emang Kak Rio tau emaknya setan?” tanya Putri polos.
“Yaelah pakai di lanjut segala lagi.”
“Ye, dasar kang emosi,” cibir Putri melihat Rio yang sudah pergi menjauh.
“Oh iya, sekarang kan jadwalnya Pak Haidar. Mampus, bisa telat masuk nih.”
Putri buru-buru membereskan tasnya dan segera menuju ke ruang kelas. Untung saja saat itu sang dosen belum datang dan dia tidak jadi terlambat.
“Pak Haidar belum datang, Jes?” tanya Putri kepada Jesi yang entah sedang membaca buku apa. Sepertinya itu novel.
“Belum. Padahal seharusnya sudah masuk dari lima menit yang lalu.”
“Mungkin kena macet kali.”
“Mungkin.”
“Woi, Pak Haidar nggak masuk,” kata salah satu teman Putri.
“Lah anjir, kita sudah masuk dari tadi," keluh salah satu dari mereka.
“Ini Pak Haidar barusan wa gue, katanya dia nggak bakal masuk untuk beberapa kelas ke depan. Dia terpaksa harus pulang kampung karena istrinya mau melahirkan,” jelas mahasiswa tadi.
“Lah, terus kita gimana? Apa seterusnya nggak ada kelas Pak Haidar?” tanya Jesi ikut mengatakan opininya dan Putri mengangguk setuju dengan pertanyaan Jesi.
“Katanya sih bakal ada asdos yang gantiin dia.”
“Oh ok lah.”
“Ya sudah bubar oi bubar.”
Lantas semua orang pun memilih keluar kelas dan pulang, ada juga yang memilih ke kantin atau sekadar nongkrong. Putri sendiri memilih ke kantin bersama Jesi. Gadis itu tengah lapar.
Kak Vando
Kak, lagi di mana? [Send]
Otw kampus. Kenapa?
Aku di kantin. Dosennya nggak jadi ngajar. [Send]
Ok, bentar lagi aku ke sana
“Habis chatingan sama siapa, Put?” tanya Jesi yang sebelumnya mengantre untuk membeli minuman.
“Kak Vando,” jawab Putri sambil menyeruput es yang ia pesan.
“Kak Vando? Kak Vando siapa?”
“Wakil Senat. Anak Manajemen.”
“WHAT?”
“Astaga, Jesi.”
“Hehe maaf, kaget tau. Kok kamu chating-an sama dia? Kalian saling kenal?”
Putri meringis melupakan sesuatu jika Jesi belum tau perihal hubungannya dengan Vando. “Itu, aku dan Kak Vando sebenarnya sudah tunangan.”
“WHAT?”
Ingin sekali Putri mengumpat kepada temannya ini, siapa yang tidak kesal coba di saat banyak mahasiswa lain yang melihat ke tempat dia duduk. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Jesi si mulut toa. Putri harus sedikit bersabar dengan temannya ini.
“Jesi, malu ih dilihat anak-anak lain.”
“Bentar, Put. Aku kaget kalau kamu dan Kak Vando itu –“
“Hai.”
Belum sempat Jesi melanjutkan ucapannya, kedatangan Vando membuat suasana menjadi sedikit aneh. Hening dan sedikit kikuk.
“Hai, Kak,” balas Putri.
“Maaf ya lama, tadi macet,” jelas Vando perihal keterlambatannya dan Putri memaklumi.
“Nggak kok, Kak. Santai aja. Eh iya kenalin ini Jesi temanku, Kak.”
“Hai, Jesi, Kak.”
“Vando. Kita sebelumnya sudah kenal ya? Kamu kan mahasiswi yang ikut di hukum waktu ospek kemarin, bukan?”
Jesi meringis, “Hehe iya, Kak.”
“Kak Vando mah pake diingetin segala ish,” cibir Putri.
“Hehe, maaf.” Vando mengacak rambut Putri gemas dan Putri cemberut karena rambutnya jadi berantakan.
Jesi yang melihat interaksi mereka jadi kikuk sendiri, berasa dunia milik berdua dan dirinya hanya butiran debu. Beginilah rasanya menjadi obat nyamuk. Teruntuk kalian jangan sekali-kali melakukan adegan ini jika belum ahli.