Chapter 4

1156 Kata
“Gue mau lo ikut mewakili fakultas kedokteran dalam event tiga bulanan yang diadakan di kampus,” ungkap Rio to the point. Putri yang tidak tahu apa-apa dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba ini sedikit membuatnya mengernyit bingung. “Maksudnya?” tanya Putri polos. Sepertinya Rio harus memiliki kesabaran yang tinggi untuk menghadapi sifat ajaib gadis yang berada di depannya ini. Dan Putri juga harus banyak-banyak baca info kampus agar tahu hal-hal apa saja yang wajib ia ketahui.  “Gue diminta mewakili fakultas kita untuk tampil di event nanti, dan sayangnya gue harus berduet oleh mahasiswa yang berbeda angkatan. Kebetulan gue waktu itu dengar lo nyanyi di ruang musik, jadi gue rasa lo bisa ikut dalam event ini sama gue,” jelas Rio. “Masih gak paham,” balas Putri. “Huft, sabar, sabar. Intinya, lo mau nggak duet sama gue saat event nanti?” “Ha? Duet? Suaraku pas-pasan, Kak. Mana mungkin aku bisa duet.” “Nggak usah merendah. Suara lo bagus. Gue sudah dengar waktu di ruang musik itu.” “Nah, ngaku juga Kak Rio kalau waktu itu ngintipin aku. Dasar,” cibir Putri. “Hmmm, intinya lo mau nggak? Harusnya sih lo mau karena ini untuk fakultas kita.”  Putri tampak menimbang betul permintaan Rio saat ini. Permintaan? Ini bukan permintaan, tapi perintah bagi Putri karena Rio sendiri sudah membawa nama fakultas mereka dan itu berarti mau tidak mau, Putri harus siap. “Memangnya aku bisa nolak?” sindir Putri. “Nggak bisa. Karena semua perkataan gue di kampus menjadi mutlak sebab gue adalah ketua senat.” “Ya sudahlah, mau gimana lagi. Dengan terpaksa aku harus terima.” “Bagus.” Kesepakatan mereka ditandai dengan berjabat tangan sebagai bentuk bahwa mereka saat ini partner. Namun, siapa sangka jika kesepakatan ini membawa hubungan mereka menjadi lebih dekat dan menjadi hal yang tidak mungkin jika salah satu dari mereka tidak memiliki rasa lebih selain seorang partner.  *** “Kak Ano, aku ikut event tiga bulanan di kampus, dong,” ungkap Putri ketika dirinya tengah duduk bersantai di ruang keluarga bersama dengan kakak-kakaknya. “Kakak dengar, event kali ini harus duet dan berbeda angkatan. Jadi, kamu akan duet sama siapa kali ini?” “Kak Rio.” “Rio?” Ano tampak bingung, pasalnya adiknya ini tidak menyukai sosok Rio semenjak kejadian ospek itu. Lantas kenapa keduanya bisa mengikuti event bersama? “Iya, Kak Rio. Waktu itu, dia suruh aku dan ya sudah aku sanggupi aja soalnya ini demi fakultas.” “Tapi, bukannya kamu ada sedikit masalah sama dia?" “Iya sih. Agak kesal juga kalau sama Kak Rio, secara dia tukang perintah dan nyebelin.” “Ya sudah jangan terima, Put.” Sambung Leon yang sejak tadi mendengarkan percakapan kedua adiknya. Percakapan keduanya menjadi pengetahuan bagi Leon tentang perkembangan kuliah adiknya. “Tapi, Kak, kalau demi nama fakultas sih aku bisa mengesampingkan masalahku.” “Wah, adiknya kakak sudah besar ternyata," puji Gevin sambil mengelus kepala adiknya. “Iya, dong.” “Dia mah besar di bagian perut doang, Kak. Lihat saja tuh perut sudah kayak bendungan. Besar amat,” sergah Ano mencoba menjahili Putri. Putri kesal. “Ihhh Kak Ano. Putri nggak gendut ya, coba aja tanya sama Kak Leon.” Putri beralih menatap kakaknya yang lain, “Kak Leon, Putri nggak gendut, kan?” Leon tampak bingung dengan jawaban yang akan dia berikan karena jujur, saat ini adiknya itu tampak lebih erggh. Berisi mungkin. Haruskah dia jujur? “Sepertinya … yang Ano katakan benar, Put,” jawab Leon hati-hati takut jika menyinggung sang adik. “HUWAAAA MAMA … PAPA HUWAAAA,” teriak Putri histeris dan membuat semua orang kebingungan.  “Putri? Ada apa, Sayang?” ucap Lili khawatir. “Itu, Ma. Kak Ano dan Kak Leon bilang kalau Putri gendut. Huwaaa.” Lili beralih menatap kedua anaknya yakni Ano dan Leon seakan meminta penjelasan kepada kedua laki-laki itu. Malam-malam begini membuat keributan.  “Anu, Ma, itu tadi Putri tanya ke Leon apa dia gendut atau nggak. Leon jawab kalau Putri sedikit berisi tapi –“ “Itu secara nggak langsung, Kak Leon bilang kalau Putri gendut, kan?” potong Putri. “Eh? Enggak, Kakak nggak bilang gitu.” “Huft.” Lili menghembuskan napasnya berat melihat kelakuan dari anak-anaknya. Kapan mereka bisa akur. “Sayang … maksud Kak Leon bukan gendut, dia hanya bilang sedikit berisi. Sedikit ok?” “Tapi kan, Ma, itu sama aja gendut.” Putri cemberut tanda dia tidak setuju. “Gini ... Putri ngerasa nggak kalau berat badanmu naik?” “Hmmm, sedikit sih, Ma. Kayaknya naik, padahal kan Putri juga jarang makan banyak.” “Nah, itu tuh, Put,” sambung Ano, “kata ‘jarang’ yang kamu maksud pasti pernah, kan? Kamu pernah makan banyak, kan?” “Iya, tapi kan nggak sering, Kak. Itu pun kan gara-gara Kak Ano yang sering ajak aku jalan sama teman-teman kakak jadinya aku makan banyak,” ujar Putri tak terima jika dirinya di salahkan dalam hal ini. Ano dan teman-temannya juga salah.  “Ano?” Lili meminta penjelasan kepada Ano. Ano tampak bingung merangkai kata sedemikian rupa agar tak terkena amukan Lili. “Itu, Ano sering ajak Putri jalan sama Luis dan Vando. Namanya jalan kan kita makan, Ma. Dan tiap kali kita makan, porsi Putri agak banyak ehehe.” “Putri?” Kini Lili meminta penjelasan kepada anak gadis semata wayangnya. “Putri … Putri laper banget, Ma. Terus makanan di tempat itu enak-enak dan Putri nggak sadar kalau makan banyak,” jelas Putri dengan muka polosnya.. “Ok, sekarang kalian semua sama-sama salah.” “Ha? Aku juga, Ma?” tanya Gevin tidak terima karena dia sejak tadi hanya diam dan memperhatikan. “Iya.” “Okan sama Darma juga?” “Iya.” “Lahhh,” ucap Gevin, Okan, dan Darma bersama-sama. “Ano salah karena nggak memperhatikan porsi makan Putri, dan Putri juga salah karena tidak peduli dengan jumlah porsi makannya. Dan kalian berempat juga salah, karena kalian tidak memperhatikan Putri. Seharusnya kalian sebagai kakak harus lebih ekstra menjaga dia. Makan berlebihan itu tidak baik karena bisa mengakibatkan penyakit dalam. Kalian mau adik kalian sakit?” “ENGGAK,” jawab kelima anak laki-laki keluarga Anggara. “Bagus. Dan Mama punya ide, mulai minggu depan, kalian harus joging bersama.” “Ma.” Putri mengacungkan tangannya hendak protes. “Nggak ada tapi-tapian. Ini demi kesehatan kalian. Putri untuk program turun berat badan dan kalian berlima untuk kesehatan, secara kalian nggak pernah olahraga. Sibuk dengan kesibukan sendiri-sendiri. Ya sudah mama mau ke kamar dulu. Kalian kalau tidur jangan malam-malam karena tidak baik bagi tubuh. Selamat malam.” “Malam.”  Dan malam ini pun mau tidak mau, semua anak dari keluarga Anggara harus menuruti perintah kanjeng mami. Jikalau tidak, maka hilang sudah kemakmuran negeri ini. Sebetulnya dari sini sudah di tarik kesimpulan jika perempuan itu selalu benar. Dan ibu-ibu juga selalu benar. Apalagi jika ibu kamu seorang perempuan maka tamat sudah riwayatmu. Ahahaha. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN