Hari ini, Putri dan Rio akan melakukan latihan bersama. Berbekal sebuah gitar dan suara, mereka mencoba peruntungan. Taman belakang kampus yang jarang dikunjungi mahasiswa saat sore hari menjadi tempat latihan mereka. Pada awalnya mereka akan latihan di ruang musik akan tetapi di sana sudah ada yang memakai, kemudian mereka beralih ke ruang BEM akan tetapi, di sana juga sedang banyak anggota BEM lain. Jadi, mau tidak mau mereka latihan di sini.
"Kak, kita mau nyanyi lagu apa?" tanya Putri.
"Lo maunya lagu apa?"
"Aku sih terserah, yang penting enak dan gampang nyanyinya hehe. Oh iya kalau bisa yang nadanya pelan aja, Kak, soalnya aku nggak bisa kalau pakai tempo cepat."
"Ok. Kita cari di google aja lagu yang enak."
"Ok."
Kini mereka sibuk dengan smartphone masing-masing mencari lagu yang pas dan pastinya mudah untuk dinyanyikan. Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata yang tengah memperhatikan interaksi keduanya.
"No, lo ngerasa aneh nggak sama si Rio?" tanya Luis sambil memperhatikan kedua orang berbeda jenis kelamin itu dari lantai dua kampus.
"Gue sudah tau kali. Yang kayak beginian mah gue sudah khatam dan kelihatan jelas kalau Rio itu ... you know what I mean."
"Hm, gue harap Rio bisa jaga hati dia baik-baik."
"Lebih tepatnya, siap-siap buat patah hati," sambung Ano.
Kembali lagi kepada dua sejoli yang tengah tertawa bersama mengagumi suara masing-masing.
"Suara Kak Rio ternyata bagus," puji Putri.
"Suara lo juga bagus."
"Biasa aja sih, Kak. Agak susah di bagian nada tinggi."
"Nanti lo belajar di rumah aja. Latihan di kamar biar bisa."
"Oke sip. Memang lagu ini pas banget buat dinyanyikan duet gini. Kak Rio pinter banget pilihnya."
"Iya dong. Dari pada lo malah pilih lagu dangdutan."
"Kak Rio jangan remehin lagu dangdut ya. Gitu-gitu dangdut adalah lagu pemersatu bangsa Indonesia."
"Iyain aja biar cepet," ucap Rio pasrah dan Putri tersenyum senang.
Hari-hari mereka selalu diwarnai dengan bersama, dan tentu juga ada saja perdebatan di antara keduanya. Akan tetapi, itulah yang menjadikan kegiatan ini lebih berwarna. Tanpa mereka ketahui, salah satu di antara keduanya timbul benih-benih rasa kagum yang berubah menjadi rasa ingin memiliki. Akankah hal ini akan terus berlanjut? Dan menyakiti salah satu hati di antara keduanya?
***
"Kak, tunggu Putri, dong," ujar Putri kepada Ano yang berlari lebih cepat dibanding dirinya.
"Kamu sih kayak siput. Lihat tuh Kak Leon dan yang lainnya sudah di depan. Kamu mah lambat," kesal Ano karena dia harus menemani Putri dalam joging kali ini.
Putri berhenti untuk mengatur pernapasannya. "Kak Ano pikir Putri mau begini? Lari-lari bikin capek. Kalau bukan perintah mama, Putri nggak akan mau. Kak Ano sendiri kan tau kalau Putri itu nggak suka olahraga. Auk ah capek, Putri mau istirahat aja." Putri berjalan meninggalkan Ano yang tampak menggerutu kesal melihat kelakuan adiknya. Biarlah dia tinggal adiknya dan Ano memilih melanjutkan joging pagi ini.
"Huft, capek. Mana panas pula. Padahal kan ini masih pagi," kata Putri sambil mengibas-ngibas tangannya ke depan muka guna mendapat angin.
"Neng airnya, Neng?" Tiba-tiba saja ada tukang jualan yang menghampiri Putri sambil membawa barang dagangannya.
"Boleh deh, Pak. Air mineralnya satu ya, Pak. Kalau bisa yang dingin aja, Pak, cuaca hari ini panas banget."
"Si Eneng mah ada-ada saja. Ini kan masih pagi jadi panasnya masih sehat, Neng."
"Tapi tetap aja panas, Pak. Berapa harganya, Pak?"
"Tiga ribu aja, Neng."
"Ok." Putri mencari uang di saku celananya dan tidak ada. Kembali lagi ke saku yang lainnya tetap tidak ada. Dan gadis itu baru ingat jika dia sedang pergi bersama kakaknya maka dia tidak akan membawa dompet.
"Pak, saya lupa nggak bawa uang. Saya mau ke kakak saya dulu ya, Pak."
"Nggak usah. Biar gue aja yang bayarin."
"Kak Rio?"
Entah datang dari mana, yang jelas tiba-tiba saja Rio sudah berdiri di samping Putri. Rio kembali memusatkan perhatiannya kepada penjual tersebut. "Berapa, Pak?" tanya Rio kepada si penjual.
"Tiga ribu."
"Ini, Pak. Kembaliannya buat bapak saja."
"Terima kasih, Mas."
Setelah pedagang itu pergi, keduanya memilih duduk di bawah beralas rumput. Putri tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Rio karena sudah mau membayari minumannya.
"Terima kasih ya, Kak, buat airnya."
"No problem. Btw, lo ke sini sama siapa?"
"Sama kakakku tapi mereka masih pada joging."
"Oh. Dan lo?"
"Aku? Aku tadi lari terus haus, ya sudah deh aku istirahat."
Terjadi keheningan di antara keduanya hingga tiba-tiba saja Putri mengingat jika mereka harus sering latihan bersama untuk event nanti. Dan latihan harus sering mereka lakukan untuk menampilkan penampilan terbaik.
"Kak, sekarang kan hari minggu, gimana kalau kita latihan?" usul Putri.
"Ini hari minggu dan lo masih mau latihan? Emang lo nggak mau quality time, gitu?"
"Hmmm mau sih, tapi palingan di rumah nggak ada kerjaan. Mending hari ini dibuat latihan."
"Yakin, Put, lo nggak capek? Secara kita sudah sering latihan di kampus dan di hari libur gini lo masih minta latihan? Gue nggak mau ya pas hari H nanti lo malah drop."
"Kak Rio mikirnya kejauhan amat ish. Aku pastikan pas hari H nanti aku bakal maksimal dan tampilkan yang terbaik. Maka dari itu, kita harus sering latihan biar menang."
"Hmm terserah lo. Memang mau latihan di mana?"
"Rumahku saja bagaimana?"
"Boleh."
Rio memilih nanti sore untuk latihan, ini semua karena dia tau kalau Putri pasti ingin memiliki waktu untuk keluarganya setelah seminggu berkutat di kampus. Rio bisa merasakan apa yang gadis itu rasakan, keluarga adalah hal yang terpenting baginya dan Rio adalah anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua yang telah membesarkannya. Memang sudah sepantasnya bukan seorang anak menurut kepada orang tua mereka? Itu sudah hukum alam.
"Ma, teman Putri nanti sore akan ke sini. Kita mau latihan buat event bulanan," jelas Putri kepada Lili.
"Teman? Event? Kalau begitu, kita harus siapin camilan buat teman kamu."
"Iya, Ma, ayo."
Putri tampak bersemangat kali ini. Senyum ceria selalu terbit di bibir gadis itu dan Lili juga bahagia melihat anak perempuan semata wayangnya ini tersenyum. Hal ini merupakan kejadian langka di mana untuk pertama kalinya teman dari Putri akan berkunjung selain Vanessa tentunya. Gadis itu terlalu menutup diri untuk sekadar berteman.
Lili dan Putri memilih berbelanja di sebuah toko kue milik mama dari Vando yang terkenal dengan rasa enak dan manis. Kue bolu di sini adalah salah satu kue favorit Putri.
"Selamat siang Tante Risa," sapa Putri.
"Eh, Putri dan Lili. Siang. Kamu mau cari Vando?" tanya Risa.
"Enggak, Tan. Putri sama mama mau beli kue bolu yang kesukaan Putri itu loh, Tan."
"Oh, ok, Tante suruh siapkan pegawai tante dulu, ya."
Setelah itu, Lili dan Putri memilih duduk di kursi yang memang di sediakan di sana. Sedangkan Risa menyampaikan pesanan Putri kepada pegawainya.
"Mbak Lili apa kabar?" tanya Risa memulai pembicaraan setelah meminta pegawainya untuk menyiapkan kue pesanan dari calon mantunya ini. Basa-basi itu perlu dalam suatu komunikasi.
"Baik, Mbak. Mbak sendiri apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Putri apa kabar? Sudah lama loh nggak ke rumah tante," tegur Risa yang sudah lama tidak melihat tunangan anaknya ini berkunjung. Jujur, Putri adalah gadis baik yang pernah ia temui.
"Itu, Tan, aku sibuk kuliah hehe dan juga sibuk buat latihan menyanyi."
"Menyanyi?"
"Iya, Putri terpilih untuk mewakili fakultas buat event bulanan nanti."
"Oh, pantas saja Vando sering pulang telat. Pasti dia sibuk urus hal itu."
"Mungkin, Tan."
"Kamu tolong ingetin Vando makan dan jaga kesehatan ya, Sayang. Anak itu susah banget tante bilangin. Sering begadang sampai lupa buat makan malam. Sering banget tuh tante marahin dia tapi dia selalu nggak dengar."
"Sabar, Mbak. Namanya juga anak-anak." Lili mencoba menenangkan Risa.
"Anak-anak nggak tau bagaimana kita khawatir sama mereka, Mbak. Semakin dewasa mereka lupa dengan keluarga. Terkadang juga mereka lupa untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri."
"Nanti Putri akan bicara sama Kak Vando, Tan. Tante Risa tenang saja, biar Putri jewer saja telinga Kak Vando kalau nakal," kata Putri.
Perkataan Putri mampu mengundang gelak tawa kedua orang tua tersebut. Di mata Risa, Putri adalah gadis manis yang penuh dengan tawa. Entah bagaimana ceritanya gadis ini bisa meluluhkan hati beruang kutub yang telah lama hatinya membeku. Risa bersyukur dengan kehadiran Putri mampu memberikan sedikit warna di kehidupan anaknya setelah suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Kejadian itu adalah hal yang paling buruk bagi kehidupan mereka. Di mana Vando yang bersikap lebih dingin bahkan kepada orang tuanya sekalipun. Akan tetapi, Putri mampu mengubah itu semua.