Aurora sebenarnya tidak terlalu menyukai minuman beralkohol. Dia jarang sekali menyentuhnya, biasanya ia akan meminumnya pada acara khusus atau benar-benar frustasi berat. Terakhir kali Aurora meminum minuman beralkohol itu sendiri waktu ia mendapat undangan makan malam bersama kliennya. Dan itu juga sudah dua tahun lalu.
Rena memarkirkan mobilnya di parkiran khusus. Ia melihat Aurora yang sedang tertidur dengan pulas.
“Yah, beneran tidur,” ucap Rena pelan.
“Ra, Bu, Ra, Bu, sudah sampai nih,” ucap Rena pelan sambil mengguncang pelan lengan Aurora.
“Hmmm, sorry aku ketiduran.”
“Nggak apa-apa kok. Yuk kita turun, nanti lanjut tidur di apartemen kamu saja,” ucap Rena sambil memperlihatkan deretan giginya.
“Ah iya, kamu benar sekali. Ayo kita turun.”
Aurora dan Rena turun bersama. Rasa kantuk Aurora mulai hilang saat ia mulai melangkahkan kakinya ke arah lift.
“Kamu bisa minum kan? Malam ini kita minum ya,” ajak Aurora.
“Ok siap Bu,” ucap Rena sambil memberikan gestur hormat.
“Hahaha, nanti mandi dulu biar seger jadi nggak salah panggil saya Rara.”
“Iya siap,” ucap Rena sambil memberikan gestur hormat.
Aurora dan Rena masuk ke dalam apartemen. Aurora langsung mengunci pintunya dan mereka berdua masuk bersama.
“Kamu pakai kamar yang di atas saja. Samping kamar aku.”
Rena mengangguk. “Iya, terima kasih ya.”
“Sama-sama kamu naik saja dulu lihat kamarnya, bersih kok.”
“Iya saya yakin pasti bersih. Di ruang tamu saja tidak ada debu sama sekali,” ucap Rena sambil mengecek setiap sudutnya.
“Mata kamu awas sekali ya.”
“Sudah terbiasa saat di kantor. Jadi kalau ada debu setitik saja saya langsung membersihkannya.”
“Tidak sia-sia saya membayar kamu mahal.”
“Hahahaha, ya sudah saya mandi dulu ya. Nanti kalau sudah selesai saya langsung turun”
“Iya, saya juga mau mandi dulu.”
Aurora menuju kamarnya dan ia melemparkan tas kerjanya ke atas sofa yang ada di dalam kamar. Aurora langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.
Aurora sedang ingin menyenangkan dirinya sendiri setelah beberapa hari harus menghadapi keluarga Kevin dan juga pekerjaan yang bagitu banyak membuat Aurora jadi merasa sedikit lelah. Malam ini ia ingin sekali menikmati malamnya. Sesekali ia ingin menjadi nakal, tapi nakalnya di rumah saja ya. Tidak ada dalam kamus Aurora untuk bermabuk-mabukan sendirian di club malam. Ia tidak ingin terjadi sesuatu di tempat menyesatkan seperti itu.
Setelah selesai, Aurora mengambil piyamanya lalu ia mengenakannya dan ia langsung turun ke bawah lalu mencari wine yang masih ia simpan di dalam lemari pendinginnya.
“Ah, masih ada dua botol. Satu dulu deh. Sepertinya besok harus beli lagi buat stok,” gumam Aurora.
Aurora mengambil wine dan potongan buah yang ada di dalam lemari pendinginnya dan ia juga mengambil dua gelas wine lalu membawanya ke ruang televisi.
Aurora meletakan semua yang ia bawa ke atas meja lalu menatanya dan Aurora menuang winenya ke dalam gelas lalu ia menunggu Rena datang sambil mencari acara televisi yang bagus.
“Wah sudah siap saja, jadi malu saya datang terlambat.”
“Tidak apa-apa, slow saja. Lagi pula kita bukan di kantor jadi jangan terlalu kaku ya,” ucap Aurora yang sudah mulai meminum winenya.
Rena duduk di samping Auora, ia mulai menyesapnya perlahan-lahan red wine yang terasa manis itu. Manis di mulut dan sedikit hangat di dalam tubuh.
Aurora benar-benar menikmati malam ini, ia ingin sekali melupakan semua yang terjadi di dalam hidupnya. Tapi apa daya, ia hanya seorang manusia yang lemah. Aurora harus menjalankan hidupnya demi membahagiakan orang-orang yang mencintainya.
Kedua mata Aurora sudah sayu dan ia melihat Rena yang sudah mabuk berat. Rena sudah tertidur di atas sofa miliknya.
Aurora tersenyum. “Baru juga dua gelas sudah mabuk,” ucap Aurora lalu ia kembali menyesap wine miliknya. Aurora menonton film romance yang ia putar tadi. Melihat adegan mesra membuat dirinya merasa iri. Kapan ia akan memiliki seseorang yang akan mencintainya dengan tulus dan menerima dia apa adanya.
Setengah sadar, Aurora menuju ruang ganti pakaiannya. Ia mengambil selimut tebal untuk Rena dan menyelimuti tubuh ramping sekretarisnya itu. Aurora mematikan televisinya dan ia menuju kamar.
Aurora masuk ke dalam kamar dan ia melihat foto kedua orang tuanya yang sedang memeluknya dengan erat. Aurora mengambilnya lalu ia menatapnya sejenak.
“Papa, Mama. Rara rindu …” ucapnya lirih. Aurora memeluk fotonya dengan erat dan buliran air mata mulai berjatuhan. Aurora mencoba untuk memejamkan kedua matanya dan lama kelamaan ia larut ke dalam alam mimpi.
Esok hari.
Rena mulai membuka kedua matanya dan ia melihat sekelilingnya dengan mata yang sedikit terbuka. Rena merasakan sakit kepala yang begitu hebat dan ia mencoba untuk bangun.
“Selimut?” gumamnya lalu Rena melipatnya dan ia langsung menuju dapur. Rena membuka lemari pendinginnya dan melihat ada bahan apa yang bisa ia masak untuk bosnya itu.
Ini sebenarnya salah satu yang membuat Rena sungkan. Ia bingung harus berbuat apa di apartemen bosnya ini. Mau bersih-bersih, setiap hari ada yang membersihkannya. Mau masak ada catering yang mengantarkan makanan jika Aurora berada di apartemennya.
“Sepertinya harus belanja, tidak enak jika harus memakan masakan catering, sama saja aku manyusahkan Rara. Di bawah ada supermarket. Aku ke sana dulu saja deh sambil menunggu si bos bangun,” ucapnya.
Rena menuju kamar mandi dan ia mencuci wajahnya. Rena mengambil dompet dan ponselnya lalu ia bergegas menuju lobby apartemen.
Di sisi lain.
Kevin membuang semua berkas dan laptop yang ada di atas meja kerjanya yang ada di dalam rumahnya. Kevin stress saat ia mencoba menghubungi istri kesayangannya berkali-kali tapi nomor Mikaila selalu saja tidak aktif.
Kevin mencoba menenangkan dirinya sendiri sambil menatap serpihan laptop miliknya yang pecah.
Kevin memijat keningnya lalu ia menatap foto dirinya yang sedang memeluk mesra istrinya.
“Kenapa sekarang kamu berubah? Waktu itu kamu bilang padaku kalau kamu tidak akan membuatku kecewa. Tapi kenapa kamu sangat sibuk sekarang?” ucapnya dengan nada yang penuh dengan emosi.
Kevin terus memikirkan istrinya yang sedang sibuk syuting di luar kota. Ia sangat merindukan Mikaila yang baru saja meninggalkan dirinya. Hatinya benar-benar tak ingin berada jauh dari istrinya itu.
Berbeda dengan Kevin yang selalu memikirkan istrinya. Di sana Mikaila justru sibuk dengan sutradaranya. Ia sibuk menyerahkan tubuh seksinya ke sutradara yang sudah mengangkat namanya hingga membuat Mikaila menjadi aktris yang sangat terkenal.
“Waahhh, hadiah lagi untukku?” tanya Mikaila manja.
“Iya untuk kamu sayang,” ucap Mike (sutradara yang cukup terkenal di dunia hiburan.)
“Thank’s Mike, jadi makin cinta sama kamu.” Mikaila yang berada di pangkuan Mike langsung melahap bibir lelaki paruh baya ini. Menurut Mikaila, kesempatan ini tak boleh ia sia-siakan. Selain mendapatkan nama yang tinggi, ia juga mendapatkan uang yang banyak dari sang sutradara ini.
Mikaila sungguh licik dan jahat, ia bahkan tidak memperdulikan suaminya yang sedang menunggunya pulang setiap saat. Bagaimana jika Kevin mengetahuinya?
Bersambung