Shayna terbangun dengan kepala berat, seolah ada benda besar yang menekan pelipisnya. Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah gorden, membuat matanya menyipit. Ia memegangi kepalanya sambil meringis. Astaga… kenapa rasanya pusing begini? Ia melirik jam di dinding. Sudah hampir tengah hari. Pelan-pelan ia duduk di pinggir ranjang, rambutnya masih berantakan dan suaranya serak. Potongan kejadian semalam terlintas samar—keributan, suara tinggi, dan wajah orang-orang yang tidak ingin ia ingat pagi ini. Shayna menarik napas panjang lalu memaksa diri berdiri. “Ibuuu!” teriaknya dengan nada manja bercampur kesal. Sunyi. Tidak ada jawaban. Ia mengulang lebih kencang, “Ibu!” Langkah kaki terdengar dari koridor. Namun bukan ibunya yang muncul, melainkan nenek. “Ada apa, Shayna?! Kenapa k

