Part 01 : Jerit Malam

2084 Kata
______________________________________ FANFICT_OBSESSION PART 1 : JERIT MALAM ______________________________________ "AAAAAAAAAA........" Malam ini semua di kejutkan dengan teriakkan yang menjadi keributan orang-orang yang sudah terlelap tidur. Pintu kamar asrama hampir semuanya terbuka, dengan para penghuni yang bertanya satu sama lain pada orang-orang yang ikut juga keluar. Teriakkan itu sangat keras, benar-benar memecahkan keheningan malam yang sangat dingin. "Semuanya kembali masuk kedalam kamar kalian, dan jangan ada yang keluar." Yang lain mulai kembali berbondong-bondong masuk kedalam, walaupun rasa penasaran mereka sangat tinggi, tapi lebih baik mengalah dan menunda rasa penasaran itu. Rassya yang terakhir menutupi pintu kamarnya, berbalik melihat kedua temannya yang sudah duduk di tempatnya. "Kalian dengar teriakan itu bukan, benar-benar menakutkan." Rassya berjalan pada tempat duduknya, bersila sambil memeluk bantal. Fateh mengangguk setuju apa yang di katakan Rassya, malam ini memang sangat menakutkan, tidak dengan Alwi yang terlihat tenang untuk menghadapi keadaan ini. "Ini sudah jam 12 malam, kok bisa ada teriakkan seperti itu." Rassya kembali bertanya pada kedua temannya, walaupun Rassya sudah yakin tidak akan ada jawaban dari keduanya. "Apa hantu suka berteriak?" Fateh menatap Alwi, seolah Alwi tahu apa yang sedang ia tanyakan. "Berhenti melihat aku seperti itu, aku juga tidak tahu, apakah itu suara hantu atau bukan." Alwi tahu dengan tatapan yang di berikan Fateh untuknya, bukan karena dirinya bisa melihat hal seperti itu, tapi Alwi adalah satu-satunya orang yang serba tahu akan hal itu, karena bacaan yang sering dibaca juga kebanyakan hal-hal yang berbau horor dan mistis. "Kau pasti sudah banyak tahu tentang hal seperti ini." Rassya kini mendesak, agar Alwi bisa menjawab pertanyaan Fateh. "Jangan pernah mengaitkan hobi membacaku dengan keadaan seperti ini, karena setiap aku membaca cerita, tidak ada hantu yang berteriak." Kesal Alwi. "Lalu itu suara apa, apa jangan-jangan ada pembunuhan, seperti di TV ada orang yang berteriak karena melihat orang yang mati." Ucap Fateh dan mungkin ini bisa di masuk akal. "Berarti ada pembunuhan berkeliaran disini." Rassya langsung melompat dari tempat tidurnya menuju tempat Alwi, ikut duduk di samping Alwi sambil memeluk Alwi dari samping. "Jangan bodoh Rassya, ini itu sekolah, mana mungkin ada pembunuhan." Alwi melepaskan kedua tangan Rassya yang memeluknya dan menatapnya tajam. Rassya menurut lalu berpindah duduk pada tempat Fateh, walaupun Fateh sama seperti dirinya penakut, setidaknya Fateh tidak akan menatap dirinya dengan tajam seperti Alwi yang melakukannya "Aku jadi penasaran, mau melihat keluar." Ucap Fateh sambil menatap pintu kamarnya, tapi malah dapat pukulan pelan dari Rassya. "Sana keluar saja, semoga kau di tangkap sama hantu ataupun monster yang saat ini berkeliaran di luar." Kesal Rassya mendengar ucapan bodoh dari Fateh, disaat semua sedang ketakutan, ini malah mau keluar, karena penasaran "Rassya, sakit tahu." Fateh juga ikut kesal, kenapa dengan ucapannya, apakah ada yang salah. "Lebih baik kita tidur saja, menunggu besok pagi, pasti kita akan mendapatkan informasi kejadian malam ini." Ajak Alwi pada kedua teman penakutnya, sambil merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang sangat empuk dan nyaman. Hanya ada Fateh dan Rassya yang masih duduk satu kasur bersama, mereka saling melihat. "Ini kasurku." Ucap Fateh. "Aku tidur disini ya, sekali saja, aku takut untuk tidur sendiri." Pinta Rassya sambil menarik tangan Fateh agar mengabulkan permintaannya. "Sempit, mana cukup buat tidur berdua." Fateh melepaskan tangan Rassya secara sepihak, lalu mendorongnya, untuk menjauhi tempat tidurnya. "Ini cukup buat berdua Fateh." Rassya menyuruh Fateh untuk melihat kasurnya, yang memang sangat mungkin untuk di tiduri dua orang. "Tidak mau, sana cepat pergi kekasurmu." Fateh berhasil menjauhkan Rassya dari tempat tidurnya. Rassya mendekati Alwi, semoga Alwi mau diajaknya, tapi tatapan Alwi seolah menjawabnya untuk meninggalkan tempatnya. Rassya tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia mendekati tempat tidurnya yang memang delta dengan pintu, Alwi berada di tengah, dan Fateh berada di ujung dekat jendela. "Alwi...." Panggil Rassya, memastikan apa teman sekamarnya sudah tertidur apa belum. "Hmmmmm..." "Teh..." Rassya tidak mendengar Fateh merespon ucapannya. "Kamu sudah tidur ya Teh." Ucap Rassya kembali. Rassya coba bangun dari tidurnya, melihat kearah Fateh yang memang sudah terlihat memejamkan matanya. Rassya kembali berbaring, menutupi tubuhnya dengan selimut, dan berusaha memejamkan matanya. Keadaan kembali hening dan sepi, bahkan mungkin suara air yang menetes juga akan terdengar cukup keras, jauh dari tempat mereka tertidur, seseorang terlihat menyeret tubuh lemas di sepanjang koridor sekolah dalam keadaan gelap. Masih lengkap dengan pakaian seragam yang di pakainya, baju kemeja putih polos dengan lambang sekolah di samping kirinya, celana panjang putih kotak-kotak yang sudah terlihat kotor, karena bergesekan dengan lantai, sepatu yang terpasang sebelah, dan kepala yang tertutup kain hitam dengan tali yang terlihat mengikat lehernya. -----_____----- Tempat sarapan pagi ini, di penuhi dengan topik-topik kejadian semalam yang menghebohkan seluruh siswa. Rey yang saat ini masih berdiri di depan pintu, mencoba mencari teman sekamarnya yang meninggalkan dirinya sendirian di kamar. Saat setelah ia melihat, dengan cepat Rey berlari untuk mendekati Betrand yang sudah membual dengan teman-teman sekelasnya. "Lo benar-benar tega Betrand, ninggalin Gue di kamar sendirian." Rey langsung duduk di tempatnya, sambil menyambar minum milik Betrand karena kehausan sehabis berlari dari kamar sampai tempat sarapan yang memang cukup jauh. "Gue bukan ninggalin, tapi Lo nya aja yang kelamaan." Kesal Betrand, dirinya pergi duluan, karena Rey sendiri yang sangat lelet sekali dan tidak bisa bertindak dengan cepat, seperti dirinya. "Biasanya juga Lo suka nungguin Gue, tapi kenapa sekarang Lo berani keluar duluan tanpa Gue." Rey melakukan pembelaan, ia tahu sifatnya Betrand maka ia juga tahu, mana mungkin Betrand meninggalkannya. "Karena Gue benar-benar mau tahu informasi pagi ini, ada apa sebenarnya yang terjadi semalam." Jawab Betrand alasan dirinya meninggalkan Rey sendirian di kamar. Apapun alasannya, Rey tidak membenarkan dari perlakuan Betrand yang meninggalkan dirinya. "Terus Lo sudah tahu sekarang, dengan kejadian semalam?" Rey menatap Betrand, dan beberapa temannya juga menganggukkan kepalanya, karena penasaran apa Betrand sudah mendapatkan informasi itu. "Kayaknya ini hanya baru Gue saja yang tahu, jadi tolong lebih merapat lagi, agar yang lain tidak mendengarnya." Ajak Betrand pada teman-temannya. Mereka menurut dan mengikuti yang di perintahkan Betrand. "Gue sengaja, pagi ini Gue tidak mandi di area tingkat 2, Gue memilih mandi di tingkat 3." Rey memukul kepala Betrand pelan, sungguh nekat temannya ini, sampai melakukan hal gila seperti ini. "Terus Lo dapat informasinya?" Tanya Daud. Betrand mengangguk dengan cepat. "Suara semalam memang selalu muncul 2 tahun sekali, dan Lo tahu itu suara apa?" Mereka kompak menggeleng dengan cepat karena tidak tahu. "Itu adalah suara perempuan, angkatan ke 3 sejak sekolah ini di dirikan, dan sampai sekarang perempuan itu tidak pernah di temukan." Mereka menelan ludahnya, apakah yang di ucapkan Betrand itu adalah benar atau hanya omong kosong saja. "Lo jangan ngada-ngada ya, kalau ada yang dengar ini, bisa-bisa mereka pada takut sekolah disini." Rey melihat kebelakang, banyak orang-orang yang masih sarapan, tapi terlihat santai dan biasa saja. "Gue sudah cerita dengan serius, di bilang ngada-ngada, Lo maunya apa si Rey." Betrand menatap Rey, dirinya mati-matian mencari berita ini, tapi malah di anggap ngada-ngada. "Hehehe sorry." Betrand kembali mengajak mereka buat berkerumun lagi. "Pokoknya kita harus hati-hati, karena teriakkan itu akan memakan korban selanjutnya." Mereka semua kompak terkejut, Rey menelan ludahnya, mendengar ucapan Betrand membuat tubuhnya merinding, begitupun dengan kedua temannya, yang lebih duduk seperti biasa, tidak ikut berkerumun. Betrand rasanya ingin tertawa, dirinya benar-benar berhasil membuat teman-temannya ketakutan seperti ini. "Hahahaha... haha..." Tawa Betrand cukup keras, mengundang perhatian orang-orang yang kini mulai menatapnya, Rey dibuat terkejut, dengan sikap Betrand yang mentertawakannya, berarti dirinya telah dibohongi, begitupun dengan dua temannya. "Betraaaand..." Betrand langsung berlari keluar, Rey mengejarnya sedangkan kedua temannya hanya bisa menggelengkan kepalanya, ucapan Betrand benar-benar tidak bisa di percaya. "Brukkkkkk..." Betrand terjatuh, begitupun seorang perempuan yang tidak sengaja di tubruknya, yang kini sedang merintih kesakitan. Rey ikut berhenti dan melihat kejadian di depannya, bukan karena Betrand yang terjatuh, tapi sosok perempuan yang sedang membantu temannya yang bertubrukan dengan Betrand. Wajah putih dan senyumnya, benar-benar mengalihkan perhatiannya, ini adalah kali pertama ia bertemu dengan perempuan itu, dan Rey pikir, bahwa perempuan itu adalah siswa tingkat satu yang sudah 2 bulan ini bergabung dengan sekolahnya. "Reeeey, bantuin kenapa." Rey tersadar dari lamunannya, dan segera membantu Betrand untuk berdiri. "Sorry." Betrand mendengus sebal, melihat siapa yang ia tubruk yang ternyata seorang perempuan. "Kau tidak apa-apa." Betrand mendekat, sambil menanyakan keadaan perempuan yang baru saja ditubruknya. "Tidak apa-apa Kak." Jawabnya. "Serius, kalau ada yang sakit, aku bantu ke ruang kesehatan ya." Tawar Betrand merasa tidak enak, karena ulahnya, perempuan itu terlihat kesakitan. "Kamu yakin Alifa." Perempuan itu namanya Alifa, yang terlihat mengangguk. "Iya Sandrinna, aku tidak apa-apa kok." Rey tersenyum, sekarang ia tahu, namanya sangat cantik, seperti orangnya, membuat Rey mengangkat senyumnya. "Ini salah aku, aku minta maaf ya, tapi jika ada yang terluka, aku siap bertanggung jawab kok." Ucap Betrand, Alifa menatap Betrand dan mengangguk mengiyakan. Alifa dan Sandrinna kembali beranjak meninggalkan Betrand dan juga Rey, mereka sama-sama melihat kemana mereka akan pergi, Rey benar-benar tidak pernah mengalihkan perhatiannya pada Sandrinna, lain dengan Betrand yang terlihat biasa saja melihat kedua perempuan itu pergi. "Yuk Rey..." Panggil Betrand sambil beranjak pergi, tapi langkahnya kembali berhenti saat Betrand merasa bahwa Rey tidak mengikutinya. Betrand mengambil nafasnya, ia kembali berjalan mendekati Rey dan berdiri di hadapannya sambil melambaikan tangannya yang tidak di respon. Betrand tersenyum, ia sangat pintar, dengan perlahan ia mendekati mulutnya pada telinga Rey dalam satu tarikan nafasnya. "Pak Badruuuuu." Betrand berteriak keras, sampai Rey Berbalik dan langsung mengejarnya. "Awas ya Betrand, Lo gak akan selamat." Rey tidak kalah berteriak memanggil Betrand. Keduanya saling berlari satu sama lain, sampai membuat perhatian semuanya kini mengarah pada Betrand dan Rey yang memang suka bertingkah aneh dan yang lainnya, seperti pagi ini. -----_____----- Bintang menatap keramik dimana sumber suara itu berasal, Alvaro melihat sekeliling tanda memastikan, takut ada seseorang yang tiba-tiba saja datang mengetahui mereka berdua, dan ini akan membuat mereka di beri hukum. Sebuah tempat bangunan dua lantai yang sudah tidak terpakai. Bintang yang berdiri di tengah-tengah antara pintu masuk yang bebas terbuka dan pintu keluar yang tertutup rapat. Bintang akui, bahwa tempat itu adalah sebuah toilet, karena ia pernah mengintipnya. "Gue yakin, pasti ada sesuatu di tempat ini, dan orang yang berteriak semalam itu, Gue rasa salah satu orang yang berada di sekolah ini, mana mungkin kalau itu hantu." Bintang kembali berbalik mendekati Alvaro yang berjaga di depan pintu. "Gue juga yakin, apalagi tempat ini sudah tidak terpakai, dan jika kita berteriak juga, pasti akan kedengaran sampai sekolah." Alvaro menyetujui apa yang di ucapkan Bintang, memang kasus yang beredar saat ini adalah suara itu adalah hantu, tapi para guru juga mungkin akan menjelaskan untuk nantinya, agar tidak menimbulkan lagi hal-hal yang di luar nalar pemikiran manusia. Tempat ini terletak tidak jauh dari sekolah, tapi masih selingkungan sekolah, hanya terhalang rumput yang membesar dan sudah tidak terurus lagi. Berada di belakang sekolah siswa, dan tidak jauh dari gedung asrama laki-laki, sehingga memudahkan Bintang dan Alvaro untuk bisa sampai kebelakang tanpa sepengetahuan orang-orang. "Kita balik ke kelas yuk, takut ada orang yang melihat kita." Ajak Alvaro yang di angguki Bintang, mereka juga mempunyai jalan khusus untuk masuk kedalam tempat ini, dan tentunya hanya mereka berdua saja yang tahu. Bintang dan Alvaro keluar dari arah toilet, sebenarnya ada jalan lain, tapi mereka memilih jalan toilet, karena lebih dekat dengan kelasnya. Sama-sama berjalan beriringan menuju kelas, langkah berdua mereka harus terhenti oleh Ratu sosok perempuan yang saat ini sedang mengejar-ngejar Alvaro dan menjadi musuh bagi Bintang. "Alvaro, setelah jam pertama, Lo mau anterin Gue ke market tidak, ada perlengkapan Gue yang habis dan belum di beli." Ajak Ratu sambil menarik tangan Alvaro. Alvaro melihat Bintang, dan jika sudah mendapatkan tatapan itu, Bintang sudah tahu apa yang di inginkan sahabatnya ini. "Alvaro gak bisa di ganggu ya, lebih baik Lo pergi saja dari sini." Bintang melepaskan genggaman itu, menarik Alvaro untuk pergi meninggalkan Ratu yang kini malah menghalangi langkah kakinya. "Gue tidak bicara sama Lo ya, lebih baik Lo diam saja." Ucap Ratu tepat di depan wajah Bintang. Keduanya saling bertatapan tajam, ada rasa benci di antara tatapan itu. "Gue tidak bisa diam, Alvaro adalah teman Gue, jadi apa yang Alvaro lakuin, maka Gue juga harus tahu apa yang di lakukannya." Bintang mendorong Ratu pelan, membuat perempuan cantik dengan rambut tergerai itu termundur kebelakang. "Lo kenapa selalu ikut campur urusan Gue buat deket-deket Alvaro, apa Lo cemburu, dengan kelakuan Gue selama ini pada Alvaro." Tanya Ratu melihat Bintang dengan pandangan tidak suka. "Bukan masalah Gue cemburu, tapi seorang perempuan itu tidak pantas ngejar-ngejar lelaki, termasuk Lo." Bintang menarik tangan Alvaro untuk menjauh dari Ratu, yang jelas-jelas Alvaro tidak menyukainya, tapi tetap saja Ratu terus mengejarnya. Bintang juga sangat heran, melihat tingkah Ratu yang kadang suka berbuat nekad untuk mendapatkan keinginannya, maka dari itu Bintang selalu menjauhkan Ratu dari Alvaro. ______________________________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN