Elena melamun, mengingat ciuman Nicholas kemarin. Wajah gadis itu memerah.
Nicholas terus memagutnya sampai Elena kehabisan napas. Napas mereka berdua bersahutan. Elena menunduk malu saat melihat Nicholas masih memandangnya lekat. Lalu pria itu menggenggam tangannya saat kembali ke dalam ruangan.
Tapi Elena segera mengenyahkan lamunannya saat teringat dengan ucapan Nicholas.
Saya tidak tertarik sama kamu secara pribadi...
Gadis itu menghembuskan napas berat. Kemarin mereka terbawa suasana. Tidak mungkin Nicholas menciumnya karena benar-benar ingin.
"No...no.. aku ga boleh tertarik sama Pak Nicholas. Big No!" Elena menggumam dan menggeleng sendiri.
"Apanya yang big no?" Suara pria terdengar membuat Elena menoleh dan terkejut.
"Samuel!"
"Hai". Pria itu tersenyum saat menghampiri Elena.
"Apa.. kamu..." Elena terbata karena bingung.
"Haha, santai aja kali ketemu aku. Nervous amat!" Samuel tersenyum jahil.
Elena tertawa. "Kamu kok ada di Jakarta? Kapan datang?"
"Kemarin. Aku ada training disini selama dua minggu kedepan."
"Ooh..". Gadis itu mengangguk pelan.
Pria itu mengedarkan matanya ke seluruh ruangan Elena. "Wow, gedung ini keren banget. Dan kamu sangat beruntung ditempatin disini".
Elena tersenyum senang.
"Makan siang dimana El biasanya?"
"Emm, aku jarang makan keluar. Biasanya temenin pak bos kemana beliau makan. Soalnya beliau suka ketemu klien pas jam makan siang. Jadi aku ngikut aja"
Samuel manggut-manggut. "Kalau kamu free, ajak aku makan siang disekitar sini ya..". Elena mengacungkan jempolnya ke arah pria itu.
Tuut, suara telepon dimeja Elena berbunyi.
"Iya pak?"
"Len, keruangan saya sekarang!"
Elena bangkit. "Aku kedalem dulu. Tar aku kabarin ya." Gadis itu melambaikan tangannya ke arah Samuel. Pria itu memperhatikan Elena sampai hilang dari pandangannya.
Elena mengetuk pintu pelan lalu masuk. Atasannya sedang menatap berkas sambil sesekali menggoreskan pulpennya.
"Duduk".
Elena duduk di sofa. Menanti tugas dari atasannya. Tapi selama sepuluh menit kemudian Nicholas tidak berkata apa-apa. Elena pun heran untuk apa dia di panggil kalau hanya di diamkan.
"Pak, maaf ada apa ya panggil saya?"
"Temani saya makan siang disini!"
Elena menatap jam dipergelangan tangannya. "Tapi ini masih jam 11 pak."
Nicholas menatap tajam. Elena menelan salivanya.
"Bapak mau makan apa?"
"Jangan panggil saya "bapak" kalau kita hanya berdua." Nicholas memetik jari telunjuk dan jari tengahnya saat menekankan kata "bapak".
"Tapi Pak.."
"Nick saja. Kamu harus terbiasa supaya ga kaku seperti kemarin." Potong pria itu.
Lah emang kaku? Perasaan kaga..
"Bapak.. emm, kamu mau makan apa Nick?"
Nicholas tersenyum kecil tapi berusaha memasang wajah datar. "Pesan makanan yang kamu mau. Aku ikut aja.." pria itu kembali menatap berkas dipangkuannya.
Aku? Elena menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Rasanya aneh mendengar Nicholas menggunakan bahasa tidak formal padanya. Gadis itu mencari makanan di aplikasi online. Gadis itu sedang ingin makan spaghetti. Jadi Elena memesankan dua porsi spaghetti, satu porsi garlic bread dan dua gelas milkshake.
"Saya.. aku kembali dulu ke meja ya. Ada kerjaan sedikit."
"Bawa kerjaan kamu kesini. Kerjain disini!" Nicholas memerintah tanpa menatap Elena.
Gadis itu mendengus sambil berlalu. Nicholas mengulum senyumnya saat melihat Elena keluar dari ruangannya dengan tatapan kesal. Pria itu membalas Elena, Nicholas tahu tadi ada karyawannya dari cabang Bandung menghampiri gadis itu. Nicholas melihat dari balik kaca dan merasa kesal mereka terlihat akrab saat ngobrol. Elena belum pernah tertawa seperti itu dihadapannya.
Tidak lama Elena masuk lagi. Membawa berkas dan laptopnya lalu mulai bekerja. Nicholas sesekali mencuri pandang ke arah gadis yang sedang konsentrasi dengan tugasnya. Tidak lama suara pintu terbuka mengagetkan mereka.
"Nicholas, mengapa tidak ada orang di depan ruanganmu?" Suara ibu Nicholas mengejutkan Elena yang langsung berdiri.
Emilia menoleh ke arah gadis itu. Sedikit terkejut lalu tersenyum. "Elena Sayang, apa yang kamu lakukan disini?"
Nicholas berjalan ke arah Mamanya. Elena langsung menyingkirkan semua berkas dan laptopnya dari meja tamu. Pria itu mengecup pipi sang ibu dan mengajaknya duduk.
"Mom, tumben datang. Mengapa tidak memberi kabar?"
"Mom ingin bertemu denganmu. Kemarin kita hanya sebentar bertemu. Mom masih kangen. Dan kebetulan ada Elena disini." Emilia memperhatikan Elena dari atas ke bawah. Wanita itu mengerutkan dahi melihat Elena berpakaian formal.
"Mm, Mom. Elena sekertarisku. Itu sebabnya dia ada disini." Nicholas menjelaskan raut wajah ibunya.
Emilia memandang mereka berdua bergantian. Lalu tertawa keras membuat kedua orang itu bingung. "Jadi kalian cinlok gitu?"
Elena menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Mom, stop it! Elena malu tuh.." Nicholas senang menggoda Elena yang melotot padanya.
Akhirnya Emilia berhenti tertawa. "Sorry Elena, Tante tidak maksud buat kamu malu. Nicholas tidak pernah mencampuri urusan kerjaan dengan asmara. Makanya Tante bingung kamu kok bisa bikin dia jatuh cinta. Kalau kamu sekertarisnya kenapa kamu ga diluar?"
Elena memandang Nicholas.
"Hmm, aku ingin dia selalu dekat denganku Mom. That's it!" Nicholas menarik sudut bibirnya sambil melirik gadis itu
"Oow, posesif huh?" Emilia melirik Elena yang sudah semerah tomat.
Tidak lama ponsel Elena berbunyi. Makanan mereka sudah sampai. Elena meminta ijin untuk turun sebentar.
"Nick, terlepas dari Elena, Mom tidak ingin kamu berhubungan lagi dengan Catherine. Dia sudah membuat Mom hampir kehilangan anak Mom. Mom tidak mau kejadian dulu terulang lagi. Kamu mengerti kan maksud Mom?"
Wajah Nicholas berubah muram. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Emilia dan menggenggam tangannya.
"Don't worry Mom. Aku sudak tidak memiliki perasaan apapun pada Catherine. Pikiranku sudah teralihkan dengan.." Nicholas hampir saja mengucapkan nama Elena. "...hal lain".
Emilia memicingkan matanya. Wanita itu tahu anaknya sedang jatuh cinta pada Elena. "Mom suka Elena. Mata gadis itu... berbeda dengan gadis lain, Nicholas". Pria itu mengangguk.
"Ajak dia dinner dirumah kita weekend ini. Mom akan masak yang special untuk kalian berdua". Nicholas mengangguk lagi.
Tidak lama Elena masuk. "Tante maaf, saya ga tau Tante mau datang. Jadi saya hanya pesan makanan untuk Pak Nicholas dan saya."
"Tidak apa-apa sayang. Tante hanya sebentar." Emilia beranjak berdiri. "Sampai ketemu weekend ini yaa..". Emilia berlalu.
Elena memandang Nicholas tidak mengerti. Mereka mulai makan, Nicholas memberi tahu tentang ajakan Mamanya. Elena menggigit sendoknya, merasa tidak enak dengan Mama Nicholas.
Elena berharap Catherine segera berhenti mengganggu Nicholas sehingga gadis itu tidak terlibat lebih jauh dengan atasannya.
^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*
Elena menunggu bosnya disamping lift. Sabtu pagi ini gadis itu tidak mengatar berkas ke apartemen Nicholas. Karena siang ini mereka akan pergi kerumah orangtuanya.
Gadis itu menendang debu kasat mata di lantai. Tidak biasanya pria itu terlambat. Sudah sepuluh menit Elena menunggu. Akhirnya Elena memutuskan untuk naik ke unit pria itu.
Elena keluar lift. Kemudian melambatkan langkahnya saat melihat wanita menyebalkan ada diluar unit Nicholas. Menggedor pintunya seperti orang gila sambil terus menekan bel. Elena merasakan ponselnya bergetar. Tenyata Nicholas yang menghubunginya.
Pria itu setengah berteriak saat Elena mengangkat panggilan teleponnya.
"Mengapa kamu susah sekali di hubungi?! Astaga.."
"Maaf pak.. Nick. Aku lupa ubah silent mode ponselku. Kamu ada didalam?"
"Iya. Catherine sejak tadi diluar dan aku tidak mau bertemu dia!"
Tidak lama Catherine menyadari kehadiran Elena lalu menatap angkuh gadis itu.
"Biar aku atasi". Elena langsung menutup teleponnya dan menghampiri Catherine.
"Ada perlu apa anda kemari?"
"Bukan urusanmu" Catherine melipat tangan didadanya. Elena sebal melihat wajah wanita itu. Lalu Elena mengetuk pintu apartemen Nicholas.
"Nick, ini aku. Buka pintunya!" Elena mengucapkan hal itu tanpa mengalihkan tatapannya dari wanita mirip medusa dihadapannya ini.
Lima detik kemudian Nicholas membuka pintunya. Membuat Catherine menganga tidak percaya pria itu sengaja diam di dalam. Elena masuk ke dalam dan dengan segera wanita itu menahan pintu agar tidak tertutup.
"Aku ingin bicara!"
Nicholas memandang Elena.
"Biarkan dia masuk. Kamu jangan menghindar terus." Ketus Elena.
Nicholas menghela napas kasar, lalu membiarkan Catherine masuk.
"Apa yang mau kamu bicarain? Cepat, aku tidak punya waktu banyak." Nicholas menyahut acuh.
"Aku hanya ingin bicara berdua!" Catherine terang-terangan mengusir Elena dengan tatapannya. Elena menatap Nicholas, tapi pria itu tidak berbalik menatapnya. Elena mencelos kesal. Gadis itu berjalan kembali ke arah pintu.
"Wait!" Nicholas menahan lengan Elena. "Dia kekasihku, kalau ada yang mau kamu bicarakan, katakan saja didepannya. Aku tidak mau menyembunyikan sesuatu dibelakang kekasihku."
Catherine menatap Nicholas marah. Wanita itu merasa tersindir dengan kalimat pria itu. Matanya berkaca-kaca lalu pergi dari hadapan mereka berdua.
Rahang Nicholas mengeras. Elena kembali teringat saat pria itu meninggalkannya untuk menyusul Catherine. Gadis itu menelan salivanya.
"Mm, sepertinya kita batalin aja kerumah orangtua kamu." Elena meremas tali tasnya.
"No, kita tetap berangkat. Nicholas beranjak mengambil kunci mobil dan melangkah keluar. Elena menghela napasnya lalu mengikuti pria itu. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, Elena tidak ingin merusak mood pria itu.
Emilia menyambut hangat kedatangan mereka. Wanita itu menyiapkan berbagai makanan untuk Elena karena lupa bertanya apa makanan kesukaan gadis itu. Elena merasa tidak enak dengan perlakuan baik Emilia. Patricia dan tunangannya, Christian ada disana. Kakak Nicholas itu bersikap baik walau jarang mengajaknya bicara. Mungkin karena dia teman Catherine pikir Elena.
Sedari tadi Elena melihat wajah Nicholas selalu gusar dan kaku. Tubuhnya disini bersamanya tapi pikirannya entah kemana. Elena belum tahu apa sebenarnya masalah antara mereka berdua tapi sepertinya Nicholas masih memiliki perasaan pada Catherine.
Saat sedang bersantai di taman belakang rumah tiba-tiba Patricia berlari ke arah Nicholas.
"Nick, Catherine kecelakaan!"
Wajah pria itu berubah pucat. Elena pun ikut terkejut.
"Aku mau ke rumah sakit!" Ucap Patricia sambil berlalu pada Mamanya.
Nicholas beranjak. Tapi Mamanya menahan tangannya. "Nick, kamu tidak akan kesana!"
Tapi Nicholas memohon "Mom, please." Lalu beranjak dan berjalan tergesa ke arah luar meninggalkan Emilia dan Elena yang menatap pria itu tidak percaya. Lalu wanita itu menyentak tangan Elena.
"Kamu harus ikut Elena! Jangan sampai wanita itu menipu Nicholas lagi." Elena mengangguk dan bergegas lari keluar. Gadis itu langsung masuk ke mobil Nicholas. Dan sedikit terpekik saat pria itu sudah menancap gas saat Elena belum menutup pintu.
Elena melihat tangan Nicholas memutih saat memegang setir, wajah pria itu cemas dan gelisah. Walau Elena tidak mengerti cara mengendarai mobil tapi dia tahu jika saat ini pria itu menyetir mobilnya gila-gilaan. Elena berpegangan pada joknya.
Sampai di rumah sakit, mereka berempat bergegas menuju ruang UGD. Lalu melihat Catherine berbaring. Beberapa goresan terlihat di tangan dan kakinya. Patricia menghampiri suster untuk bertanya bagaimana keadaannya. Wanita itu menabrak pembatas jalan tapi tidak ada luka serius. Hanya lecet dan terkilir di kaki kirinya.
Nicholas berdiri disamping ranjang dan menatapnya khawatir. Elena merasakan sedikit percikan cemburu. Setengah jam kemudian wanita itu sudah boleh keluar. Tapi semua bingung, Catherine tinggal di hotel selama di Jakarta. Tidak akan ada yang mengurusnya dalam keadaan sakit seperti ini. Patricia tinggal bersama orangtuanya dan pasti mamanya akan marah besar jika membawanya pulang kerumah.
"Aku akan membawanya pulang ke apartemenku." Ucap Nicholas. Mereka semua tidak terkecuali Catherine menatap pria itu tidak percaya.
^*^*^*^*^*^*^*^*^TBC*^*^*^*^*^*^*^*^*
Whatt???!!