Teguran Babe Aris

1116 Kata
Suara azan subuh sayup-sayup terdengar di telinga Nuri dan masuk ke dalam mimpinya pada saat dirinya masih tertidur lelap. Entah apa yang sedang diimpikan oleh gadis yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu perkantoran yang terkenal di Indonesia. Suara Azan sudah berlalu, dan kini Nuri sudah duduk di pinggiran ranjangnya yang berkanopi. Tidak seperti wanita modern lainnya yang lebih menyukai perabotan kamar yang serba modern, Nuri justru lebih menyukai model ranjang berkanopi yang memiliki empat tiang. Dalam jiwa romantisnya Nuri berpikir bila nanti ia menikah maka mereka akan memadu cinta di atas ranjang terlindungi oleh kelambu berwarna pastel sehingga suasana semakin romantis. Tapi kapan? Kapan Nuri dapat merasakan malam pengantin sesuai impiannya sementara dirinya saja belum mempunyai kekasih. Teman banyak tetapi kekasih tidak ada. Gersang. Dengan langkah kaki perlahan Nuri menuju kamar mandi. Ia harus segera mlakukan kewajiban nya sebagai umat beragama, jangan sampai hatinya yang gersang berakibat pada kehidupannya juga. Nurianty Ilma Laila adalah nama yang diberikan oleh Ayahnya karena berharap putrinya menjadi seorang wanita yang bersuara merdu,berpengetahuan luas serta memiliki kecantikan yang terlihat jelas meskipun pada malam hari. Lahir di keluarga yang dikenal sebagai tuan tanah yang memiliki peternakan dan pertanian paling besar di kampungnya menjadikan Nuri hidup layaknya tuan putri. Tapi tidak, Nuri tidak memanfaatkan kekayaan orang tuanya untuk hidup berleha-leha tanpa bekerja. Ia menjadi harapan orang tuanya yang merupakan orang Betawi asli untuk menjaga warisan keluarganya sehingga hasil kerja keras mereka secara turun temurun tidak habis begitu saja. Ayahnya, Aris Sanjaya telah memberikan nama yang sangat bagus walaupun pada kenyataanya menjadi beban tersendiri ketika ia belum juga menemukan jodohnya. Pendidikan tinggi, bekerja di perusahaan besar kelas Internasional dengan income yang di atas rata-rata membuat sebagian orang merasa segan dan rendah diri untuk sekedar mendekatinya. Apa ada pria yang bersedia menjadi pasangan wanita yang lebih darinya. Bukankah mereka akan merasa minder karenanya. Dan ia harus menatap mereka yang menjaga jarak karena posisinya. Suara ibunya yang berada di dapur terdengar nyaring ketika berbicara dengan beberapa asisten rumah tangga mereka. Mereka adalah orang Betawi asli yang berbicara dengan sesama orang Betawi memakai cara dan bahasa sendiri, tidak peduli kadang ada yang tertawa geli ketika mendengar mereka bicara. "Neng, Mpok ga mao kalo dapur masih kagak karuan begini. Pokoknya nih, elu-elu pada mulai bebenah sekarang. Kaga ada yang namanya perabotan yang masih kotor. Elu pada ngarti kaga?" Suara ibunya yang bernama Irmawati dan lebih sering dipanggil Mpok Irma seringkali membuat Nuri nyengir. Ibunya lebih suka membiasakan dirinya dengan sebutan mpok dari pada kata ibu ketika berbicara pada asisten rumah tangga nya. Nuri baru selesai memanaskan mesin mobilnya ketika ia mendengar suara ibunya yang memanggil namanya. "Nur...Nuri, elu dimanah, jangan makan dulu kalo belon sarapan," tegur Irma yang ditanggapi Nuri dengan tawa saja. Dalam hatinya Nuri ngerundel, kenapa juga ibunya harus berteriak sementara dirinya ada di wastafel yang jaraknya hanya 2 meter dari tempat Ibunya berdiri. "Iya Mak, ini Nur juga lagi cuci tangan. Baba kemana Mak?" tanya Nuri yang tidak melihat keberadaan ayahnya. Apa mungkin ayahnya sudah lebih dulu sarapan? Sepertinya tidak mungkin karena ayahnya selalu sarapan bersama-sama. "Baba lu lagi ke kandang ayam. Nih hari ada orang yang mau ngangkat ayam. Makanya Baba lu pengen liat dulu yang kerja udah pada siap belon," sahut Irma yang masih mondar mandir antara dapur dan meja makan. "Mak, emak kaga cape apa mondar-mandir begitu? Udah kaya triskaan kebelit kabel," komentar Nuri geli. "Udah terusin sarapan luh. Entar emak ama Baba lu mau ngomong," sahut Irma membuat Nuri heran. Ayah dan ibunya mau berbicara dengan-nya? Apa ada masalah serius yang tidak ia ketahui? Sebagai gadis modern, Nuri pernah merasa malu memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan Baba dan emak lalu ia menggantinya dengan sebutan papa dan mama. Tapi apa yang terjadi, mereka marah dan menganggap Nuri tidak menghargai bahasa dan adat istiadat mereka. Makan masih pake ikan asin bejaket aja manggil mama papa, gimana kalo nanti makan steak. Elu mau manggil emak apaan?itu adalah ucapan Irma ketika Nuri pertama memanggil ibunya dengan sebutan mama. Apa sih ikan asin bejaket? Ikan asin bejaket adalah salah satu jenis lauk yang berupa ikan asin yang dimasak dengan tepung yang sudah diberi bumbu kuning. Nuri baru saja menyelesaikan sarapannya ketika melihat ayahnya berjalan masuk. Pria itu begitu gagah di usianya yang belum lagi 50 tahun. Dari pakaian yang dikenakannya terlihat kalau Aris sudah mengganti bajunya yang dia pakai ketika pergi ke kandang ayam. Tidak mungkin ayahnya keluar hanya mengenakan kain sarung dan kaos oblong. "Udah mau pegi?" tanya Aris mengambil kursi yang berada di depan Nuri. "Iya, kata emak, Baba mau ngomong. Ngomong apaan sih Ba?" Aris memperhatikan wajah putrinya yang menurutnya dan banyak orang memiliki kecantikan yang luar biasa. Tapi kenapa wajah Nuri yang cantik belum juga menemukan jodohnya sementara anak-anak perempuan yang seusia Nuri semuanya sudah menikah. "Ada apaan sih Ba?" "Baba mau tanya, Nuri udah punya pacar belon? Enur ga malu apa kalau Nur di bilang perawan tua? Coba Nur tengok yang sepantaran sama Nur, semuanya udah pada Nikah. Nur kapan mau nikahnya?" Senyum Nuri begitu manis ketika ia menjawab pertanyaan ayahnya dengan nada yang lebih santai. "Umur Nuri baru 23 tahun masa udah di bilang perawan tua? Lagian buat apaan Baba dengerin omongan orang. Emangnya kita dikasih makan sama mereka? Kita ga rugiin orang kok," kata Nuri sembari mulai bersiap-siap meninggalkan meja makan. "Bukan begitu Nur, Baba cuma kaga mao elu dibikin malu sama orang-orang yang kaga suka sama elu," jawab Aris. "Baba tenang aja. Kalau saatnya tiba, jodoh Nuri akan datang dengan sendirianya," jawab Nuri mencoba menenangkan ayahnya. "Bener kata luh. Jodoh pasti akan datang sendiri kalau emang udah waktunya," sahut Aris dengan kepala mengangguk-angguk. Nuri mengerutkan alisnya, mengapa ia merasa ada sesuatu yang dirahasiakan oleh ayahnya. Apakah ayahnya bermaksud menjodohkan dirinya dengan pria asing yang belum dia kenal? Tidak mungkin kalau dengan warga kampungnya karena mereka semua tidak ada yang mau bergaul dengannya. Mereka selalu menghindar dengan alasan malu karena pendidikan dan pekerjaan mereka tidak sebagus Nuri. Perbincangan dengan ayahnya membuat Nuri curiga. Ia tidak tahu mengapa, tetapi bukan kebiasaan ayahnya berbicara tentang dirinya yang belum memiliki kekasih. Ia tahu kalau ayahnya adalah pria yang selalu berpikir logis dan tidak akan terbawa arus apalagi dengan bisik-bisik tetangga yang tidak jelas. Nuri berusaha meninggalkan masalah statusnya yang menjadi pembicaraan warga sekitarnya. Kini ia sudah berada di gedung tempat kantornya berada, berusaha tidak membuat kesalahan di mata bos nya yang baru sebulan menggantikan ayahnya. Sebagai seorang karyawan dengan jabatan kelas menengah, Nuri tidak mungkin bertemu dengan pimpinan perusahaan yang mendengar namanya saja bisa membuat mereka saling pandang, tetapi hari ini...Nuri berada dalam situasi yang tidak bisa dihindari. Ia bertemu dengan Hans Abyan Fadhila. Sosok pria yang bisa mereka kenali dari foto yang berada di dinding ruang meeting.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN