3. How It All Started

1337 Kata
*** Flashback Dunia itu berputar. Tidak selamanya kau berada diatas ataupun dibawah. Dengan kata lain, hidup-mu tidak akan makmur selamanya ataupun sebaliknya. Tetapi, lelaki tua seperti Richard Lee tidak pernah menduga jika perusahaan yang dia besarkan dengan susah payah berakhir pailit sehingga dia harus mengganti semua kerugian yang ia sebabkan. "Aku tidak memiliki apa-apa lagi." Dia berkata dengan suara yang tidak selantang biasanya. Munafik jika dia tidak merasa malu, tapi memang tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain mengemis. "Aku tidak peduli. Kau tetap harus bertanggungjawab!” Lawan bicaranya menjawab dengan suara yang begitu santai. Majalah bisnis yang sedang dia baca jauh lebih menarik dari pria tua yang hampir menangis di hadapannya sekarang. Well, andai saja 10 tahun yang lalu Richard Lee tidak memperlakukannya seperti sampah, mungkin Kai akan sedikit memiliki belas kasihan terhadap lelaki tua bodoh itu. Tapi bagaimanapun, dia bukan-lah orang baik hati yang akan memaafkan segala yang diperbuat Richard Lee terhadap kehidupannya. Lelaki itu melipat majalah-nya dan berdiri, mendekati Richard yang sudah berlutut dilantai marmer lantai 28 gedung megah ini. Demi apapun, dia tidak bisa sembunyikan tawa senangnya menyaksikan lelaki tua ini tidak dapat berkutik lagi. Pada akhirnya ketamakkan akan menghancurkan tuannya sendiri, bukan? "Sebenarnya aku sangat ingin melihat-mu menangis. Tetapi kurasa ini sudah lebih dari cukup." Dia menyeringai menyaksikan pria tua yang biasa berjalan dengan dagu terangkat tinggi itu menunduk dengan harga diri yang terinjak-injak, oleh orang sepertinya pula. "Baiklah, aku akan memberikan-mu penawaran." Richard mendongakkan kepalanya, menatap penuh harap pria muda yang berdiri tegap dihadapannya. Ayolah, dia sudah benar-benar tidak ada harapan lagi dan pria muda ini merupakan harapan terakhir untuknya. Jika tetap tidak berhasil, dia akan segera bunuh diri. Begitulah niat yang dia utarakan dalam hati sebelum tubuh kotornya memasuki ruangan CEO perusahaan besar itu. "Anak perempuan-mu, berikan dia untuk-ku dan aku akan membantu semua hutang-hutangmu. Aku juga akan menginvestasikan modal jika kau berniat membangun perusahaan baru." Mata sipit Richard yang kantung matanya sudah menghitam tentu saja terbelalak sempurna mendengar penawaran itu. Anak perempuannya bernama Clara, dia berumur hampir 27tahun. Dan penawaran itu berhasil membuat Richard yang nyaris purus asa tersenyum senang. Well, anak perempuannya itu ternyata berguna, bisa menolongnya di saat seterdesak ini. "Baiklah. Aku akan memberikannya pada-mu. Terimakasih. Terimakasih banyak." Dia bahkan memegang tangan Kai kemudian mencium-cium-nya pertanda dia begitu bahagia dengan bantuan yang akan diberikan anak itu, dan tentu saja berjuta terima kasih. Kai hanya menatapnya penuh rasa jijik. Oh ayolah, pria serakah ini memang sama sekali tidak berubah. Kai sempat berpikir bahwa dia begitu menyayangi anak perempuannya, ternyata tidak sama sekali, eh? Karena dunia itu berputar, maka tidak seharusnya kau berlaku sombong. ***** Clara mengetuk pintu apartemen sederhana itu dengan terburu-buru, kepalanya sesekali melihat ke-belakang dengan raut ketakutan, seperti sedang dikejar hantu. "Ada apa?" seorang lelaki tua membuka pintu itu dan menatap anak gadisnya dengan tatapan khawatir, atau hal itu lah yang di harapkan Clara. Gadis itu langsung masuk ke dalam sana dan mengunci pintu rapat-rapat. "Bagaimana bisa kau masih berada disini?" tanya ayahnya yang berhasil membuat Clara sedikit kaget. "Maksud ayah?" Ayahnya buru-buru menggeleng, "Apa yang terjadi pada-mu?" tanyanya basa-basi. Walaupun dia tahu pasti apa yang tengah menimpa anak gadisnya tersebut. "Aku seperti sedang diikuti oleh seseorang." Dia menjawab dengan wajah yang masih pucat pasih dan suara yang tidak terkontrol. "Kau selalu paranoid, Clara," ucap ayahnya tak acuh. Suara ribut mereka berdua membuat Juan terbangun dari tidur nyenyaknya. Anak lelaki kecil itu langsung berlari kearah mereka dan mendekap erat ayahnya. Beberapa minggu terakhir, Juan selalu dibuat ketakutan, entah itu karena ayahnya yang marah-marah, ibu-nya yang tidak tahu pergi kemana atau pria-pria berbaju hitam yang terus-terusan mengancam untuk membunuh ayahnya. Ditambah tempat tinggal baru mereka yang sama sekali membuatnya tak nyaman. Bayangkan saja, mereka hidup di rumah yang luas bak istana dengan perabotan lengkap dan tanpa kekurangan, lalu seketika harus kehilangan itu semua dan pindah ke tempat yang lebih kecil dan kumuh. Richard tersenyum hangat untuk putra kecilnya, "Tidak ada apa-apa lagi, sayang. Kakak-mu hanya sedikit berlebihan." Dia menenangkan Juan sembari menggendong pria kecil berkulit cerah itu. Salah satu alasan kenapa dia sama sekali tidak keberatan dengan tawaran Kai untuk membuang Clara, itu karena dia masih memiliki anak laki-laki, yang berkemungkinan besar jauh lebih berguna daripada kakak perempuannya. "Sebaiknya kau tidur sekarang, Clara." Clara membantah, selama ini dia selalu menjadi anak yang penurut untuk ayahnya. Itu tidak lebih karena dia takut dengan ancaman-ancaman yang ayahnya berikan untuknya. Dan dia muak dengan perbuatan ayahnya yang pilih kasih. Tetapi, saat ini sang ayah tidak bisa berbuat banyak lagi untuk membuatnya menjadi patuh, bahkan terhadap sesuatu yang tidak masuk akal sekali-pun. "Aku akan menginap di rumah Nathan." Clara kembali membuka pintu dan menutup-nya. Dia meninggalkan ayah serta adiknya tanpa perkataan lagi. "Kuharap kau bisa sampai ke rumah pacar-mu itu dengan selamat, putri-ku tersayang,” gumam Richard disertai senyum liciknya. Ketika Clara keluar dari gedung flat serderhana itu, tangannya ditarik kasar oleh seseorang dan belum sempat dia berteriak ataupun berontak, hidungnya lebih dulu menghirup banyak kloroform. Setelah dia membuka mata, dia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. End of Flashback **** Kai meminum sedikit demi sedikit americanonya, dia tidak terlalu menyukai kopi, akan tetapi dia belum mau tertidur walau tubuhnya sudah begitu lelah. Dia duduk di salah satu kursi living room rumah mewahnya, pikirannya mengingat seorang gadis yang dia kurung di sebuah rumah ukuran sedang jauh dari peradaban kota. Dia berhasil sekali lagi. Dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan sekarang. Dan Clara adalah salah satu yang ia inginkan sejak dulu. Belasan tahun yang lalu, Kai memang tak lebih dari seonggok sampah yang tak memiliki apa-apa. Seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dan bisa bersekolah di sekolah elit karena beasiswa. Dia jatuh cinta secara diam-diam dengan seorang anak orang kaya yang cantik, baik hati, pintar, gadis idaman satu sekolah. Walau alasannya jatuh cinta kepada gadis itu bukan karena hal-hal tersebut. Saat itu, dia begitu percaya bahwa cintanya begitu tulus dan murni, meskipun dia belum dewasa. Dia jatuh cinta sejak pandangan pertama dan harinya akan menjadi begitu indah jika matanya mendapati sosok gadis itu. Dia bahkan selalu berjanji dalam hati bahwa ia akan melakukan apapun untuk membuat gadis itu tersenyum dan bahagia. Beberapa saat setelahnya, terdapat sayembara bodoh yang menyatakan siapa-pun yang bisa memenangkan lomba balap kuda pada festival sekolah, akan menjadi pacar Clara. Sayembara itu dibuat oleh teman-teman dekat gadis itu. Entahlah, apakah dirinya sendiri setujuh atau tidak. Kai sama sekali tidak bisa menunggang kuda, dia belum pernah melakukan itu sebelumnya. Akan tetapi dia berkerja begitu keras hingga akhirnya bisa meminjam kuda seorang petani rakus dan berlatih begitu gigih. Tujuannya sama sekali bukan menjadi pacar Clara, dia hanya ingin menunjukkan pada gadis itu bahwa dia akan melakukan apa-pun untuknya. Kerja kerasnya terbayar. Dia berhasil memenangkan di peringkat pertama, tanpa ada yang menduga hal tersebut sebelumnya, peringkat di belakangnya adalah Marvin Louis, si pangeran sekolah yang sombong dan semua tahu dia juga memiliki rasa untuk Clara. Bagaikan sebuah scenario yang dirancang sempurna, mereka mengatakan bahwa yang akan menjadi pacar Clara adalah Kai dengan nada mengejek, penuh hinaan. Itu tidak mungkin terjadi sebetulnya. Dan benar saja, yang terpilih adalah Marvin Louis dengan alasan mereka berada dalam kelas social yang sama. Tetapi itu tidak terlalu menghancurkan hati Kai, hingga gadis itu sendiri-lah yang menolaknya mentah-mentah dan mempermalukannya didepan umum. Kai tidak pernah lupa sedikitpun perkataan-perkataan yang keluar dari bibir manis Clara. "Kau miskin, kau sama sekali tidak pantas denganku." "Apakah kau tidak punya kaca? Dasar tidak tahu malu." "Aku tidak mungkin menyukaimu. Apakah kau tidak sadar itu? Jadi berhenti menggangguku, pria miskin yang idiot." "Orang miskin adalah sampah. Tidak berguna dan tidak bisa melakukan apa-apa" Dan masih banyak lagi. Kai juga mengingat gadis itu tertawa dengan teman-temannya setelah mengatakan hal tersebut, tidak perduli sama sekali tentang perasaannya. Jadi, wajar jika sekarang dia sama sekali tidak perduli dengan perasaan gadis itu. Dia tidak lagi miskin, mendapatkan beasiswa kuliah di Stanford dan sudah di kontrak perusahaan-perusahaan besar semenjak masih kuliah, ditambah dia pernah mencicipi beberapa bangku direksi setelah sarjana. Dan sekarang-dia bahkan sudah menjadi Presdir dari sebuah perusahaan cabang Amerika yang berada di Korea. Sahamnya sudah dititipkan dimana-mana, oh tentu saja nasibnya berubah drastis. Dia melakukan semuanya masih untuk seseorang yang sama. Clara. Tapi dengan tujuan yang berbeda. Karena hanya dendam dan kebencian yang tersisa dalam dirinya. It started with a love. Then ended up with hatred ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN