"Makasih." Ucap Fanya ketus. Kemudian pergi meninggalkan Devan yang masih duduk di jok motor nya.
"Fanya." panggil Devan berteriak.
Fanya membalikan badannya, matanya menatap ke sumber suara yang memanggilnya tadi. Pandangan Fanya seolah-olah mengisyaratkan mau ada apa Devan memanggil nya, tapi tidak dengan kata-kata.
"Helm gue?"
Fanya mendongakkan wajahnya ke atas, dia baru sadar bahwa helm Devan yang ia pakai belum ia lepas dari tadi. Dengan sangat malu, kedua tangannya pun langsung berusaha melepaskan helm sialan yang ia pakai itu. Setelah terlepas, ia buru-buru mengembalikannya lagi kepada si pemilik helm itu tanpa berucap sepatah katapun.
"Sama-sama." balas Devan menerima helm yang Fanya berikan, meskipun Fanya tidak mengucapkan terimakasih padanya.
***
Sesampainya di kamar, Fanya membantingkan tubuh nya kasar ke spring bed queen size itu. Perlahan mulutnya menguap berkali-kali, lalu mulai merambat ke matanya yang sedikit demi sedikit mulai terpejam.
Drttt drtttt
bunyi dan getaran handphone Fanya mulai bisa terdengar oleh telinganya. Perlahan tangannya meraba-raba bagian permukaan spring bed yang ia tempati untuk mendapatkan benda pipih yang ia cari.
"Halo." ucap seseorang dari seberang telepon.
"Apa?" Balas nya pelan, dengan mata yang masih terpejam.
"Fanya, kamu baru bangun tidur nak?"
"Mmm..." Fanya masih sangat ngantuk, dan lemas untuk berbicara.
"Fanya, Mamah pulang siang ini. Kamu jangan keluyuran ya nak.." Jelas Iren
"Mmm..." Fanya masih sama membalas perkataan Iren tadi dengan seperti itu.
"Kamu mau apa biar Mamah belikan?" Tawar bunda.
"Gausah Mah." balasnya cuek.
"Fanya ngantuk Mah, telepon nya Fanya tutup ya?" pinta nya dengan suara khas orang yang baru bangun tidur. Dan tanpa persetujuan bunda nya, Fanya langsung mematikan saluran teleponnya, melempar handphonenya kesembarang arah dan melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.
Belum sempat Fanya bermimpi, handphone Fanya berbunyi lagi. Awalnya dia menghiraukan suara hp nya itu, tapi lama-kelamaan dia sangat risih mendengar nyaring nya suara handphone yang berbunyi itu. Mau tak mau dia mengambil handphone nya kembali untuk mengangkat telepon dan memarahi si penelepon yang sudah mengganggu tidur nyenyak nya itu.
"Halo Fanyaaaaaa, kenapa lo ga sekolah?" tanya seseorang dari seberang telepon seluler nya dengan suara cempreng yang Fanya kenali.
Fanya menguap berkali-kali, sesekali ia mengucek-ngucek kan kedua mata nya yang berair karena terlalu sering ia menguap.
"Emang sekarang jam berapa?" Tanyanya polos.
"Jam 10."
"Hah serius lo?" Fanya kaget, matanya yang tadi menyipit mendadak membulat seketika melihat jam alarm di meja dekat spring bed nya.
"Dasar kebo si! Makanya kalo waktunya tidur ya tidur." Omel Nada.
Fanya mengacak rambutnya frustasi. Pasalnya baru juga ia masuk sekolah, Fanya sudah bolos dengan keterangan yang tidak jelas.
Dan mengapa pembantu nya tidak membangun kan tidurnya? Ahh... sangatlah jahat!
" Kenapa lo baru bangunin gue si Nad?" Kesal nya
"Gue udah teleponin lo dari tadi, tapi lo nya aja yang ga angkat angkat."
"Au ah, gue mending mandi, bye." Fanya mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.
Meskipun hari ini Fanya tidak masuk sekolah karena terlambat, dia tetap melakukan aktivitas seperti biasanya.
Karena buat apa juga dia harus ambil pusing karena tidak sekolah. Toh ini juga baru hari pertama dia membolos jadi yaaaa. No problem.
15 menit Fanya sudah selesai membersihkan tubuhnya, dan keluar kamar mandi dengan menggunakan sweater berwarna abu bertuliskan Air Force yang kebesaran di badannya, tak lupa juga ia memakai celana pendek selutut yang menambah kesan tomboy namun tetap cantik jika Fanya yang memakainya.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.10, Fanya beranjak ke dapur untuk mengambil beberapa makanan untuk ia makan, karena cacing-cacing di perutnya sudah mengadakan konser yang hebat.
Fanya membuka pintu kulkas nya.
"Eh, non Fanya sudah bangun." sapa seorang mengagetkan ku.
Fanya menoleh kearah suara.
"Iya bi, Fanya laper." Balas Fanya tersenyum kearah bibi nya.
"Bibi udah masakin makanan kesukaan non Fanya."
"Itu udh ada di meja makan" tambahnya, sambil menunjukkan ibu jarinya kearah meja makan.
" Uhhhh... bibi tau aja nihh. Makin tambah sayangggg" balas Fanya manja, langsung memeluk bibi yang berada di depannya.
Bibi membalas pelukan Fanya dengan hangat.
Menurut pandangan bibi, meskipun Fanya itu majikannya, dan dia adalah anak orang kaya, tapi dia tidak sombong dan tidak seperti anak-anak lainnya yang selalu memperlihatkan kekayaan orang tua mereka kepada banyak orang.
Didalam pelukannya itu, Fanya merasa jika ia lebih nyaman jika bibi nya selalu ada didekatnya dibandingkan dengan Iren yang selalu sibuk dengan dunianya. Dan tidak pernah memperhatikan nya.
Fanya menyudahi pelukannya itu, lalu beranjak menuju meja makan untuk menyantap gulai ayam kesukaannya.
Fanya menyantap makanan dengan sangat lahap. Hingga sampai suapan terakhir Fanya dapat menghabiskan makanannya tanpa ada sisa satu nasi sedikitpun.
"Wuahhhh kenyang."
Setelah dirasa kenyang, Fanya bangkit dari tempat duduk, lalu beranjak menuju kamar nya.
Fanya mengambil handphone nya dan membuka aplikasi w*****d untuk sekedar membaca-baca cerita agar tidak terlalu jenuh. Tapi notif w******p nya berbunyi, ia pun mengurungkan niatnya untuk membaca w*****d dan beralih melihat w******p yang masuk.
Setelah dilihat, chat itu kebanyakan bersumber dari grup w******p nya, tapi ada salah satu nomor yang menge chat nya yang ia sendiri tidak mengetahui nya.
6282********
Lo dimana? (12.10)
Fanya yang membaca pesan itu tidak merasa penasaran, ia pikir itu adalah nomor Nada di sim lainnya.
Fanyazhra
Baru juga lo nelpon Nad, udh nanyain aja lagi gue ada dimana. (12.15)
Tak butuh waktu lama, orang itu membalas chat nya.
6262********
Lo kenapa gak sekolah?
Fanyazhra
Kesiangan Nad, lo nanya mulu.
6282*********
Kesiangan apa takut ketemu gue?
Membaca balasan dari orang yang menge chat nya, Fanya membulatkan matanya. Ia baru sadar bahwa Nada bukanlah orang yang menge chat nya.
Fanya pun hanya membacanya saja, dan tidak membalas apapun lagi.
6282*********
Lo beneran takut?
Suara notifikasi w******p Fanya kembali berbunyi.
Fanya masih mengabaikannya, walaupun dia sedang online.
6282**********
Sekarang tugas gue udah numpuk, tinggal lo kerjain aja.
Fanya membaca pesan itu terkejut tak percaya, ia sudah bisa menebak siapa sebenarnya orang yang mengirimkannya pesan nya itu, tapi bagaimana mungkin lelaki itu bisa tau nomor nya, siapa juga yang memberikan nomor Fanya kepada lelaki sialan itu?
"Nada? Apa dia yang memberitahu nomornya kepada Devan sialan itu?"
Batinnya.
Fanya memilih untuk tidak membalas pesan itu, dan beralih membuka aplikasi yang lebih berfaedah menurutnya.
Tok, tok, tok .
Seseorang mengetuk pintu kamar Fanya.
Tanpa adanya responan, orang itu langsung membuka knop pintu kamar Fanya untuk masuk kedalamnya.
"Fanyaaaaaaa" teriak seorang sambil berlari dengan kedua tangan yang membuka layaknya akan memeluk anak kecil yang sudah lama tidak bertemu.
"Lo bisa ga si, ketuk pintu dulu baru masuk?" Ucap Fanya ketus.
Nada menghentikan larinya, dan menurunkan tangannya perlahan. Bibir nya mengerucut.
"Mau sampe seribu kali gue ngetuk pintu juga lo gabakalan nyaut." Balasnya tak kalah ketus.
"Lo bolos pelajaran?" tanya Fanya yang masih memperhatikan benda pipih yang ada digenggaman nya.
" yaa enggaklah."
"Lah terus ngapain ke rumah gue?"
Fanya menatap Nada kesal.
"Udh pulang" sembur Nada, mendudukkan dirinya di spring bed queen size milik Fanya.
Fanya menganggukkan kepala saja.
"Nad, lo ngasih tau nomor gue ke si Devan ya?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar dengan sendirinya dari mulut Fanya, tanpa ada instruksi.
Nada menoleh, "kalo iya kenapa?" Balasnya enteng sambil nyengir tidak jelas jelas.
"Nada lo nyebelin amat si, kenapa lo ngasih nomor gue ke cowok songong itu?"
Flashback on
Terlihat Nada yang sedang berjalan sendiri di koridor sekolah nya untuk menuju parkiran, tiba-tiba seseorang menghentikan langkahnya dengan pakaian olahraga yang ia kenakan serta keadaan berkeringat diwajahnya yang membuat "errrrrrr" wanita yang melihat nya.
Nada gugup sekali melihat lelaki di depannya itu, ditambah melihat keringat yang mengucur di wajah nya membuat kesan cool.
"Kenapa ka?" Tanya Nada gugup.
"Lo ga bareng sama temen lo?"
"Fanya? Dia gak masuk sekolah ka."
Balasnya tak lepas menatap bola mata hitam pekat milik Devan.
"Gue boleh minta nomor nya?" Pinta Devan lembut.
"Bo boleh ka, ini" balasanya sambil menyebutkan nomor Fanya.
"Thanks ya"
Devan meninggal kan Nada dengan perasaan puas.
Nada masih mematung, karena ini adalah hari pertamanya dia diajak bicara dengan Devan.
Flashback off
"Fanya maaf ya, soalnya Ka Devan tadi ganteng banget pas ngajak ngomong ke gue, jadinya gue gak fokus dan nge iya in pas Ka Devan minta nomor lo." Jelas Nada memelas.
"Nada, bisa gak si lo baper pada tempatnya? Kalo kaya gini, si Devan malah bisa terus-terusan gangguin hidup gue." Fanya sangat kesal atas ulah sahabatnya.
"Fanya maafin gue ihh..." pinta Nada sambil menggoyangkan tangan kanan Fanya.
Fanya masih acuh, tak menatap Nada.
"Fanyaaa maafin gue ihh..." Nada kembali meminta maaf.
"Iya gue maafin." Jawabnya masih dengan suara sedikit kesal.
"Yeayyyy Fanya akhirnya maafin gue juga." Sorak Nada kegirangan, lalu memeluk Fanya hingga dia merasa engap dan melepaskan pelukan Nada.
"Makasih yaa Fanyaaa yang cantik dan baik." Goda nya menoel dagu Fanya.
"Tapi jomblo" gumamnya dengan suara yang kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Fanya.
Fanya menatap sahabat nya itu risih. Dan dia tidak berniat untuk membalas ucapan Nada itu.
Tlingnong
Suara hp itu menghentikan tatapan risih kepada Nada.
Fanya kembali melihat ada notifikasi w******p di handphone nya itu.
6282********
Udh siap ngerjain tugas?
Baru semenit pesan itu muncul di layar handphone nya, sudah ada lagi pesan lain yang bermunculan.
6282*********
Gue udah ada di depan rumah lo.
Astaga! Devan kenapa harus datang kerumahnya? Fanya pikir Devan hanya main-main dengan ancaman konyolnya itu. Tapi nihil, Devan malah semakin mantap membuat ancaman itu dengan cepat.
Apa yang harus gue lakukan? Batinnya.