Hari ini, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Alenia akan berkencan seharian dengan Jaehwa dan mereka berencana mengelilingi kota Seoul.
Jaehwa ingin mereka piknik di taman pada pagi hari untuk sarapan. Jadi Alenia menyiapkan keranjang piknik rotan dan mengisinya dengan makanan favorit Jaehwa: mi kacang hitam, pangsit goreng, sup rumput laut, kimchi, suyuk, dan beberapa potong sandwich serta sushi ikan tuna untuk camilan di jalan. Ah, tentu saja dengan beberapa kaleng minuman di kotak es. Tapi minuman dingin itu akan mereka nikmati jika sudah menjelang siang. Sedangkan untuk menemani sarapan mereka nanti, Alenia sudah menyiapkan teh rosella dengan gula batu dalam termos kecil bermotif beruang favoritnya.
Ia mengintip sekilas keluar jendela. Cuaca pagi ini sangat cocok untuk piknik. Lalu ia kembali berkutat pada barang-barang yang sudah ia siapkan sebelumnya dan semuanya lengkap, hanya perlu menunggu Jaehwa-
Tok tok tok
-datang dan mengetuk pintu kamar sewanya yang terletak di lantai 2.
Begitu pintu terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah boneka ulat bulu yang terikat dengan 2 buah balon besar berwarna biru navy dan hitam yang merupakan warna favorit mereka berdua.
"Happy anniversary, Sweetheart." Jaehwa tersenyum lebar, menyerahkan boneka itu pada Alenia yang mengernyit.
"Ulat bulu?"
Jaehwa mengangguk semangat. "Ulat bulu akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah suatu hari nanti. Kupu-kupu itu, adalah saat kita menikah kelak. Segalanya akan jadi lebih indah setelah menikah."
Alenia tersenyum lebar, menerima boneka ulat bulu itu lalu memeluk Jaehwa erat. "Happy secondversary, dear."
Tentu saja, 2 balon yang mengikat boneka itu adalah tahun jadi mereka yang kedua.
Jaehwa masih membalas pelukannya dengan erat saat berkata, "Sepertinya aku mencium sesuatu yang lezat."
"Tentu saja, aku menyiapkan semua makanan kesukaanmu."
Mata bulat Jaehwa berbinar. Ia melepas pelukannya dan merangkul Alenia ke dalam, membantu gadis itu membawa keranjang piknik dan kotak es sementara Alenia membawa termos lalu menaruhnya di bagasi mobil Jaehwa.
"Siap untuk perjalanan hari ini?"
Alenia terkekeh, membalas candaan Jaehwa dengan anggukan konyol. "Sangat siap, kapten!"
Maka dimulailah perjalanan hari itu.
Hanya perlu 10 menit naik mobil untuk sampai di taman tujuan mereka. Taman dengan air mancur di tengah dan pohon-pohon di sekelilingnya. Pada saat seperti ini, banyak yang pergi untuk berpiknik dan Alenia memilih untuk menggelar kain berpola kotak biru muda di bawah sebuah pohon dekat air mancur sementara di belakangnya Jaehwa menyusul dengan barang bawaan di tangannya.
"Aku benar-benar merindukan piknik seperti ini," desah Jaehwa sembari merebahkan diri di atas kain dengan kepala rebah di atas paha Alenia, matanya terpejam menikmati semilir angin pagi yang masih segar.
Alenia mengelus rambut Jaehwa dan sesekali menyisirnya dengan jari. "Bukannya bulan lalu kau piknik juga dengan teman-temanmu?"
"Piknik dengan teman-temanku tidak seimut dan semenggemaskan yang kau bayangkan, Sweetheart. Piknik dengan teman-temanku berarti bermain pasir di pantai, melempar teman di air, perang air, berlomba menyalakan api unggun dan bersaing membuat hidangan makan malam yang enak dengan bahan ala kadarnya. Sama sekali tidak ada santai-santainya seperti ini," ujarnya, masih dengan mata terpejam.
Alenia tertawa pelan, mengelus wajah lelaki yang rebahan di pahanya itu dengan lembut. "Pantas saja kulitmu jadi memerah begini."
Jaehwa terkekeh. Ia membuka mata dan menatap Alenia tepat pada manik matanya. "Aku tidak mendapatkan perawatan wajah sama sekali."
"Lalu aku harus melakukannya untukmu?"
"Tentu saja."
Alenia mencibir pelan, membuat Jaehwa terkekeh dan kembali memejamkan matanya lagi.
"Jika cuacanya seperti ini, aku jadi malas berkendara. Begini saja sudah terasa indah,” gumam Jaehwa.
Alenia menjawil hidung Jaehwa, membuka-tutup cuping hidungnya. "Tidak bisa. Pokoknya aku ingin keliling Seoul hari ini!"
"Baik, Nyonya Park."
--
Jaehwa benar-benar manja sekali hari itu. Makan saja ia ingin disuapi. Kalau bukan karena ini hari istimewa mereka, ia mungkin akan membiarkan Jaehwa karena tidak mau menyuapinya. Lagipula, wajah merajuk Jaehwa itu lucu. Lelaki tinggi itu akan mengerutkan bibirnya dengan alis mengerut sehingga tampak seperti karakter kartun si burung pemarah.
Dan kini Jaehwa menyetir dengan perasaan gembira. Ia terus-terusan menggenggam tangan Alenia, sesekali mengecup punggung tangannya, sesekali melepasnya untuk mengganti persneling sebelum menggenggamnya lagi.
"Dear?" panggil Alenia pelan.
"Yes, Sweetheart?"
"Liburan ini aku tidak akan pulang ke Thailand."
Jaehwa berdehem sambil mengangguk paham. "Kau sudah pernah mengatakannya."
"Itu karena aku mengambil sebuah tawaran pekerjaan untuk liburan ini."
Jaehwa menoleh sebentar ke arahnya, alisnya berkerut. "Apa tabunganmu habis? Aku bisa mengirimnya untukmu, kau tak perlu bekerja seperti itu. Kau akan kelelahan."
Mendengar itu, Alenia berpikir bahwa Jaehwa mungkin tak akan setuju dengan keputusannya kali ini.
Gadis itu menyanggah dengan gelengan. "Tabunganku tidak habis. Aku hanya ingin mengambil tawaran itu."
"Apa pekerjaan yang kau ambil?" Tanya Jaehwa lagi sembari menoleh sebentar.
"Pengasuh bayi."
Hening sesaat. Lalu ketika mobil yang mereka naiki berhenti di lampu merah, Jaehwa memfokuskan atensinya pada Alenia. "Pengasuh bayi? Kau serius, Sweetheart?"
Alenia mengangguk ragu. "Aku tau itu terdengar konyol untukku-"
"-tidak, itu sama sekali tak terdengar konyol." Jaehwa menyela dengan suaranya yang terdengar yakin.
"Kau serius?"
Jaehwa mengangguk mantap, sangat berbeda dari ekspektasi Alenia sebelumnya. "Tentu saja. Berapa lama kau akan bekerja?"
Dengan agak ragu, Alenia menyampaikan kesepakatan yang akan ia ambil dengan Nyonya Oh. "3 bulan, dan aku harus siaga 24 jam setiap harinya. Kita mungkin akan punya waktu tidak banyak selama liburan nanti."
Jaehwa tersenyum menenangkan. "Tak apa, Sweetheart. Aku bisa memahaminya."
Alenia menatap Jaehwa bingung karena lelaki itu menatapnya janggal.
Saat Alenia masih dengan kebingungannya, Jaehwa menepikan mobil saat mereka berada di atas jalur layang. Lelaki itu memutari mobil, membuka pintu di samping gadis itu dan menuntunnya keluar.
Di pagi menjelang siang ini, Alenia dengan terkejutnya menemukan bahwa Jaehwa sudah membawa puluhan ikat balon di belakangnya. "Aku ingin kau menerbangkan ini,” ujar lelaki itu.
Entah Jaehwa dapat balon-balon itu darimana, ia tak menyadarinya. Tapi tangan Alenia terulur menerima ikat pertama balon itu dan menerbangkannya. Sebuah gulungan kain yang terikat pada balon membuka ke bawah, menampilkan aksara yang ditulis Jaehwa.
Aku tak ingin berada dalam hubungan ini lagi.
Mata gadis itu memicing tajam. "Kau-" Ia nyaris kehilangan kata-katanya oleh perasaan marah yang membingungkan sampai Jaehwa memberinya ikatan balon kedua, dan Alenia kembali menerbangkannya sampai terbentang aksara milik Jaehwa dengan bunyi yang berbeda.
Aku bosan hidup seperti ini denganmu.
"-benar-benar…" Alenia menahan napasnya. Serius Jaehwa ingin mengakhiri hubungan mereka seperti ini? Di saat hubungan mereka baik-baik saja?
Jaehwa memberi ikatan ketiga -ikatan balon yang terakhir- dengan wajah datar. Dan begitu balon diterbangkan, Alenia rasanya ingin mengamuk saja.
Mari akhiri hubungan ini.
"Kau sendiri yang bilang bahwa aku manis, kan?" Jaehwa tersenyum miring. "Bahkan aku mengakhiri hubungan ini dengan manis."
Alenia Park nyaris tak bisa berkata-kata sedangkan balon kemarahan memenuhi dirinya, meledak. Ia tak ingin terlihat lebih konyol dengan bertanya 'kenapa?' 'kenapa?' dan 'kenapa?'
Jadi yang bisa ia lakukan adalah, menampakan dirinya sesungguhnya. Alenia Elizabeth Park yang tetap mempertahankan dagunya untuk terus tegak. "Baiklah kalau itu maumu," ujarnya dingin lantas berbalik, menyetop taksi yang kebetulan lewat dan untungnya kosong.
Saat ia mencuri lihat ke belakang, Jaehwa masih berdiri di tempatnya, menatap taksinya yang perlahan menjauh.
Di dalam taksi, Alenia menahan geramannya. "Park Jaehwa sialan!"
Ia tak percaya bahwa hubungan mereka berakhir dengan cara yang tak ia duga.
Awalnya, ia pikir hari ini akan jadi hari istimewa dalam hidupnya. Hari jadi mereka dan seharian akan mereka habiskan untuk keliling Seoul.
Awalnya, ia pikir Jaehwa akan memberinya kejutan menyenangkan dengan balon-balon itu seperti di film-film. Oh, tentu saja ia terkejut. Kejutan menyakitkan di hari istimewa itu.
Alenia meremas tas barunya dengan kasar, merasa konyol dengan tas itu dan merasa ingin membuangnya saat itu juga.
"Park Jaehwa sialan!" Ia kehabisan kata-kata selain segala umpatan kasar untuk lelaki itu.
2 tahun yang mereka jalani, itu tak berarti apa-apa untuk Jaehwa? Padahal Alenia selalu mengingat hal-hal kecil yang laki-laki itu lakukan dan menganggapnya berharga.
"Park Jaehwa sialan!"
Supir taksi itu akhirnya melirik Alenia lewat spion tengah, menatap prihatin tapi tak berani mengucapkan apa-apa karena penumpangnya itu tampak seperti ingin mencakar seseorang.
"Park Jaehwa sialan!"
Alenia menjambak rambutnya, berusaha mengenyahkan pikirannya yang dipenuhi oleh saat-saat indahnya dengan lelaki itu. Bahkan ia masih mengingat apa yang terjadi di taman tadi. Mereka piknik, tidak ada perdebatan apalagi pertengkaran, ia mengelus rambut Jaehwa, bahkan lelaki itu minta perawatan wajah padanya!
Lelaki memang begitu.
"Dasar pembohong!"
Supir taksi meringis.
"b******k!"
Alenia bahkan tak sadar bahwa ia sudah sampai di tempat tinggalnya. Ia membayar ongkos taksi dan melangkah gontai. Alih-alih menggunakan lift, ia memilih menaiki tangga dengan air mata mengalir sementara bibirnya mengumpat, kontras sekali dengan penampilannya yang terkesan lembut.
Ia membuka pintu kamarnya dan menatap kosong ke depan.
Anehnya, ada ratusan balon memenuhi langit-langit kamarnya dan Jaehwa berdiri di tengah ruangan, tersenyum penuh arti ke arahnya.
"Selamat datang di hubungan yang baru, Sweetheart."
Tolong sadarkan Alenia jika ia bermimpi.
--
[]