Prosecution | Chapter 1

1986 Kata
Empat tahun kemudian, London.             “Aku benci udara malam.” Chrissy memeluk tubuhnya sendiri. Giginya sedikit bergemeletuk, menimbulkan bebunyian kecil. “Apa kau sudah berhasil menemukan undangannya?” tanya Chrissy, pada Liam yang sedang mengobrak-abrik isi map biru yang diletakkan di kursi belakang.             “Aku ingat aku menaruhnya di sini—ah! Ini dia!”             “Puji Tuhan!” Chrissy melemparkan kedua tangannya ke udara. “Aku hampir saja mati kedinginan,” katanya, berjalan memutari setengah mobil menuju Liam yang baru saja mengunci mobilnya.             Liam memasukkan kunci mobil ke saku celananya, sambil mengedarkan pandangan ke seluruh mobil yang terparkir di dekat mereka. “Kita datang terlambat sepertinya. Maafkan aku, seharusnya kalau tadi kita mengambil jalan memutar, kau tidak perlu berjalan jauh ke sana.”             Chrissy mengikuti arah pandang Liam menuju mansion besar yang dibangun megah di tengah-tengah lahan besar, yang terpisah beberapa ratus meter dari tempat mereka berdiri sekarang. “Tidak. Aku akan menyalahkan Tuan Rumah yang mengundang terlalu banyak orang, sampai-sampai lapangan parkirnya tidak bisa lagi menampung mobil-mobil para tamu yang datang. Kalau itu Daddy, Mom akan protes habis-habisan dan mereka berdua pun bertengkar. Untung saja, Daddy bukan tipikal orang yang gemar mengundang banyak orang untuk berpesta seperti ini.”             “Aku tidak yakin Daddy-mu tetap menjadi orang yang sama seperti yang kau bilang barusan, kalau undangan pestanya menyangkut pernikahan putri pertamanya. Dia akan melakukan hal yang sama.”             Chrissy merasakan jantungnya berdebar sedikit berlebihan saat Liam mulai membahas topik tentang kelanjutan hubungan mereka. Seperti yang dikatakan Helen, hanya menunggu waktu sampai Liam meresmikan hubungan mereka berdua dan melamar Chrissy di depan kedua orangtua mereka.             Sejak awal perjodohan, meskipun sudah jelas Liam telah menjadi tunangan Chrissy. Kedua orang itu sepakat untuk tidak benar-benar melekatkan status itu pada diri mereka masing-masing. Hubungan mereka benar-benar akan menjadi resmi, hanya jika Liam melamar Chrissy atas keinginannya sendiri nanti.             Dan sejauh ini, dengan kedekatan yang terjalin di antara mereka selama empat tahun. Tidak ada satu alasan pun yang muncul, yang mampu membuat Chrissy menolak perjodohan mereka. Liam adalah pria yang baik, dan Chrissy selalu merasa senang saat menghabiskan waktu bersama pria itu. Jadi, itu merupakan pertanda yang bagus.             Setelah berjalan cukup lama sambil menahan dingin angin, Chrissy dan Liam memasuki mansion. Chrissy merasa lega saat kehangatan menerpa kulit lengannya yang tidak tertutupi kain. Kelegaan itu berbaur dengan rasa takjub akan dekorasi pesta yang terlihat begitu semarak, namun berkelas. Tentu saja ini bukan pertama kalinya Chrissy menghadiri pesta. Hanya saja, dibandingkan pesta-pesta sebelumnya, Chrissy berpikir ia tidak merasa keberatan kalau pun harus pulang sedikit terlambat dibanding biasanya.             “Chrissy, pakai ini.” Liam menyodorkan topeng berwarna putih dengan renda senada yang mengelilingi pinggiran topeng.             Chrissy menerima topeng itu, lalu segera memakainya. Sementara Liam mendapatkan topeng berwarna hitam polos tanpa aksen apapun.             “Wow... ini pertama kalinya aku pergi ke pesta topeng.” Liam berseru. Tapi suaranya tenggelam oleh alunan lagu yang bergaung di seisi hall mansion ini.             ke satu arah, Chrissy menemukan Hazel yang sedang berdiri di dekat tangga. Wanita itu sama sekali tidak mengenakan topeng miliknya. Ia membiarkan topeng itu terjuntai di leher.             “Liam, apa kau tidak keberatan kalau aku meninggalkanmu sebentar? Aku akan ke sana.” Chrissy menunjuk Hazel yang belum menyadari kehadirannya. Pandangan wanita itu terlihat kosong, merujuk ke satu arah yang tidak bisa diikuti Chrissy. Entah dia sedang memandangi sesuatu, atau seseorang, atau mungkin hanya melamun.             “Hazel? Kebetulan sekali dia ada di sini juga. Kau bisa bersenang-senang dengannya, Chrissy. Aku ada di meja pria-pria keren itu kalau kau membutuhkanku.” Liam menunjuk ke arah sekumpulan pria yang duduk-duduk di kursi, membentuk pola bundar mengikuti meja yang berada di tengah-tengah mereka.             Chrissy menunjukkan tanda mengerti dengan memiringkan kepalanya, seraya mengedipkan sebelah mata dan tersenyum. Mereka berdua pun berpisah, Liam menyeruak berjalan di antara kerumunan orang di lantai dansa, sementara Chrissy menghampiri Hazel.             “Aku tidak tahu kalau kau diundang juga.”             Hazel menoleh, mengernyit seolah merasa terganggu.             “Ini aku.” Chrissy membuat sedikit celah pada topengnya.             Kedua mata Hazel membulat lebar. “Aku hampir saja meludahimu karena bersikap sok akrab,” katanya. “Kau ke sini dengan siapa? Liam?”             “Yeah, dia ada di tengah-tengah sana bersama teman-temannya.” Chrissy mengangkat kedua bahunya.             “Aku baru saja sampai di bandara setengah jam yang lalu dan bergegas ke sini. Pemotretan di Roma memakan terlalu banyak waktu dari yang ku duga. Aku bahkan tidak sempat mengganti bajuku dengan kostum yang lebih baik. Kalau bukan karena si mempelai wanita itu teman baikku di highschool dulu, aku tidak akan seperti ini.”             “Oh, ayolah, Haze. Kau masih tampak mengagumkan dengan baju itu,” ujar Chrissy, mencoba menghibur Hazel yang selalu terlalu perduli dengan penampilannya. “Seharusnya kau memberitahuku kalau ini pernikahan temanmu. Paling tidak aku bisa pergi bersamamu, menjemputmu di bandara dan—“             “—dan pergi bersama tunanganmu itu? Tidak, terima kasih. Kau tahu aku paling benci menjadi nyamuk yang berkeliaran di sekitar orang yang berpacaran.”             “Kami tidak berpacaran, Haze.”             “Oh, yeah?” Hazel memutar kedua bola matanya, jengah. “Apa kau lupa insiden dua bulan yang lalu, saat aku pulang lebih dulu ke rumah dan kau sama sekali tidak menyadarinya karena asyik berduaan dengan Liam?”             “Kau masih ingin membahas pesta kebun Bibi Ritha?” Chrissy menepuk keningnya, menggelengkan kepala, saat mengingat bagaimana Aram mengomelinya karena Hazel mengadu pada pria itu. “Seingatku, aku sudah meminta maaf lebih dari dua puluh kali untuk apa pun yang terjadi di hari itu, Haze. Kau masih menaruh dendam? Kau tahu mendendam itu tidak baik, kan?”             “Menurutku itu cukup baik untuk bisa menyadarkanmu, Sy. Cukup sekali itu saja aku merasakan ketidakadilan dan aku tidak ingin ada kali kedua yang sama. Jadi, aku menolak kalau-kalau kau mau mengajakku bepergian bertiga dengan Liam lagi,” jawab Hazel, mengambil satu gelas sampanye dari seorang pelayan yang berjalan ke arah mereka, menenggak seluruh isinya dalam satu tegukan besar, dan menaruh gelas kosongnya kembali ke atas nampan yang dibawa pelayan itu. “Come on, Sy!”             “Come on what?” Chrissy terlihat bingung saat Hazel menarik tangannya, menuntunnya menerobos kerumunan. “Kau mau membawaku ke mana?”             Hazel mengedipkan sebelah mata. “Guess where...”   ***             Entah apa yang merasuki pikiran Chrissy, sampai-sampai ia menerima ajakan Hazel untuk bergabung di lantai dansa. Mungkin karena Liam juga memutuskan untuk ikut. Hazel bilang ini sesi dansa berpasangan yang sedikit berbeda. Masing-masing akan berganti pasangan, dengan kata lain, ini sama saja dengan membiarkan diri kita berdansa dengan orang asing. Menurut Hazel ini menyenangkan, tapi Chrissy sedikit ragu. Namun, memikirkan kesempatan untuk bisa berdansa dengan Liam pertama kalinya, berhasil menghilangkan keraguan Chrissy.             Chrissy bersabar, menunggu sampai tiba gilirannya berdansa dengan Liam. Beberapa kali ia mencuri pandang, memastikan tersisa berapa orang lagi hingga tiba gilirannya berdansa dengan Liam. Kemudian, setelah menunggu beberapa menit lamanya, Chrissy mendapatkan apa yang sudah ia tunggu.             “Kau tahu? Aku beberapa kali hampir menginjak kaki pasangan-pasanganku sebelumnya,” Chrissy mulai berceloteh. “Sepertinya aku harus mengakui kalau kau lebih mahir berdansa dibandingkan aku—ah!” Chrissy terkesiap, saat Liam menarik pinggangnya tiba-tiba ke tubuh pria itu. Chrissy merasakan kedua pipinya merona saat Liam membalas pandangannya dengan tatapan yang intens melebihi cara pria itu biasa memandangnya. Apakah malam ini akan ada kemajuan dalam hubungan mereka? Chrissy benar-benar berharap.             Terpaku pada tatapan mata Liam, Chrissy memutuskan untuk tidak berbicara lagi. Ia menghayati setiap gerakan mereka.             Chrissy berusaha menahan perasaan kecewanya, saat waktu berganti pasangan tiba. Tapi di luar dugaan, Liam sama sekali tidak menghentikan tarian mereka. Pria itu terus merengkuh Chrissy dalam dekapannya, melakukan perputaran, dan ketika Chrissy sadar... mereka sudah tidak berada di tengah lantai dansa lagi.             Liam membawa Chrissy ke sudut ruangan, masuk ke balik tirai jendela berwarna marun gelap. Bentuk jendela yang cembung ke luar, membuat celah di balik tirai itu terlihat seperti ruang kecil tersembunyi. Di sini, Chrissy membayangkan tirai itu adalah pembatas antara hiruk pikuk pesta, dan keintimannya bersama Liam.             Chrissy memejamkan matanya saat Liam mengusap pipi kanannya lembut. Jemari pria itu terasa kasar sekaligus panas, tapi usapannya terasa begitu menenangkan. Perlahan, tangan Chrissy bergerak ke atas, menyentuh punggung tangan Liam, menyuruh pria itu agar tidak menjauhkan tangannya dari sana.             Kedua mata mereka kembali bertemu.             Embusan napas Liam menerpa wajah Chrissy, dan semakin lama embusan itu semakin terasa. Jantung Chrissy berdetak semakin kencang pada setiap jarak yang mulai menghilang antara dirinya dan Liam.             Ketika bibir mereka berdua bertemu, Chrissy masih mengira ini mimpi. Dan anggapan itu segera berubah setelah Liam menciumnya lebih dalam.             Chrissy hanya bisa meresponsnya dengan suara-suara yang tidak jelas, sementara gelombang kenikmatan mulai terbentuk di dalam dirinya. Semua yang terasa asing itu terasa begitu menyenangkan dan menantang bagi Chrissy. Bahkan ketika Liam mulai menyibak gaun pestanya ke atas paha, Chrissy sama sekali tidak keberatan. Wanita itu seperti tersedot oleh pusaran kenikmatan yang s*****l.             Membayangkan apa yang akan dilakukan pria itu setelah ini, Chrissy menggigit bibir bawahnya. Sebut saja dia liar dan terlalu kelewat batas, tapi... ini bukan soal harga dirinya yang perawan. Ini tentang hubungannya dengan Liam. Bukankah ini memang sudah saatnya?             Suara ritsleting celana yang terbuka terdengar nyaring di telinga Chrissy. Mungkin karena ia terlalu fokus pada atmosfir yang menyelubungi mereka berdua, sampai-sampai suara musik yang kencang tidak menghalangi pendengaran Chrissy untuk tahu bahwa Liam telah mempersiapkan diri.             Chrissy memakai g-string tali yang bisa dilepaskan dengan mudah. Setelah kain tipis itu terlepas, Liam mengangkat sebelah paha Chrissy, seraya menyandarkan punggung gadis itu ke jendela yang terkunci.             Ketika Chrissy merasakan sesuatu yang panas menyentuh muara selubung intimnya, tubuhnya bergetar. Ia hampir saja terjatuh kalau bukan karena Liam menggerakkan tangannya menopang b****g Chrissy dengan telapak tangan.             Chrissy melingkarkan lengannya di leher Liam. Pria itu mulai memosisikan diri, sementara bibirnya mulai memagut bibir Chrissy. Sedetik setelahnya, Chrissy merasakan hujaman yang menyakitkan di bawah sana. Ia pun memekik, namun suaranya tenggelam dalam pagutan Liam padanya. Sama sekali tidak memberi kesempatan agar Chrissy terbiasa, Liam terus bergerak, menghujam dengan tempo yang keras dan cepat.             Chrissy terengah-engah. Ia baru saja kehilangan ‘mahkotanya’, dan ia tidak menyesal. Rasa sakit yang menyergapnya pun mulai menguap seiring kelembaban di bagian intimnya menguat.             Forgive me, God... but this is absolutely insane....             Rasanya sangat takjub merasakan Liam memenuhi dirinya. Chrissy mengulurkan tangan, menangkup pipi Liam sambil menatap ke dalam mata hitam itu. “Aku mencintaimu.”             Liam mencium Chrissy lagi, napasnya mencuri napas Chrissy.             Merasakan kebahagiaan, Chrissy membiarkan dirinya terseret oleh gelombang kenikmatan yang lebih dalam. Wanita itu mengerang saat merasakan sesuatu meledak di dalam dirinya, bergelung bersama kenikmatan lain dari Liam yang mengisi selubung intimnya.             Tubuh Chrissy merosot perlahan. Liam menahannya, seraya merapikan gaun Chrissy yang sedikit berantakan karena ulahnya. Barulah kemudian, pria itu merapikan dirinya sendiri.             Chrissy berbalik badan, menatap ke luar jendela, mengamati bulan yang bersinar terang dan sedang dalam posisi tinggi. “Liam, aku....” Chrissy menoleh ke belakang, mendapati Liam sudah tidak berada di posisinya semula. “Liam?”             Chrissy menyibak tirai, membuat celah yang cukup untuk dia bisa keluar dari sana dengan leluasa. Ia berjalan cepat menyeruak kerumunan yang sepertinya sama sekali belum berkurang, dan malah semakin bertambah memenuhi lantai ini. Kedua kakinya masih bergetar, tubuhnya belum benar-benar mendapatkan seluruh kekuatannya setelah ‘keajaiban’ yang terjadi antara dia dan Liam tadi.             Di saat Chrissy merasa hampir putus asa. Sebuah tepukan keras di bahunya membuat wanita itu menoleh ke belakang.             “Liam!” Chrissy merasakan kelegaan membuncah keluar dari dalam dadanya saat berhasil menemukan Liam. “Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Apa aku melakukan kesalahan?”             “Kesalahan? Kesalahan apa maksudmu? Aku tidak pergi ke mana-mana. Aku justru mencarimu. Aku melihatmu berdansa di sini, lalu kemudian kau menghilang.”             Semburat merah di wajah Chrissy mendadak sirna. Hatinya diliputi selubung kelam yang tak terlihat. Bibirnya bergetar dan kedua kakinya seperti kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya sendiri.             “K-kau—kau tidak ikut berdansa?”             “Dansa? Sejak kedatangan kita ke sini, aku menghabiskan waktu mengobrol dengan teman-temanku di pojok sana. Bukankah aku sudah mengatakannya padamu?”             Di detik itu juga, Chrissy kehilangan kesadarannya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN